Rabu, 04 Februari 2015
Menakar Kekuatan Politik Raymond Sapoen dan Masyarakat Jawa di Suriname
Politisi Suriname Raymond Sapoen, kandidat calon presiden yang berasal dari Banyumas, Jawa Tengah
CB - Politisi Suriname keturunan Banyumas, Raymond Sapoen, diprediksi akan menjadi kandidat calon presiden dalam pemilihan umum yang digelar pada Mei 2015 mendatang. Sapoen menjadi kandidat capres yang diperkirakan akan mengandalkan perolehan suara dari etnis Jawa, yang memang menjadi salah satu etnis besar di Suriname.
Dilansir dari Wikipedia, setidaknya ada 13,7 persen keturunan Jawa di negara bekas jajahan Belanda di Amerika Selatan itu. Jika melihat populasi Suriname yang hanya 492.829 jiwa berdasarkan Sensus 2014, maka etnis Jawa berada di posisi empat besar. Jumlahnya hanya kalah dari keturunan India Timur (27,4 persen), Maroon (21,7 persen), dan Creole/Afro-Suriname (15,7 persen). Sisanya merupakan etnis campuran (13,4 persen) dan lain-lain (8,2 persen).
Dilansir dari situs Historia, masuknya orang Jawa ke Indonesia berlangsung sejak 1890. Ketika itu Suriname yang merupakan koloni perkebunan milik Belanda mendatangkan seratus orang pekerja Jawa untuk menjadi pegawai kontrak perkebunan. Para pekerja Jawa itu didatangkan untuk menggantikan budak yang sudah dilarang mulai 1863.
Kemudian pada 1890-1916, gelombang migrasi orang Jawa ke Suriname terus berlangsung. Pada periode itu, rata-rata jumlah yang datang mencapai 700 orang per tahun. Jumlahnya berlipat pada pada 1916 setelah pekerja kontrak India-Britania tak lagi dipakai.
Dipengaruhi proklamasi Indonesia
Aktivitas politik orang Jawa di Suriname mulai muncul sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ketika itu gema kemerdekaan Indonesia terasa hingga Suriname. Ini menyebabkan muncul masalah kewarganegaraan. Para imigran Jawa itu diberi waktu dua tahun untuk memilih, jadi warga negara Indonesia atau Belanda.
Situasi politik di Suriname saat itu memungkinkan pembentukan partai politik berdasarkan etnis. Orang Jawa itu kemudian membentuk dua partai, Persekutuan Bangsa Indonesia Suriname (PBIS) dan Kaum Tani Persatuan Indonesia (KTPI). PBIS yang dipimpin Iding Soemota condong memilih Indonesia, sedangkan KTPI yang dipimpin Salikin Hardjo memilih Belanda.
Salikin Hardjo yang menghadiri Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada 1949 kemudian berubah pikiran. Sejak Mei 1951, dai mendorong para Imigran Jawa kembali ke pulau asalnya. Namun, Indonesia menerima permintaan repatriasi itu, asal 2.000 keluarga Jawa-Suriname itu tidak pulang ke pulau Jawa yang dianggap sudah padat. Pemerintah menyediakan lahan 2.500 hektar di Tongar, sebelah utara Pasaman, Sumatera Barat.
Namun kondisi di Tongar dianggap tidak membuat kehidupan mereka lebih baik. Masyarakat Jawa-Suriname ini menghadapi kesulitan keuangan karena tanah garapan yang sulit diolah. Kondisi ini menyebabkan mereka kembali ke Suriname.
Kekuatan politik saat ini
Saat ini, aktivitas politik masyarakat Jawa Suriname terus berlanjut. Pada Pemilu 2010, mengutip Wikipedia, setidaknya ada tiga partai politik yang beraliran politik Jawa. Tiga partai itu adalah Pendawa Lima yang dipimpin Raymond Sapoen, Pertjajah Luhur pimpinan Paul Somohardjo, dan Kerukanan Tulodo Pranatan Ingit (KTPI).
Pendawa Lima dan Pertjajah Luhur kemudian bergabung dalam koalisi Volksalliantie Voor Vooruitgang (Aliansi Masyarakat untuk Perubahan) yang menguasai 12,98 persen suara. Koalisi ini mendapatkan 6 kursi dari 51 kursi di parlemen, yang semuanya didapat Pertjajah Luhur.
Sedangkan KTPI tergabung dalam koalisi Mega Combinatie yang mendapatkan 40,22 persen suara atau 23 kursi dari 51 kursi parlemen. Koalisi itu berhasil mengantarkan Desiré Delano Bouters sebagai Presiden Suriname.
Melihat komposisi ini, sepertinya Raymond Sapoen harus berjuang keras untuk terpilih sebagai Presiden Suriname. Apalagi, Presiden Desi Bouterse sebagai petahana mengaku akan kembali maju di Pemilu 2015.
Partai Demokrasi Nasional (NDP) yang dipimpin Bouterse juga diprediksi akan memperoleh suara besar di pemilu mendatang. Dengan demikian, NDP diperkirakan bisa menjadi motor koalisi Mega Combinatie, seperti yang dilakukannya di Pemilu 2010.
Credit KOMPAS.com