TOKYO - Kapal induk bertenaga nuklir Amerika Serikat, USS Ronald Reagan, bermanuver bersama kapal perang Jepang di selatan Semenanjung Korea. Latihan tempur ini berlangsung bersamaan dengan ancaman Korea Utara (Korut) yang akan meledekkan bom hidrogen di kawasan Samudra Pasifik.
Kapal induk Ronald Reagan yang memiliki bobot 100.000 ton itu berbasis di Yokosuka, Prefektur Kanagawa. Pasukan Bela Diri Maritim Jepang dalam sebuah pernyataan mengatakakan, kapal induk AS itu telah mengadakan latihan dengan kapal-kapal perang Jepang di perairan selatan dan barat pulau-pulau utama Jepang sejak 11 September 2017.
Armada kapal induk AS itu juga bersiap untuk melakukan latihan terpisah dengan Angkatan Laut Korea Selatan pada bulan Oktober 2017.
Latihan skala besar ini melibatkan tiga kapal perang Jepang, termasuk dua kapal perusak dan satu dari dua kapal pengangkut helikopter terbesar di dunia. Manuver gabungan itu akan beroperasi sampai akhir bulan ini.
Pada hari Jumat, Menteri Luar Negeri Korut Ri Yong-ho mengatakan bahwa Pyongyang sedang mempertimbangkan untuk menguji coba sebuah bom hidrogen di atas Samudra Pasifik. Langkah tersebut dikatakan sebagai tanggapan terhadap Washington yang meningkatkan sanksi ekonomi terhadap Korut.
”Ini bisa menjadi ledakan H-bomb (bom hidrogen) yang paling kuat di Pasifik,” kata Ri, seperti dikutip Yonhap.
Usulan tersebut muncul saat Ri diminta untuk mengklarifikasi pernyataan terbaru Kim Jong-un, di mana pemimpin Korut tersebut bersumpah untuk membalas dendam terhadap Presiden AS Donald Trump karena telah menghina dia dan negaranya di depan mata dunia, termasuk mengancam akan menghancurkan Korut secara total.
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan pada hari Jumat bahwa meski ketegangan dengan Korut meningkat, upaya diplomatik tetap berlanjut.
”Kami sangat tertantang, namun upaya diplomatik kami terus berlanjut,” kata Tillerson dalam sebuah wawancara dengan ABC, yang dikutip Sabtu (23/9/2017). ”Kami telah menempatkan sanksi ekonomi terkuat yang pernah ada terhadap Kim Jong-un,” ujarnya.
”Jadi, dia sedang diuji dengan sanksi, ada suara dari setiap penjuru dunia,” imbuh Tillerson.
Sementara itu, Rusia bersikeras bahwa perundingan diplomatik satu-satunya cara untuk mengatasi ketegangan di Semenanjung Korea.
“Skenario lain dapat menyebabkan konsekuensi yang sangat tidak diinginkan dan bahkan bencana,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov. ”Moskow masih menyerukan semua pihak yang berkepentingan untuk menahan diri,” ujar Peskov.
(mas)
Credit sindonews.com