Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. (Kayhan Ozer/Presidential Palace/Handout via REUTERS)
Jakarta, CB -- Pemerintah Turki meminta Amerika Serikat menghormati kerja sama strategis mereka, menanggapi gertakan Presiden Donald Trump
yang bakal menghancurkan perekonomian negara itu jika berani menyerang
etnis Kurdi. Turki tetap berpendirian sejumlah organisasi Kurdi tergolong teroris, meski AS menganggapnya sebagai sekutu.
"Teroris tidak dapat menjadi mitra dan sekutu Anda, @realDonaldTrump. Turki berharap AS dapat menghormati kemitraan strategis kami dan tidak menghalanginya dengan propaganda teroris," cuit juru bicara kepresidenan, Ibrahim Kalin, melalui akun Twitternya, seperti dilansir Reuters, Senin (14/1).
Dalam cuitan yang berbeda, Kalin juga menekankan Turki akan melawan segala bentuk aksi terorisme, dan bukan menyerang etnis Kurdi.
"Teroris tidak dapat menjadi mitra dan sekutu Anda, @realDonaldTrump. Turki berharap AS dapat menghormati kemitraan strategis kami dan tidak menghalanginya dengan propaganda teroris," cuit juru bicara kepresidenan, Ibrahim Kalin, melalui akun Twitternya, seperti dilansir Reuters, Senin (14/1).
Dalam cuitan yang berbeda, Kalin juga menekankan Turki akan melawan segala bentuk aksi terorisme, dan bukan menyerang etnis Kurdi.
"Menyamakan Kurdi Suriah dengan PKK, yang ada dalam daftar teroris AS dan PYD/YPG cabang Suriah, merupakan kesalahan yang fatal. Turki akan melawan terorisme, bukan Kurdi. Kami akan melindungi Kurdi dan warga Suriah lainnya dari semua ancaman teroris," lanjut Kalin.
Cuitan-cuitan tersebut ditujukan langsung kepada Trump, membalas cuitan dalam akun Twitternya kepada Turki.
Turki memandang kelompok suku Kurdi yang mempunyai sayap politik Partai Pekerja Kurdi (PKK), dan sayap militer mereka yaitu Peshmerga, YPJ, dan YPG sebagai organisasi teroris. Di Suriah, mereka turut terlibat dalam perang saudara melawan rezim Presiden Bashar al-Assad dan bertempur melawan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Etnis Kurdi selama ini bergantung dari bantuan senjata dari AS untuk menahan serangan dari Turki dan ISIS.
Penasihat keamanan nasional AS, John Bolton, mengatakan penarikan pasukan akan bergantung pada keputusan Turki untuk tidak menyerang Kurdi begitu pasukan AS meninggalkan Suriah.
Keputusan Trump menarik seluruh pasukan dari medan perang di Suriah pada Desember 2018 lalu sudah mulai dilakukan. Pada pekan lalu, sebagian dari pasukan AS di Suriah dilaporkan mulai mengemasi sejumlah peralatan tempur. Trump meminta penarikan pasukan dilakukan bertahap dengan tenggat maksimal empat bulan.
Meski begitu, ada kemungkinan sejumlah peralatan militer AS akan diwariskan kepada petempur Kurdi, karena posisi mereka semakin terdesak setelah AS hengkang dari Suriah. Mereka harus menghadapi Iran, ISIS, Rusia, Suriah dan Turki.
Credit cnnindonesia.com