Ilustrasi pengungsi Rohingya. (AFP Photo/KM Asad)
Jakarta, CB --
Pemerintah Amerika Serikat masih belum menyuarakan kecamannya
terhadap Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi atas pembantaian
etnis minoritas Muslim Rohingya di Rakhine.
Kementerian Luar Negeri AS menyatakan bekerja sama dengan sejumlah rekanan internasional, termasuk Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa, Palang Merah Internasional dan Organisasi Migrasi Internasional untuk membantu para pengungsi.
Namun, Washington tidak melontarkan kritik tajam terhadap pemerintah yang sudah menuai banyak kecaman dari dunia internasional ini.
Kemlu AS hanya menyatakan "sangat prihatin" atas kekerasan yang terjadi di kawasan, "tapi tidak sampai mengkritisi pemerintah negara atau pemimpin de facto-nya, penerima penghargaan Nobel, Aung San Su Kyi," bunyi laporan CNN pada Senin (9/11).
Sementara itu, Yanghee Lee, Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia di Myanmar, menyatakan setidaknya 1.000 orang tewas dalam kekerasan yang pecah sejak 25 Agustus lalu.
Dia bahkan mengatakan angka itu "kemungkinan besar lebih kecil dari kenyataannya."
Kementerian Luar Negeri AS menyatakan bekerja sama dengan sejumlah rekanan internasional, termasuk Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa, Palang Merah Internasional dan Organisasi Migrasi Internasional untuk membantu para pengungsi.
Namun, Washington tidak melontarkan kritik tajam terhadap pemerintah yang sudah menuai banyak kecaman dari dunia internasional ini.
Kemlu AS hanya menyatakan "sangat prihatin" atas kekerasan yang terjadi di kawasan, "tapi tidak sampai mengkritisi pemerintah negara atau pemimpin de facto-nya, penerima penghargaan Nobel, Aung San Su Kyi," bunyi laporan CNN pada Senin (9/11).
Sementara itu, Yanghee Lee, Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia di Myanmar, menyatakan setidaknya 1.000 orang tewas dalam kekerasan yang pecah sejak 25 Agustus lalu.
Dia bahkan mengatakan angka itu "kemungkinan besar lebih kecil dari kenyataannya."
"Angka itu sulit untuk diverifikasi karena kurangnya akses terhadap area yang dilanda konflik," ujarnya.
Pemerintah Myanmar menyatakan 421 orang hingga hari ini, jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan perkiraan PBB.
Myanmar juga menolak gencatan senjata unilateral yang dideklarasikan oleh Pasukan Penyelamatan Rohingya Arakan alias ARSA. Kelompok bersenjata itu menyatakan tidak akan melakukan serangan selama sebulan ke depan untuk memberi akses untuk bantuan kemanusiaan.
Pernyataan ARSA sekaligus meminta pemerintah Myanmar untuk melakukan langkah yang sama. Namun, Zaw Htay, juru bicara Suu Kyi, menyatakan Myanmar "tidak punya kebijakan untuk bernegosiasi dengan teroris."
Kelompok tersebut dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh pemerintah Myanmar.
Di luar korban jiwa yang diperkirakan sudah mencapai 1.000 orang, setidaknya 294 ribu warga Rohingya telah melintasi perbatasan Bangladesh untuk menyelamatkan diri.
Berdasarkan laporan Inter Sector Coordination Group di Bangladesh, para pengungsi membutuhkan bantuan senilai US$77 juta.
Credit cnnindonesia.com