Senin, 12 Maret 2018

Misteri Hilangnya Pilot Wanita Pertama di Dunia 'Terungkap'


Misteri Hilangnya Pilot Wanita Pertama di Dunia 'Terungkap'
Amelia Earhart (AFP PHOTO / FILES)




Jakarta, CB -- Misteri hilangnya pilot wanita pertama dalam perjalanannya keliling dunia 'terungkap'. Penelitian terbaru menyebut tulang-tulang yang ditemukan pada 1940 di kepulauan terpencil di Pasifik adalah milik Amelia Earhart, pilot wanita yang hilang bersama pesawat dan navigatornya pada 1937.

Earhart tengah dalam perjalanan mengelilingi dunia saat pesawatnya hilang di atas laut Pasifik. Dia mencuri perhatian dunia sebagai wanita pertama yang terbang melintasi Atlantik pada tahun 1932.

Richard Jantz, seorang peneliti afiliasi Universitas Tennessee, memeriksa kembali data tulang-tulang yang ditemukan tiga tahun setelah Earhart menghilang.


Dalam tulisan di jurnal Forensic Anthropology, Jantz menyatakan tulang-tulang yang ditemukan di Nikumaroro, Pulau Phoenix sesuai dengan profil Earhart.

Adapun tiga teori utama tentang hilangnya pesawat Earhart selama bertahun-tahun terus ditentang serta belum dapat dibuktikan.

Teori pertama dan paling sederhana adalah dugaan bahwa Earhart dan navigator pesawat Lockheed Electra 10E-nya, Fred Noonan, kehabisan bahan bakar dan jatuh ke Samudra Pasifik. Perkiraan lokasi jatuhnya adalah di sekitar pulau Howland, tempat mereka seharusnya mendarat.




Teori lain menyatakan Earhart (dan mungkin Noonan) selamat dari jatuhnya pewasat mereka namun tertangkap pasukan Jepang yang pada saat itu sedang memperluas wilayah menjelang Perang Dunia II.

Satu teori lain berpendapat bahwa Lockheed Electra 10E jatuh di dekat pulau Nikumaroro, sekitar 400 mil selatan Howland akibat kesalahan navigasi. Nikumaroro yang dulunya bernama pulau Gardner, adalah kumpulan karang kecil yang sekarang dikenal sebagai Kiribati.

Teori terakhir ini didukung Jantz, seorang profesor emeritus antropologi dan direktur emeritus dari Pusat Antropologi Forensik Universitas Tennessee.

Dia mempelajari data sisa kerangka yang ditemukan pada tahun 1940 dalam ekspedisi Inggris ke Nikumaroro. Ditemukan tengkorak manusia, humeri dan radii (keduanya tulang lengan), tabia dan fibula dari kaki bawah dan dua femur (tulang paha). Semua tulang tersebut lalu dikirim ke Fiji untuk diperiksa dan diukur oleh Dr. D.W. Hoodless.

Hoodless, kepala Sekolah Kedokteran Pusat di Fiji, menyimpulkan bahwa tulang-tulang tersebut adalah milik seorang pria Eropa gemuk. Sejak itu, tulang-tulang tersebut hilang dan tidak dapat ditemukan lagi.


Bersama Internatioanl Group for Histric Aircraft Recovery, Jantz menguji ulang pengukuran tulang yang dilakukan Hoodless 80 tahun lalu. Menggunakan sebuah program bernama Fordisc, dapat diperkirakan jenis kelamin, asal, dan perawakan pemilik tulang saat masih hidup. Fordisc digunakan oleh hampir semua antropolog forensik bersertifikat di AS dan seluruh dunia.

Analisis membuktikan Hoodless salah menentukan jenis kelamin pemilik tulang tersebut. "Antropologi forensik tidak dikembangkan dengan baik pada awal abad ke-20," kata Jantz dalam penelitian tersebut. "Ada banyak contoh penelitian yang keliru oleh antropolog pada periode tersebut."

Jantz juga membandingkan ukuran tulang dan catatan badan Earhart, foto, serta beberapa baju yang disimpan oleh Koleksi George Palmer Putnam dari Amelia Earhart Papers di Universitas Purde.

Setelah melalui banyak uji coba, Jantz menyimpulkan bahwa "satu-satunya dokumen orang yang mungkin merupakan pemilik [tulang-tulang di Nikumaroro] adalah Amelia Earhart."

Dorothy Cochrane, kurator Departemen Aeronautika di Smithsonian National Air and Space Museum mengatakan, "Saya tidak menyalahkan keingintahuan orang. Ini adalah salah satu misteri terbesar abad ke-20 karena dia sangat terkenal"




Credit  cnnindonesia.com