Kota
tersebut dihuni selama periode Maya Klasik, yakni dari tahun 1 sampai
200, hingga 800. Lokasi tersebut juga masih memiliki hubungan dekat
dengan ibukota lain, seperti Tikal dan Calakmul. Keluarga kerajaan lain
yang kaya raya juga pernah memerintah kota Waka, bahkan sampai
mengendalikan rute perdagangan utama di sepanjang sungai San Pedro.
Para
Arkeolog asal Amerika Serikat (AS) yang menemukan makam Raja Maya sudah
menggali kota Waka sejak 2003 silam. Arkeolog juga menemukan beberapa
penguburan raja dan ratu lain, hingga beberapa persembahan manusia untuk
keperluan ritual. Temuan terakhir didapatkan pada musim panas lalu,
yakni sebuah terowongan di bawah istana. Terowongan tersebut merupakan
jalan menuju pemakaman tertua, dan diperkirakan sudah ada sejak 300-350
masehi.
"Ini
seperti raja Saxon kuno Inggris yang dikubur di Old Minister, di bawah
Katedral Winchester," ujar Profesor Antropologi dari Washington
University David Freidel.
Ia bersama para rekannya percaya bahwa makam tersebut kemungkinan
besar milik seorang raja. Hal tersebut terlihat dari topeng giok yang
dilukis dengan warna merah menggambarkan sosok penguasa. Kemudian
keningnya bertulis simbol 'berharga' dalam bahasa Maya kuno.
Tidak
hanya itu, makam juga berisi beberapa kapal keramik, kerang, dan liontin
buaya. Meski demikian makam pernah dibuka kembali pada tahun 600
masehi. Kemungkinan besar generasi penerus yang melakukan hal tersebut.
Tidak ada prasasti di dekat kuburan yang mengungkapkan nama dari raja
tersebut. Namun Freidel dan para rekannya yakin, makam tersebut milik
Raja Te Chan Ahk yang merupakan raja dinastik Wa dengan pemerintahan di
awal abad ke empat.
Credit REPUBLIKA.CO.ID