KAIRO - Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Mesir menguatkan keputusan penghentian penyerahan dua pulau sengketa di
Laut Merah kepada Arab Saudi. Putusan tersebut diambil setelah upaya
banding Pemerintah Mesir atas keputusan pengadilan rendah yang
menghentikan penyerahan Pulau Tiran dan Sanafir ditolak.
Sorak sorai bergemuruh saat hakim membacakan putusan tersebut. Diwartakan BBC, Senin (16/1/2017), pengadilan menilai Pemerintah Mesir gagal menunjukkan bukti bahwa kedua pulau tersebut merupakan milik Arab Saudi.
Perjanjian penyerahan Pulau Tiran dan Sanafir yang ditandatangani kedua negara pada April 2016 menimbulkan protes keras dari rakyat Mesir.
Pulau Tiran dan Sanafir adalah pulau tak berpenghuni di pintu masuk Teluk Aqaba di Laut Merah yang telah disengketakan selama puluhan tahun. Dahulu pulau-pulau itu merupakan batas wilayah antara Kerajaan Ottoman dengan Mesir yang saat itu dikuasai oleh Inggris. Setelah sempat dikuasai Israel pada 1967, Sanafir dan Tiran dikembalikan kepada Mesir pada 1982.
Presiden Abdel Fattah al-Sisi dituduh telah melanggar undang-undang dan “menjual” kedua pulau tersebut kepada Arab Saudi sebagai ganti bantuan finansial jutaan miliar dolar. Namun, mantan panglima angkatan bersenjata itu mengatakan, Tiran dan Sanafir sejak dahulu adalah milik Arab Saudi yang meminta Mesir untuk menempatkan pasukannya di sana pada 1950 untuk melindungi pulau-pulau tersebut.
Sorak sorai bergemuruh saat hakim membacakan putusan tersebut. Diwartakan BBC, Senin (16/1/2017), pengadilan menilai Pemerintah Mesir gagal menunjukkan bukti bahwa kedua pulau tersebut merupakan milik Arab Saudi.
Perjanjian penyerahan Pulau Tiran dan Sanafir yang ditandatangani kedua negara pada April 2016 menimbulkan protes keras dari rakyat Mesir.
Pulau Tiran dan Sanafir adalah pulau tak berpenghuni di pintu masuk Teluk Aqaba di Laut Merah yang telah disengketakan selama puluhan tahun. Dahulu pulau-pulau itu merupakan batas wilayah antara Kerajaan Ottoman dengan Mesir yang saat itu dikuasai oleh Inggris. Setelah sempat dikuasai Israel pada 1967, Sanafir dan Tiran dikembalikan kepada Mesir pada 1982.
Presiden Abdel Fattah al-Sisi dituduh telah melanggar undang-undang dan “menjual” kedua pulau tersebut kepada Arab Saudi sebagai ganti bantuan finansial jutaan miliar dolar. Namun, mantan panglima angkatan bersenjata itu mengatakan, Tiran dan Sanafir sejak dahulu adalah milik Arab Saudi yang meminta Mesir untuk menempatkan pasukannya di sana pada 1950 untuk melindungi pulau-pulau tersebut.
Credit okezone.com
Mantan Presiden Mesir Tambah Kontroversi Hibah Pulau untuk Saudi
KAIRO – Mantan Presiden Mesir Hosni
Mubarak memunculkan kembali kontroversi kepemilikan dua pulau di Laut
Merah yang disengketakan Mesir dan Arab Saudi. Dalam interogasi di Rumah
sakit Maadi di Kairo, presiden yang terlengserkan itu mengatakan, Pulau Tiran dan Sanafir yang diperebutkan kedua negara terletak di wilayah Arab Saudi.
Perdebatan mengenai status kedua pulau itu kembali mengemuka setelah pada April 2016 Pemerintah Mesir ‘menghibahkan’ pulau-pulau tersebut kepada Arab Saudi. Pengaturan ulang batas wilayah yang menempatkan kedua pulau itu di wilayah perairan Saudi dilakukan Pemerintah Mesir di tengah kunjungan Raja Arab Saudi, Salman bin Abdul Aziz ke Kairo.
Keputusan ini menimbulkan kemarahan rakyat Mesir yang menuduh pemerintah telah menjual Mesir kepada Arab Saudi demi bantuan finansial. Unjuk rasa yang dilakukan rakyat Mesir memprotes keputusan tersebut berujung rusuh menyebabkan puluhan demonstran ditangkap.
Pada Juni 2016, Pengadilan Tata Usaha Mesir memutuskan bahwa perjanjian batas demarkasi baru yang disetujui Saudi dan Mesir pada April tidak berlaku dan kedua pulau itu tetap berada dalam wilayah Mesir. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Mesir menetapkan 16 Januari 2017 sebagai batas terakhir bagi pemerintah untuk melakukan banding atas putusan tersebut.
Namun, anggota Perlemen Mesir, Mustafa Bakri membela keputusan tersebut. Dalam pernyataan yang dilansir Middle East Monitor, Senin (16/1/2017), Bakri mengatakan, perjanjian tersebut butuh waktu untuk diperiksa oleh parlemen sebelum disahkan.
“Perjanjian demarkasi batas wilayah Saudi dengan Mesir membutuhkan waktu lama untuk didiskusikan di parlemen. Anggota parlemen harus cermat menguji berbagai dokumen sebelum mereka memberikan suara terakhir mengenai apakah dua pulau di Laut Merah, Tiran dan Sanafir adalah milik Saudi,” ujarnya.
Perdebatan mengenai status kedua pulau itu kembali mengemuka setelah pada April 2016 Pemerintah Mesir ‘menghibahkan’ pulau-pulau tersebut kepada Arab Saudi. Pengaturan ulang batas wilayah yang menempatkan kedua pulau itu di wilayah perairan Saudi dilakukan Pemerintah Mesir di tengah kunjungan Raja Arab Saudi, Salman bin Abdul Aziz ke Kairo.
Keputusan ini menimbulkan kemarahan rakyat Mesir yang menuduh pemerintah telah menjual Mesir kepada Arab Saudi demi bantuan finansial. Unjuk rasa yang dilakukan rakyat Mesir memprotes keputusan tersebut berujung rusuh menyebabkan puluhan demonstran ditangkap.
Pada Juni 2016, Pengadilan Tata Usaha Mesir memutuskan bahwa perjanjian batas demarkasi baru yang disetujui Saudi dan Mesir pada April tidak berlaku dan kedua pulau itu tetap berada dalam wilayah Mesir. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Mesir menetapkan 16 Januari 2017 sebagai batas terakhir bagi pemerintah untuk melakukan banding atas putusan tersebut.
Namun, anggota Perlemen Mesir, Mustafa Bakri membela keputusan tersebut. Dalam pernyataan yang dilansir Middle East Monitor, Senin (16/1/2017), Bakri mengatakan, perjanjian tersebut butuh waktu untuk diperiksa oleh parlemen sebelum disahkan.
“Perjanjian demarkasi batas wilayah Saudi dengan Mesir membutuhkan waktu lama untuk didiskusikan di parlemen. Anggota parlemen harus cermat menguji berbagai dokumen sebelum mereka memberikan suara terakhir mengenai apakah dua pulau di Laut Merah, Tiran dan Sanafir adalah milik Saudi,” ujarnya.
Credit okezone.com