DW Arus pengungsi membanjiri Eropa
CB — Krisis
pengungsi membuat disintegrasi Eropa. Walau dijanjikan bantuan, sejumlah
negara Balkan tetap tak mampu tangani arus pengungsi. Situasi di Serbia
masih kacau balau, dan Slovenia menunggu bantuan aparat keamanan.
Arus
pengungsi dari Suriah, Afganistan, dan Irak terus mengalir tak
terbendung ke Eropa. Barisan panjang puluhan ribu pengungsi di
perbatasan Slovenia kini menjadi simbol dari krisis berat yang harus
dihadapi Eropa.
Negara-negara transit, khususnya di Balkan,
kekurangan infrastruktur. Setiap hari, lebih dari 10.000 pengungsi
menunggu di Presevo untuk melintasi perbatasan Macedonia-Serbia,
sementara di kamp hanya tersedia 12 toilet.
Kecaman terhadap
politik "naif", terutama dari Kanselir Jerman Angela Merkel yang
melontarkan sinyal mempersilakan datang bagi pengungsi yang bisa
melakukan perjalanan ke Eropa juga makin kencang dilontarkan.
Pesan
Jerman itu semula hanya ditujukan kepada warga Suriah yang dicabik
perang saudara di negerinya. Dengan mempertaruhkan nyawa, ratusan ribu
pengungsi berbondong-bondong datang ke Eropa untuk menghadapi situasi
yang tidak sesuai harapan.
Eksodus massal sudah bergerak. Tak ada
yang mampu lagi menghentikannya. Arus ini juga melibatkan warga dari
negara lain yang juga merasa terancam. Baik dari Irak, Afganistan,
maupun negara lainnya.
Mereka termasuk "pengungsi ekonomi" yang
sulit disalahkan karena mencari kehidupan yang lebih baik. Setelah
Hongaria menutup perbatasannya, pengungsi kini mencari rute lain,
melintasi Balkan, seperti terlihat dalam grafik.
DW Rute yang digunakan pengungsi ketika melewati Balkan
Jerman
memang sigap mengantisipasi, walau sejumlah negara bagian kini mengakui
sudah kewalahan. Sesuai kesepakatan KTT darurat di Brussel, yang berisi
17 poin aksi, Jerman juga akan segera mengirim bantuan polisi ke negara
mitra Uni Eropa, Slovenia, yang kewalahan menjaga keamanannya.
Uni
Eropa memutuskan pengiriman 400 tambahan polisi ke Slovenia. Dalam
waktu bersamaan, jumlah personel dari satuan penjaga perbatasan Uni
Eropa, Frontex, akan ditambah.
Krisis politik di JermanPemerintah
di Berlin juga menggagas wacana mengusir pengungsi dari Afganistan
sebagai langkah prioritas. Alasannya, situasi di Kabul sudah aman.
Namun, Afganistan bukan Kabul, dan situasi di negeri ini juga
membahayakan nyawa.
Taliban menguasai hampir seluruh negeri, dan
Kabul hanyalah satu titik yang "relatif" aman saat ini, demikian
komentar kepala redaksi
DW Afganistan, Florian Wiegand.
Realitanya,
situasi politik di dalam negeri Jerman kini juga makin panas. Akibat
krisis pengungsi, gerakan anti-Islam, Pegida, makin banyak mendapat
dukungan.
Kebijakan Kanselir Merkel, yang secara unilateral
mengundang pengungsi Suriah, juga memiliki konsekuensi politik di dalam
partainya, CDU. Kini, suara tidak puas, bahkan marah, makin banyak
dilontarkan anggota CDU.
Sejumlah anggota kenamaan dari daerah pemilihan bahkan mengancam akan keluar dari partai. Foto
selfie Merkel dengan seorang pengungsi memicu kritik yang amat keras. Sikap itu dinilai sudah melewati kepatutan politik.
DW Selfie Angela Merkel dengan pengungsi yang membuat berang kalangan petinggi partai CDU
Periset partai, Oskar Niedermayer, mengatakan kepada
DW bahwa
Merkel berusaha sekuat tenaga untuk menjaga citra. Namun, pakar ilmu
politik kenamaan itu menegaskan, keretakan dalam tubuh partai mulai
membesar. Komunikasi internal kini juga tidak berfungsi.
Ketua
partai CSU di Bayern yang merupakan gandengan CDU, Horst Seehofer,
bahkan sudah melontarkan ancaman bernada keras serta ultimatum kepada
Merkel untuk secepatnya membatasi jumlah pengungsi yang diterima di
negara bagiannya.
Para analis politik menyatakan, krisis
pengungsi sudah mencapai satu titik kulminasi. Ketangguhan seluruh
tatanan Uni Eropa diuji. Kondisi ini sekaligus mengguncang politik dalam
negeri Jerman serta klaim Kanselir Merkel sebagai tokoh terkemuka di
Eropa.
Credit
Kompas.com