Citra teleskop Hubble. (Ilustrasi/Foto: Dok. NASA/ESA)
Hanya saja persoalannya, perhitungan ini tidak sesuai dengan perkiraan yang dibuat observasi yang pernah ada. Ini menimbulkan dua dugaan, apakah pengukuran sebelumnya salah, atau saat ini ada efek dari perkembangan baru di luar model standar yang sudah ada.
Menurut model kosmologi standar, tingkat pengembangan alam semesta konstan, atau dikenal dengan perhitungan konstanta Hubble.
"Konstanta Hubble sangat penting bagi astronomi modern dalam membantu mengkonfirmasi akan keberadaan alam semesta, apakah terdiri dari energi gelap, materi normal atau gelap, -secara tepat, atau jika tidak kita akan kehilangan sesuatu yang mendasar," ujar ketua peneliti Sherry Suyu dari Max Planck Institute for Astrophysics di Jerman, seperti dilansir Science Alert, Jumat (27/1).
Pengamatan yang dilakukan kelompok astronom internasional bernama H0LiCOW (penggabungan lensa H0 di Cosmograil Wellspring) ini menggunakan teleskop antariksa Hubble yang bertindak sebagai lensa gravitasi alam semesta.
"Metode yang kami terapkan sederhana dan langsung pada pengukuran konstanta Hubble sebagaimana digunakan dalam geometri dan Relativitas Umum, tanpa asumsi," ungkap salah satu ahli Frederic Courbin, dari Ecole Polytechnique Federale de Lausanne di Swiss.
Hitungan ini sangat mirip dengan perkiraan teleskop Hubble tahun lalu. Namun bedanya, di perhitungan baru, tim mampu mencatat dengan akurat hingga 3,8 persen. Meski demikian, angka tersebut tidak cocok dengan prediksi teleskop Planck sebelumnya. Data menganjurkan ekspansi melambat.
Mengenai kesimpangsiuran ini, Suyu mengatakan angka perluasan Semesta sekarang akan masuk dalam cara perhitungan berbeda yang di luar pengetahuan yang sekarang ada.
"Jika masih melihat eror, mungkin karena itu hal baru, di luar kosmologi standar yang ada sebelumnya," tambah anggota tim lainnya Chris Fassnacht dari University of California.
Riset akan alam Semesta ini diterbitkan dalam bentuk tulisan berseri di Monthly Notices of the Royal Astronomical Society pekan ini.
Credit CNN Indonesia