Selasa, 27 Maret 2018

Kasus Racun di Inggris, Australia Usir Dua Diplomat Rusia


Kasus Racun di Inggris, Australia Usir Dua Diplomat Rusia
Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull mengikuti jejak Presiden AS Donald Trump mengusir diplomat Rusia terkait kasus peracunan eks-agen Rusia di Inggris. ( AFP Photo/Peter Parks)


Jakarta, CB -- Australia mengusir dua diplomat Rusia, mengikuti langkah Amerika Serikat, Inggris dan sejumlah negara Eropa terkait kasus peracunan eks-agen ganda Rusia di Salisbury, Inggris.

Perdana Menteri Malcolm Turnbull mengatakan keduanya adalah 'staf intelijen yang terselubung' dan memberi waktu tujuh hari kepada mereka untuk meninggalkan Australia.

"Keputusan ini mencerminkan betapa mengejutkannya serangan, penggunaan senjata kimia di Eropa untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia Kedua, melibatkan substansi yang sangat mematikan di kawasan yang padat penduduk, membahayakan banyak anggota masyarakat lainnya," kata Turnbull.


Turnbull mengatakan keputusan itu mengikuti petunjuk London yang menyatakan bahwa substansi yang digunakan dalam serangan terhadap Sergei Skripal dan putrinya, Yulia pada 4 Maret lalu adalah zat saraf militer dari jenis yang dikembangkan oleh Rusia.




Dia menyebut hal itu sebagia "sebuah pola dari perilaku nekat dan disengaja oleh Rusia, yang mengandung ancaman bagi keamanan internasional."

"Serangan semacam itu tidak dapat ditoleransi oleh negara berdaulat manapun," kata dia seperti dilansir AFP.

"Kami sangat mendukung seruan Rusia untuk mengungkapkan program senjata kimianya sesuai dengan hukum internasional," kata Turnbull.

Canberra mengikuti langkah Washington yang mengusir 60 diplomat Rusia dari Amerika Serikat. Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga memerintahkan penutupan konsulat jenderal Rusia di Seattle.

Kanada, Ukraina, Albania dan sebagian besar negara-negara Uni Eropa turut mengikuti langkah AS dengan mengusir sejumlah diplomat Rusia, setelah Inggris mendesak sekutu-sekutunya mengambil langkah serupa terkait kasus peracunan Skripal.

Rusia membantah telah mendalangi upaya pembunuhan Skripal, yang menyebabkan Skripal dan putrinya kini dalam kondisi kritis. Presiden Vladimir Putin menyatakan tuduhan itu tidak masuk akal, dan mendesak Inggris untuk membuktikan tuduhannya, dan jika tidak terbukti harus minta maaf.




Credit  cnnindonesia.com