NEW YORK
- Kesepakatan nuklir Iran harus diubah jika Amerika Serikat (AS) tetap
berada di dalamnya. Hal itu dikatakan diplomat utama AS, yang
menunjukkan bahwa pembatasan utama pada program nuklir Iran harus
diperluas.
Sekretaris Negara AS, Rex Tillerson, mengatakan bahwa kesepakatan nuklir tersebut harus diubah atau AS tidak akan bertahan.
Tillerson mengatakan klausul "matahari terbenam", di mana beberapa pembatasan kesepakatan mengenai program nuklir Iran berakhir dari tahun 2025, menjadi perhatian khusus.
"Jika kita tetap bertahan dengan kesepakatan Iran maka harus ada perubahan yang terjadi padanya. Ketentuan sunset sebenarnya tidak masuk akal," katanya seperti dikutip dari Reuters, Rabu (20/9/2017).
"Itu cuma menendang kaleng di jalan yang sama agar seseorang di masa depan mendapatkan kesepakatan," imbuhnya.
Sebelumnya, dalam pidato perdananya di sidang Majelis Umum PBB, Presiden AS Donald Trump menuduh Iran mengekspor kekerasan, pertumpahan darah dan kekacauan. Ia juga menyebut Iran berusaha memproyeksikan pengaruhnya di Yaman, Suriah dan tempat lain di wilayah yang penuh konflik sektarian antara Muslim Sunni dan Syiah
"Kami tidak bisa membiarkan sebuah rezim pembunuh melanjutkan kegiatan yang mendestabilisasi ini sambil membangun rudal berbahaya, dan kita tidak dapat mematuhi sebuah kesepakatan jika memberikan perlindungan untuk pembangunan program nuklir," kata Trump.
Dia menyelamatkan kata-katanya yang paling keras untuk pakta 2015 yang ditandatangani oleh Iran dan enam negara besar di mana Teheran setuju untuk membatasi program nuklirnya dengan imbalan kelonggaran sanksi ekonomi.
"Kesepakatan Iran adalah salah satu transaksi terburuk dan paling sepihak yang pernah dilakukan Amerika Serikat. Terus terang, kesepakatan itu memalukan bagi Amerika Serikat, dan saya rasa Anda belum pernah mendengar yang terakhir - percayalah," kata Trump.
Sekretaris Negara AS, Rex Tillerson, mengatakan bahwa kesepakatan nuklir tersebut harus diubah atau AS tidak akan bertahan.
Tillerson mengatakan klausul "matahari terbenam", di mana beberapa pembatasan kesepakatan mengenai program nuklir Iran berakhir dari tahun 2025, menjadi perhatian khusus.
"Jika kita tetap bertahan dengan kesepakatan Iran maka harus ada perubahan yang terjadi padanya. Ketentuan sunset sebenarnya tidak masuk akal," katanya seperti dikutip dari Reuters, Rabu (20/9/2017).
"Itu cuma menendang kaleng di jalan yang sama agar seseorang di masa depan mendapatkan kesepakatan," imbuhnya.
Sebelumnya, dalam pidato perdananya di sidang Majelis Umum PBB, Presiden AS Donald Trump menuduh Iran mengekspor kekerasan, pertumpahan darah dan kekacauan. Ia juga menyebut Iran berusaha memproyeksikan pengaruhnya di Yaman, Suriah dan tempat lain di wilayah yang penuh konflik sektarian antara Muslim Sunni dan Syiah
"Kami tidak bisa membiarkan sebuah rezim pembunuh melanjutkan kegiatan yang mendestabilisasi ini sambil membangun rudal berbahaya, dan kita tidak dapat mematuhi sebuah kesepakatan jika memberikan perlindungan untuk pembangunan program nuklir," kata Trump.
Dia menyelamatkan kata-katanya yang paling keras untuk pakta 2015 yang ditandatangani oleh Iran dan enam negara besar di mana Teheran setuju untuk membatasi program nuklirnya dengan imbalan kelonggaran sanksi ekonomi.
"Kesepakatan Iran adalah salah satu transaksi terburuk dan paling sepihak yang pernah dilakukan Amerika Serikat. Terus terang, kesepakatan itu memalukan bagi Amerika Serikat, dan saya rasa Anda belum pernah mendengar yang terakhir - percayalah," kata Trump.
