DOHA
- Menjelang pertemuan OPEC di markas besarnya di Wina, Austria, pada 6
Desember mendatang, kabar mengejutkan datang dari Qatar. Bakal tuan
rumah Piala Dunia FIFA 2022 tersebut mengumumkan penarikan diri dari
OPEC.
Melansir dari CNBC, Senin (3/12/2018), Menteri Energi Qatar, Saad al-Kaabi, mengatakan negaranya akan menarik diri dari OPEC terhitung 1 Januari 2019. Keputusan ini mengakhiri keanggotaan Qatar selama 57 tahun. Qatar sendiri bergabung ke OPEC pada 1961, setahun setelah organisasi ini berdiri.
Saad al-Kaabi mengatakan keputusan ini tidak ada kaitannya dengan boikot politik dan ekonomi yang telah berlangsung 18 bulan yang dilancarkan Arab Saudi. Ia menjelaskan, keputusan keluar dari OPEC untuk meningkatkan strategi jangka panjang dan kedudukan Qatar di kancah global.
Qatar merupakan produsen minyak terkecil di OPEC, bila dibandingkan dengan “sang pemimpin” Arab Saudi. Negara Teluk tersebut memproduksi minyak mentah sekitar 600.000 barel per hari. Namun, negara beribukota Doha itu dikenal sebagai salah satu penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia.
Keputusan Qatar keluar dari OPEC mengejutkan dan menjadi pemberitaan media massa internasional. “Keputusan Qatar menarik diri dari OPEC sangat mengejutkan, (meski bukan produsen utama) tapi keputusan ini berdampak signifikan terhadap pasar minyak,” ujar Peter Kiernan, analis energi utama di Economist Intelligence Unit kepada CNBC.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan anggota non-OPEC yaitu Rusia berencana mengadakan pertemuan di Wina, Austria, pada Kamis pekan ini, dengan tujuan mencapai kesepakatan dalam rencana pemangkasan produksi demi mendongkrak harga minyak.
Harga si emas hitam telah jatuh lebih dari 25% sejak naik ke puncak empat tahun pada awal Oktober. Kejatuhan harga minyak disebabkan kelebihan pasokan imbas produksi besar-besaran dari Amerika Serikat, Rusia dan Arab Saudi. Selain itu, harga minyak jatuh akibat kekhawatiran melembatnya pertumbuhan ekonomi global imbas perseteruan dagang AS dengan China.
Melansir dari CNBC, Senin (3/12/2018), Menteri Energi Qatar, Saad al-Kaabi, mengatakan negaranya akan menarik diri dari OPEC terhitung 1 Januari 2019. Keputusan ini mengakhiri keanggotaan Qatar selama 57 tahun. Qatar sendiri bergabung ke OPEC pada 1961, setahun setelah organisasi ini berdiri.
Saad al-Kaabi mengatakan keputusan ini tidak ada kaitannya dengan boikot politik dan ekonomi yang telah berlangsung 18 bulan yang dilancarkan Arab Saudi. Ia menjelaskan, keputusan keluar dari OPEC untuk meningkatkan strategi jangka panjang dan kedudukan Qatar di kancah global.
Qatar merupakan produsen minyak terkecil di OPEC, bila dibandingkan dengan “sang pemimpin” Arab Saudi. Negara Teluk tersebut memproduksi minyak mentah sekitar 600.000 barel per hari. Namun, negara beribukota Doha itu dikenal sebagai salah satu penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia.
Keputusan Qatar keluar dari OPEC mengejutkan dan menjadi pemberitaan media massa internasional. “Keputusan Qatar menarik diri dari OPEC sangat mengejutkan, (meski bukan produsen utama) tapi keputusan ini berdampak signifikan terhadap pasar minyak,” ujar Peter Kiernan, analis energi utama di Economist Intelligence Unit kepada CNBC.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan anggota non-OPEC yaitu Rusia berencana mengadakan pertemuan di Wina, Austria, pada Kamis pekan ini, dengan tujuan mencapai kesepakatan dalam rencana pemangkasan produksi demi mendongkrak harga minyak.
Harga si emas hitam telah jatuh lebih dari 25% sejak naik ke puncak empat tahun pada awal Oktober. Kejatuhan harga minyak disebabkan kelebihan pasokan imbas produksi besar-besaran dari Amerika Serikat, Rusia dan Arab Saudi. Selain itu, harga minyak jatuh akibat kekhawatiran melembatnya pertumbuhan ekonomi global imbas perseteruan dagang AS dengan China.
Kini,
harapan terhadap harga minyak kembali berkembang, seiring rencana
pemangkasan produksi dan gencatan perdagangan AS dengan China. Adapun
harga minyak mentah internasional, Brent diperdagangkan naik 4,7%
menjadi USD62,25 per barel pada pukul 6:40 waktu London. Sementara harga
minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate naik 5% menjadi
USD53,53 per barel.
Credit sindonews.com