Selasa, 01 November 2016

Milisi Syiah yang Dilatih Iran Bantu Rebut Mosul dari ISIS

 
Milisi Syiah yang Dilatih Iran Bantu Rebut Mosul dari ISIS Iring-iringan kendaraan bersenjata dan mobil berat PMF menggilas jalan raya menuju Mosul. (Reuters/Stringer)
 
Jakarta, CB -- Pemain baru dalam pertempuran untuk merebut kembali Mosul, Irak, dari tangan ISIS resmi hadir di medan perang pada Minggu (30/10). Mereka adalah Pasukan Mobilisasi Populer (PMF), salah satu koalisi milisi Syiah dari tanah Irak.

Iring-iringan kendaraan bersenjata dan mobil berat PMF menggilas jalan raya menuju Mosul. Di mobil tersebut, berkibar bendera Irak dan milisi Syiah, sementara lagu-lagu reliji terus berkumandang dari dalamnya.

Meskipun disebut-sebut sebagai pasukan resmi dari pemerintah Perdana Menteri, Haider al-Abadi, koalisi tersebut dilaporkan berisi sejumlah kelompok yang dilatih oleh Iran dan setia kepada sang Pemimpin Tertinggi, Ayatollah Ali Khamenei.

Seperti diberitakan Reuters, mereka juga memiliki hubungan erat dengan Qaseem Soleimani, Komandan dari Brigade Quds, pasukan yang merupakan perpanjangan tangan dari Garda Revolusi Iran.

PMF mendeklarasikan keikutsertaan mereka dalam operasi perebutan Mosul ini pada Sabtu (29/10). Sebelum tiba di medan pertempuran utama, PMF berhasil merebut Ain Nasir, daerah yang terletak 30 kilometer dari Mosul.

Salah satu anggota milisi yang ikut serta dalam pertempuran itu, Adel Khiali, menyatakan bahwa ISIS hanya melakukan sedikit perlawanan. ISIS juga sempat menyandera beberapa warga desa untuk dijadikan tameng manusia.

Menurut Khiali, setelah PMF melakukan gempuran, tentara Irak dan kepolisian federal datang untuk membantu membersihkan lokasi.

Namun tetap saja, ada satu mortir yang tiba-tiba menghantam salah satu desa. Khiali mengatakan, hal ini mengindikasikan bahwa wilayah itu belum benar-benar aman.

Khiali tidak tahu dari mana datangnya mortir itu. Namun, hantaman mortir itu menciptakan adanya keraguan di antara para pejuang. Upaya PMF pun sempat disalahartikan. Khiali merasa, pengorbanan PMF tak diapresiasi.

"Kami berjuang untuk membantu warga kembali ke desa mereka, tetapi mereka menyebut kami milisi. Apakah itu adil?" ucap Ali Khiali yang merupakan saudara dari Adel Khiali.

Keraguan tersebut sebenarnya bukan tanpa alasan. Pada Juli lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa melansir daftar lebih dari 640 umat Muslim Sunni, kebanyakan pria dan anak laki-laki, yang dilaporkan diculik oleh milisi di Fallujag. Sekitar 50 di antaranya dilaporkan dieksekusi mati atau disiksa hingga tewas.

Pemerintahan Irak yang dikuasai oleh Syiah dan PMF mengakui memang ada beberapa pelanggaran terjadi di lapangan dan kini pihak mereka sedang menyelidikinya. Namun, mereka menyangkal adanya penganiayaan yang meluas dan sistematis.

Kendati demikian, Amnesty International mengatakan bahwa dalam kampanye sebelumnya, milisi Syiah melakukan pelanggaran HAM serius, termasuk kejahatan perang, terhadap warga yang kabur dari wilayah kekuasaan ISIS.

Namun hingga kini, PMF memang belum dikaitkan dengan insiden sektarian mana pun yang terjadi.

"Yang mereka katakan tentang kami itu tidak benar. Saat mereka menyebut kami milisi, mereka seperti melecehkan kami," kata Adel.

Sementara itu, beberapa milisi Syiah Irak sudah ada yang melintasi perbatasan untuk bertempur melawan ISIS di Suriah. Namun, PMF secara resmi belum ikut serta dalam pertempuran di Suriah.

Juru Bicara PMF, Ahmed al-Asadi, mengatakan bahwa situasi ini dapat berubah setelah pertempuran di Mosul. Menurut Asadi, Suriah merupakan arena utama pertempuran ini dan PMF siap untuk berperang di sana demi menjaga keamanan Irak.

"Kami sangat siap pergi ke mana pun yang memiliki ancaman terhadap keamanan nasional Irak," ucap Asadi dalam jumpa pers di Baghdad.




Credit  CNN Indonesia



Tentara Irak Terobos Pertahanan ISIS di Pinggiran Mosul


Tentara Irak Terobos Pertahanan ISIS di Pinggiran Mosul Meski berhasil memasuki Mosul, pertempuran diperkirakan akan berlangsung selama beberapa bulan hingga ISIS dapat dipukul mundur dari kota itu. (Reuters/Azad Lashkari)
 
Jakarta, CB -- Tentara Irak berhasil menerobos pertahanan kelompok militan ISIS di pinggiran timur Mosul pada awal pekan ini. Langkah ini menandai keberhasilan pasukan pemerintah untuk pertama kali memasuki kota yang dikendalikan ISIS sejak dua tahun terakhir itu.

Pertempuran itu terjadi setelah serangan besar-besaran diluncurkan oleh pasukan Irak didukung berbagai pasukan dari koalisi yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Operasi militer ini juga merupakan yang terbesar sejak invasi AS yang menggulingkan Saddam Hussein pada 2003 lalu.


Meski berhasil memasuki Mosul pada Senin (31/10), para komandan memperkirakan pertempuran akan berlangsung selama beberapa bulan hingga ISIS dapat dipukul mundur dari kota itu.

Pasukan Kontraterorisme Irak (CTS) bergerak maju memasuki Gogjali, zona industri di pinggiran timur Mosul. Komandan CTS, Letnan Jenderal Abdul Ghani al-Assadi, mengatakan kepada televisi pemerintah bahwa pasukannya telah mencapai tepi distrik Karama di dalam kota.

Sumber intelijen Kurdi Peshmerga menerima laporan bahwa tujuh militan ISIS tewas di distrik Aden, yang berdekatan dengan Karama, dan dua kendaraan mereka hancur akibat serangan.

Perdana Menteri Haider al-Abadi, berbicara di pangkalan udara militer Qayyara di wilayah selatan Mosul, menyatakan pasukan Irak berusaha menutup semua rute pelarian yang diduga akan digunakan oleh ribuan militan ISIS untuk lari dari Mosul.

"Insya Allah, kami akan memenggal kepala ular. Mereka tidak akan dapat melarikan diri, mereka lebih baik mati atau menyerah," ujar Abadi merujuk kepada militan ISIS.

Sekitar 50 ribu tentara pasukan keamanan Irak, polisi, para pejuang Kurdi Peshmerga, ribuan milisi Syiah dan koalisi pimpinan AS memulai serangan terhadap kelompok ISIS sejak 17 Oktober lalu. Pertempuran diperkirakan akan berjalan alot karena ISIS kerap meluncurkan serangan balik dan menjadikan sekitar 1,5 juta warga Mosul sebagai perisai manusia.


Credit  CNN Indonesia