Ilustrasi senjata (Thinkstock/Gsagi)
Jakarta, CB
--
Inggris kini menjadi negara penjual senjata terbesar
kedua di dunia, dengan dua pertiga total penjualan senjata negara itu
dikirim ke negara-negara Timur Tengah yang berkonflik.
Menurut
laporan lembaga nirlaba pemerhati HAM di Amerika Serikat, Freedom House,
Inggris telah menjual senjata kepada 39 dari 51 negara berkonflik sejak
2010, dan ke 22 dari 30 negara yang termasuk dalam daftar negara
pelanggar HAM yang disusun pemerintah Inggris.
Media Inggris,
The Independent,
melaporkan pada Senin (5/9) bahwa sekitar dua pertiga total senjata di
Inggris selama satu periode terakhir dijual ke negara-negara di Timur
Tengah, secara tidak langsung dianggap turut meningkatkan ancaman teror
ke Inggris dan negara barat lainnya.
Sementara itu, statistik
yang dikeluarkan oleh Dinas Perdagangan dan Investasi Inggris, lembaga
yang mempromosikan aktivitas ekspor Inggris, menunjukkan bahwa Inggris
menjual lebih banyak senjata ketimbang Rusia, China, Perancis, dan
negara lainnya selama sepuluh tahun terakhir. Hanya Amerika Serikat yang
mengungguli Inggris dalam ekspor senjata.
"Inggris menjadi salah satu negara tersukses dalam ekspor alat
pertahanan, menempati urutan kedua dalam sepuluh tahun terakhir, membuat
Inggris memimpin dalam aktivitas ekspor alat pertahanan di Eropa,"
menurut laporan yang dirilis pada musim panas ini.
Menteri, yang
mengeluarkan izin ekspor senjata, mengatakan sistem saat ini kuat dan
mereka telah mencabut izin untuk ekspor alat pertahanan sebelumnya untuk
Rusia dan Ukraina.
Akan tetapi, pemerintah Inggris juga
mengabaikan seruan untuk menghentikan penjualan senjata ke sejumlah
rezim otoriter, seperti Arab Saudi yang dituduh melakukan kejahatan
perang dalam operasi militer melawan militan Houthi di Yaman.
Baik
Parlemen Eropa maupun Komite Pembangunan Internasional Majelis Rendah
Inggris, sudah mengimbau agar ekspor ke negara-negara tersebut
dihentikan, namun pemerintah Inggris mengelak dengan alasan belum ada
bukti kejahatan dari perang yang diluncurkan Arab Saudi.
Padahal,
koalisi serangan udara pimpinan Saudi dituding membombardir beberapa
rumah sakit internasional yang dibiayai oleh lembaga amal Dokter Lintas
Batas (MSF), sejumlah sekolah, dan yang teranyar, pesta pernikahan.
Pabrik makanan juga menjadi sasaran serangan pengeboman, sehingga Yaman
menghadapi krisis bahan pangan.
Kelompok pemerhati HAM
melaporkan terdapat bukti bahwa koalisi pimpinan Saudi dengan sengaja
menyerang masyarakat sipil dalam usaha mereka memberangus militan
Houthi.
Aktivis dari Kampanye Anti Perdagangan Senjata, Andrew
Smith mengingatkan, ketergantungan pemasukan Inggris dari ekspor senjata
pada rezim-rezim diktator, cenderung membuat Inggris turut andil dalam
kejahatan HAM.
"Data-data (penjualan senjata) yang mengerikan ini
menunjukkan kemunafikan pada inti kebijakan luar negeri Inggris.
Pemerintah selalu menyerukan dukungan terhadap HAM dan demokrasi, tapi
mereka mempersenjatai dan mendukung beberapa rezim kediktatoran di
dunia. Dampak dari penjualan senjata Inggris dapat dilihat secara nyata
di Yaman, dimana jet tempur dan bom buatan Inggris menjadi pusat
penghancuran yang dilakukan koalisi Arab Saudi," katanya.
"Rezim
(diktator) ini tidak hanya membeli senjata, mereka juga membeli dukungan
politik dan legitimasi. Bagaimana mungkin Inggris menindak pelanggaran
HAM di negara-negara tersebut, saat Inggris mendapat keuntungan dari
mereka?" ujar Smith.
"Tidak mungkin ada aturan pengendalian
senjata di wilayah perang , dan tidak ada cara untuk mengetahui
bagaimana senjata-senjata tersebut akan digunakan. Fakta mengenai
banyaknya senjata yang dijual ke Rusia dan Libya merupakan peringatan
bahwa umur penggunaan senjata itu sendiri lebih panjang dari pada jangka
waktu pemerintah yang menjual itu berkuasa," tuturnya.
Terkait
hal ini, juru bicara pemerintah Inggris mengatakan bahwa kontrol
penggunaan senjata ekspor yang mereka terapkan cukup ketat.
"Pemerintah
memberlakukan kontrol terhadap senjata ekspor mereka dengan sangat
serius. Kami memeriksa setiap kemungkinan terjadinya pencaloan pada izin
penggunaan senjata secara kasus per kasus, merujuk pada Kriteria
Perizinan Ekspor Senjata yang disetujui oleh Konsolidasi Eropa dan
Nasional," bunyi pernyatan pemerintah Inggris.
"Izin ekspor
senjata mengharuskan kami untuk mempertimbangkan bagaimana peralatan
tersebut akan digunakan oleh pemakai dan risiko pelanggaran hak asasi
manusia merupakan bagian penting dari penilaian kami. Kami menyadari
pendekatan ini sulit untuk diterapkan, namun jika ada korban dan
membutuhkan tindakan lebih lanjut, kami mempunyai kuasa untuk melakukan
tindakan dengan dasar hukum yang ada," bunyi pernyataan itu.
Credit
CNN Indonesia