Kamis, 07 Desember 2017

Dunia Kecam Langkah Sepihak Trump Soal Yerusalem

Donald Trump
Donald Trump
 
 
 
CB, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) tetap bersikeras untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan Trump mendapat reaksi keras dari beragam pemimpin dunia.

Perdana Menteri Inggris Theresia May mengatakan pengumuman Trump tidak membantu dalam hal prospek perdamaian wilayah ini, dan Inggris tidak akan mengikutinya.

Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel juga mengutuk langkah tersebut. Termasuk Turki, Yordania, Mesir dan Lebanon yang juga mengkritik sikap Trump.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengingatkan masalah Yerusalem merupakan 'garis merah' buat Muslim. Erdogan akan bergerakan bersama Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk menentang setiap upaya pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Sebelumnya, dalam sebuah pidato singkat di Gedung Putih, Trump meminta departemen negara bagian untuk mulai membuat pengaturan untuk memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

"Saya telah menetapkan bahwa sekarang saatnya untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Sementara presiden sebelumnya telah membuat janji kampanyebesar ini, mereka gagal menyampaikannya. Hari ini, saya menyampaikannya," jelas Trump seperti dikutip The Guardian, Kamis (7/12).



Credit  REPUBLIKA.CO.ID


AS tak bisa lagi jadi mediator perdamaian, kata Abbas

AS tak bisa lagi jadi mediator perdamaian, kata Abbas
Arsip Foto. Presiden Palestina Mahmoud Abbas (tengah) duduk bersama Presiden Dewan Eropa Donald Tusk (kiri) saat menghadiri upacara pemakaman Shimon Peres (93) di Pemakaman Mount Herzl di Yerusalem, Jumat (30/9/2016). (REUTERS/Abir Sultan)


Ramallah CB) - Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan bahwa Amerika Serikat (AS) tidak bisa lagi memainkan peran sebagai mediator perdamaian setelah keputusan Presiden Donald Trump pada Rabu (6/12) mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Langkah-langkah yang menyedihkan dan tidak dapat diterima ini dengan sengaja melemahkan seluruh upaya perdamaian," kata Abbas dalam sebuah pidato setelah pengumuman Trump.

Dia mengatakan bahwa langkah Trump adalah "sebuah pengumuman penarikan AS dari perannya dalam beberapa dekade terakhir sebagai sponsor proses perdamaian."

Namun Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson menyatakan bahwa Presiden Donald Trump "sangat berkomitmen" terhadap proses perdamaian Timur Tengah.

Tillerson menyatakan bahwa AS yakin "ada kesempatan yang sangat baik bagi terwujudnya perdamaian" antara Israel dan Palestina terlepas dari kecaman internasional terhadap keputusan Trump soal Yerusalem.

"Presiden sangat berkomitmen terhadap proses damai Timur Tengah," kata Tillerson kepada wartawan dalam pertemuannya dengan menteri luar negeri NATO di Brussels, Belgia, Rabu.

Dia mengatakan tim kecil yang dipimpin oleh menantu sekaligus penasihat senior Trump, Jared Kushner, telah "terlibat dalam upaya" untuk memulai kembali perundingan damai di wilayah itu antara Israel dan Palestina.

"Kami terus yakin ada kesempatan yang sangat baik bagi terwujudnya perdamaian dan presiden sudah memiliki tim yang dikhususkan untuk menangani itu secara keseluruhan," kata Tillerson.

Trump mengakui Kota Yerusalem yang disengketakan sebagai ibu kota Israel pada Rabu (6/12), sebuah keputusan bersejarah yang merusak kebijakan puluhan tahun AS dan berisiko menimbulkan gelombang kekerasan baru di Timur Tengah.

"Israel adalah negara yang berdaulat dengan hak seperti setiap negara berdaulat lainnya untuk menentukan ibu kotanya sendiri," kata Trump dalam sebuah pidato dari Gedung Putih.

