WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama mengatakan bahwa pemindahan kedutaan AS ke Yerusalem bisa menghasilkan gejolak. Ia pun mengaku khawatir jika prospek solusi dua negara dalam konflik Israel-Palestina akan memudar.
"Ketika bergerak secara sepihak dengan tiba-tiba yang dibuat atas dasar pembicaraan sejumlah isu dan sensitif dengan salah satu pihak, itu akan menimbulkan gejolak," kata Obama dalam konferensi pers terakhirnya sebagai presiden seperti dikutip dari Reuters, Kamis (19/1/2017).
Ia mengatakan bahwa pemerintahannya telah memperingatkan pemerintahan Trump jika sebuah kebijakan besar akan membawa konsekuensi.
"Itu bagian dari apa yang telah kami coba untuk tunjukkan kepada tim yang masuk dalam proses transisi kita, untuk memperhatikan hal ini karena ini adalah hal yang mudah bergolak," katanya menanggapi pertanyaan tentang pontensi pemindahan kedutaan.
Sebelumnya presiden AS terpilih Donald Trump telah berjanji untuk merelokasi kedutaan AS, yang saat ini berada di Tel Aviv, ke Yerusalem. Hal ini akan melanggar kebijakan AS yang sudah berjalan lama.
Israel dan Palestina sama-sama mengklaim Yerusalem sebagai Ibu Kota mereka. Jika Trump mewujudkan janjinya itu, maka perubahan tersebut akan menarik kecaman internasional.
Credit sindonews.com
"Kedubes AS Pindah Yerusalem, Serangan terhadap Muslim Sedunia"
YERUSALEM
- Grand Mufti Yerusalem Muhammad Hussein mengutuk rencana pemindahan
Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) di Israel dari Tel Aviv ke
Yerusalem. Rencana itu dijanjikan Presiden terpilih AS Donald Trump
saat kampanye.
Jika Kedubes AS nekat dipndahkan, kata Hussein, itu akan menjadi “serangan terhadap umat Muslim di seluruh dunia”.
”Janji untuk memindahkan kedutaan bukan hanya serangan terhadap warga Palestina, tetapi serangan terhadap warga Arab dan Muslim, yang tidak akan tinggal diam,” kata Hussein selama khotbah di masjid Al-Aqsa, di Kota Yerusalem.
”Pemindahan kedutaan melanggar piagam dan norma-norma internasional yang mengakui Yerusalem sebagai kota yang diduduki (Israel)," kata Hussein, seperti dikutip Times of Israel, semalam (13/1/2017).
Palestina menganggap Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara mereka di masa depan. Sedangkan Israel menyatakan seluruh kota Yerusalem sebagai ibukotanya.
Pada Selasa lalu, para pemimpin Palestina telah menyerukan warga Muslim untuk salat Jumat di masjid Al-Aqsa untuk memprotes janji kampenye Trump.
Sementara itu, Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas telah meminta Presiden Rusia Vladimir Putin untuk membantu menghentikan AS memindahkan kedutaannya ke Yerusalem. Upaya Abbas itu diungkap seorang pejabat senior Palestina, Saeb Erekat.
Erekat mengatakan, dia telah meneruskan pesan dari Abbas untuk Putin selama kunjungan ke Moskow, di mana dia bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.
”Surat (Abbas) itu meminta Presiden Putin untuk melakukan apa yang dia bisa lakukan soal informasi yang kita miliki bahwa Presiden terpilih Donald Trump akan memindahkan kedutaan (AS) ke Yerusalem, yang bagi kami adalah garis merah dan berbahaya,” kata Erekat.
Erekat telah memperingatkan bahwa langkah Trump itu bisa menyiratkan AS untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Hal itu, ujarnya, bisa mengobarkan ketegangan di Timur Tengah dan mengacaukan upaya perdamaian yang sedang dirintis.
Jika Kedubes AS nekat dipndahkan, kata Hussein, itu akan menjadi “serangan terhadap umat Muslim di seluruh dunia”.
”Janji untuk memindahkan kedutaan bukan hanya serangan terhadap warga Palestina, tetapi serangan terhadap warga Arab dan Muslim, yang tidak akan tinggal diam,” kata Hussein selama khotbah di masjid Al-Aqsa, di Kota Yerusalem.
”Pemindahan kedutaan melanggar piagam dan norma-norma internasional yang mengakui Yerusalem sebagai kota yang diduduki (Israel)," kata Hussein, seperti dikutip Times of Israel, semalam (13/1/2017).
Palestina menganggap Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara mereka di masa depan. Sedangkan Israel menyatakan seluruh kota Yerusalem sebagai ibukotanya.
Pada Selasa lalu, para pemimpin Palestina telah menyerukan warga Muslim untuk salat Jumat di masjid Al-Aqsa untuk memprotes janji kampenye Trump.
Sementara itu, Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas telah meminta Presiden Rusia Vladimir Putin untuk membantu menghentikan AS memindahkan kedutaannya ke Yerusalem. Upaya Abbas itu diungkap seorang pejabat senior Palestina, Saeb Erekat.
Erekat mengatakan, dia telah meneruskan pesan dari Abbas untuk Putin selama kunjungan ke Moskow, di mana dia bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.
”Surat (Abbas) itu meminta Presiden Putin untuk melakukan apa yang dia bisa lakukan soal informasi yang kita miliki bahwa Presiden terpilih Donald Trump akan memindahkan kedutaan (AS) ke Yerusalem, yang bagi kami adalah garis merah dan berbahaya,” kata Erekat.
Erekat telah memperingatkan bahwa langkah Trump itu bisa menyiratkan AS untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Hal itu, ujarnya, bisa mengobarkan ketegangan di Timur Tengah dan mengacaukan upaya perdamaian yang sedang dirintis.
Erekat melanjutkan, PLO akan mencabut pengakuannya atas negara Israel jika Trump nekat memindahkan kedutaan AS.
Credit .sindonews.com