Credit sindonews.com
Iran: AS Akan Bayar Mahal Jika Batalkan Kesepakatan Nuklir
NEW YORK
- Presiden Iran Hassan Rouhani menyatakan, Amerika Serikat (AS) akan
membayar harga yang sangat mahal jika mereka memutuskan untuk
membatalkan kesepakatan nuklir Iran. AS di bawah pemerintahan Donald
Trump memang sangat tidak menyetujui kesepakatan tersebut, karena
dinilai cacat dan hanya menguntungkan Iran.
"AS akan membayar "biaya tinggi" jika memutuskan untuk menghapus kesepakatan nuklir penting antara Teheran dan kekuatan dunia," kata Rouhani saat melakukan wawancara dengan CNN, seperti dilansir Anadolu Agency pada Selasa (19/9).
"Keputusan seperti itu tidak akan menghasilkan apa-apa untuk AS, namun pada saat yang sama umumnya akan menurunkan dan memotong kepercayaan internasional yang ditempatkan kepada AS," sambungnya.
Sebelumnya, perwakilan AS dan Iran terlibat dalam perang kata-kata mengenai bagaimana aktivitas nuklir Teheran harus diawasi. Kedua perwakilan itu berdebat sengit dalam pertemuan pengawas nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di Wina, Austria.
Dalam pertemuan itu, AS kembali mendesak IAEA untuk melakukan verifikasi, dengan melakukan pemantauan langsung di situs nuklir Iran, termasuk milik militer Teheran. Sementara itu, Iran menyatakan program nuklir mereka akan terus berlanjut dan tidak perlu adanya pemantauan langsung.
IAEA sendiri memiliki wewenang untuk meminta akses ke fasilitas di Iran, termasuk fasilitas militer, jika ada indikasi baru dan kredibel mengenai aktivitas nuklir terlarang di sana.
Namun, kepala IAEA yang baru, Yukiya Amano mengatakan, sejauh ini pihaknya tidak melihat adanya pelanggaran yang dilakukan Iran terkait dengan kesepakatan tersebut. "Komitmen terkait nuklir yang dilakukan oleh Iran di bawah JCPOA sedang dilaksanakan. Iran sekarang tunduk pada rezim verifikasi nuklir paling kuat di dunia," ucap Amano.
"AS akan membayar "biaya tinggi" jika memutuskan untuk menghapus kesepakatan nuklir penting antara Teheran dan kekuatan dunia," kata Rouhani saat melakukan wawancara dengan CNN, seperti dilansir Anadolu Agency pada Selasa (19/9).
"Keputusan seperti itu tidak akan menghasilkan apa-apa untuk AS, namun pada saat yang sama umumnya akan menurunkan dan memotong kepercayaan internasional yang ditempatkan kepada AS," sambungnya.
Sebelumnya, perwakilan AS dan Iran terlibat dalam perang kata-kata mengenai bagaimana aktivitas nuklir Teheran harus diawasi. Kedua perwakilan itu berdebat sengit dalam pertemuan pengawas nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di Wina, Austria.
Dalam pertemuan itu, AS kembali mendesak IAEA untuk melakukan verifikasi, dengan melakukan pemantauan langsung di situs nuklir Iran, termasuk milik militer Teheran. Sementara itu, Iran menyatakan program nuklir mereka akan terus berlanjut dan tidak perlu adanya pemantauan langsung.
IAEA sendiri memiliki wewenang untuk meminta akses ke fasilitas di Iran, termasuk fasilitas militer, jika ada indikasi baru dan kredibel mengenai aktivitas nuklir terlarang di sana.
Namun, kepala IAEA yang baru, Yukiya Amano mengatakan, sejauh ini pihaknya tidak melihat adanya pelanggaran yang dilakukan Iran terkait dengan kesepakatan tersebut. "Komitmen terkait nuklir yang dilakukan oleh Iran di bawah JCPOA sedang dilaksanakan. Iran sekarang tunduk pada rezim verifikasi nuklir paling kuat di dunia," ucap Amano.
Credit sindonews.com