"Mengakui ini sebagai sebuah fakta adalah kondisi penting untuk mencapai perdamaian," katanya, menambahkan, "Sudah saatnya untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel."

"Ini tidak lebih dari sekedar pengakuan akan realitas. Ini juga hal yang tepat untuk dilakukan," kata Trump sebagaimana dilansir AFP.


Credit  antaranews.com

Soal Yerusalem, Presiden Iran Serukan Muslim Bersatu Menentang AS




Teheran - Presiden Iran Hassan Rouhani mengecam keras pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump soal pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Rouhani pun menyerukan umat muslim untuk bersatu menentang langkah AS tersebut.

Rouhani menegaskan bahwa langkah AS tersebut tak akan bisa ditoleransi. Dalam percakapan via telepon dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Rouhani menyebut pengumuman Trump tersebut "salah, ilegal, provokatif dan sangat berbahaya". Presiden Iran itu juga setuju untuk menghadiri KTT Organisasi Kerja sama Islam (OKI) pada 13 Desember mendatang, yang diminta Erdogan untuk membahas masalah ini.

"Iran tak akan mentoleransi pelanggaran kesucian Islam," kata Rouhani mengenai pengumuman Trump soal Yerusalem seperti dilansir kantor berita AFP, Kamis (7/12/2017).

"Muslim harus berdiri bersama menentang plot besar ini," imbuhnya.

Sementara itu, Erdogan juga menyampaikan kecaman yang sama. "Kebodohan Trump adalah hasil dari perbedaan internal dalam dunia Islam. Kini dunia Islam harus menunjukkan persatuannya dan menentang langkah ini," kata Erdogan dalam percakapan dengan Rouhani.

Sebelumnya, pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei juga merespons keras langkah AS tersebut. "Dunia Islam tak diragukan lagi akan bangkit melawan plot ini dan Zionis akan menerima pukulan besar dari tindakan ini dan Palestina akan dibebaskan," tegas Khamenei.



Credit  detik.com


Malaysia: Ini tak Hanya Agresi ke Muslim, tapi Kristiani

Yerusalem
Yerusalem
 
CB, KUALA LUMPUR -- Malaysia prihatin atas sikap Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang telah mengumumkan keputusannya mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Keputusan seperti itu akan mengakhiri semua upaya yang dilakukan terhadap sebuah resolusi pertanyaan Palestina. Ini akan memiliki dampak serius tidak hanya terhadap keamanan dan stabilitas kawasan ini, namun juga akan menggenjot sentimen, melakukan upaya untuk memerangi terorisme semakin sulit," ujar Juru Bicara Kementrian Luar Negeri Malaysia, Datin Nirvana Jalil Gani di Kuala Lumpur, Kamis (7/12).

Malaysia menegaskan isu Yerusalem adalah penyebab inti persoalan Palestina dan meminta semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak mengakui adanya perubahan di perbatasan sebelum 1967, termasuk kaitan dengan Yerusalem.

"Setiap usaha untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, membangun atau memindahkan misi diplomatik ke kota, dianggap sebagai agresi tidak hanya terhadap Arab dan umat Islam, namun juga melanggar hak-hak Muslim dan Kristen," katanya.

Dia mengatakan hal itu merupakan pelanggaran terhadap hak-hak nasional orang-orang Palestina, termasuk hak mereka untuk menentukan nasib sendiri, dan pelanggaran berat terhadap hukum internasional bersamaan dengan resolusi Dewan Keamanan yang relevan: yaitu Resolusi No. 252 (1968), 267 (1969), 465, 476 dan 478 (1980), termasuk Resolusi 2334 (2016) baru-baru ini.

"Pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel bukanlah pengakuan atas kenyataan di lapangan, ini adalah ungkapan dukungan untuk kebijakan Israel, yang sebagian besar bertentangan dengan hukum internasional. Mungkin tidak benar," katanya.

Dia menegaskan Amerika Serikat harus mempertimbangkan kembali keputusannya.


Credit  republika.co.id