Rabu, 06 September 2017

Uni Emirat Arab kutuk kekerasan terhadap Rohingya


Uni Emirat Arab kutuk kekerasan terhadap Rohingya
Pengungsi Rohingya mengikuti solat Idul Adha dekat kamp pengungsi sementara Kutupalang, di Cox's Bazar, Bangladesh, Sabtu (2/9/2017). (REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)



Dubai, Uni Emirat Arab (CB) - Uni Emirat Arab pada Selasa (5/9) mengutuk penggunaan kekerasan terhadap kelompok minoritas Rohingya oleh Pemerintah Myanmar, demikian laporan kantor berita resmi WAM.

Kementerian Urusan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Uni Emirat Arab mengkonfirmasi bantuan kemanusiaan dan dukungannya yang berlanjut untuk Rohingya di Myanmar, kata WAM.

Kementerian tersebut juga menegaskan perlunya bagi masyarakat internasional untuk menanggapi krisis kemanusiaan yang bertambah parah di sana, demikian laporan Xinhua.

Kementerian itu mendesak PBB agar menemukan "penyelesaian politik dan kemanusiaan" untuk melindungi kaum Rohingya dari kekerasan, pengusiran dan penghukuman kolektif.

Berlanjutnya tragedi Rohingya dan penderitaan mereka "benar-benar tak bisa diterima", katanya.



Credit  antaranews.com



Sekjen PBB prihatin dengan situasi di Rakhine



PBB, New York (CB) - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Selasa (5/9) menyampaikan keprihatinan yang mendalam mengenai kekerasan oleh pasukan keamanan Myanmar setelah serangan terhadap mereka oleh kelompok minoritas Rohingya.

"Saya sangat prihatin mengenai kondisi keamanan, kemanusiaan dan hak asasi manusia di Negara Bagian Rakhine, Myanmar," kata Guterres kepada wartawan di Markas PBB di New York.

"Saya telah mengutuk serangan baru-baru ini oleh Tentara Penyelamatan Rohingya Arakan (ARSA). Tapi sekarang kami menerima laporan yang terus-menerus mengenai kekerasan oleh pasukan keamanan Myanmar, termasuk serangan membabi-buta. Ini hanya akan menambah parah radikalisme," kata Guterres.

Masyarakat internasional harus melakukan upaya terpadu guna mencegah peningkatan lebih lanjut kerusuhan dan mencapai penyelesaian, kata Sekretaris Jenderal PBB itu, sebagaimana dilaporkan Xinhua.

"Pemerintah di Myanmar harus melakukan tindakan pasti guna mengakhiri lingkaran kekerasan kejam ini dan memberi keamanan dan serta bantuan buat semua orang yang memerlukan. Saya mendesak mereka agar menjamin akses kamanusiaan tanpa halangan bagi operasi bantuan penyelamat nyawa."

Ia menyerukan rencana tindakan segera guna menangani pangkal masalah krisis tersebut.

Akan penting untuk memberi masyarakat Rohingya di Negara Bagian Rakhine, kewarganegaraan atau, setidaknya untuk saat ini, status hukum yang akan memungkinkan mereka memiliki hidup normal, termasuk kebebasan bergerak dan akses ke pasar tenaga kerja, pendidikan serta layanan kesehatan, kata Guterres.

Pemerintah Myanmar mengakui Rohingya sebagai imigran tidak sah dari negara tetangganya, Bangladesh.

Hampir 125.000 orang, korban keputus-asaan dan penderitaan yang tak terperikan, telah mengungsi ke Bangladesh. Banyak orang telah kehilangan nyawa mereka saat berusaha menyelamatkan diri dari kerusuhan. Penderitaan dan nasib buruk Rohingya yang tak terselesaikan telah sangat lama mereka tanggung dan menjadi faktor yang tak bisa dibantah dalam gangguan kestabilan regional, kata Guterres.

Ia berterima kasih kepada Pemerintah Bangladesh atas keputusannya mengizinkan pengungsi memasuki negeri tersebut, dan mendorong Dhaka agar memenuhi kebutuhan orang yang baru datang. PBB sepenuhnya berkomitmen untuk membantu, katanya.




Credit  antaranews.com