Kamis, 18 Oktober 2018

Pembantaian Massal Crimea, Putin: Ini Jelas Kejahatan!



Pembantaian Massal Crimea, Putin: Ini Jelas Kejahatan!
Presiden Rusia Vladimir Vladimorvich Putin. Foto/REUTERS

MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin mengutuk pembantaian massal di sebuah sekolah teknik di Kerch, Crimea, pada hari Rabu. Sekitar 18 orang tewas setelah rentetan ledakan dan hujan tembakan terjadi di sekolah tersebut.

Putin sedang melakukan pertemuan dengan pemimpin Mesir di selatan resor Sochi saat serangan mengerikan yang melibatkan seorang siswa itu terjadi.



"Ini jelas merupakan kejahatan!," kata Putin. "Motifnya akan diselidiki secara hati-hati," ujarnya, seperti dikutip Reuters, Kamis (18/10/2018).

Dewan Eropa menyampaikan belasungkawa atas tragedi di Kerch, Crimea.

"Menghancurkan. Tragis. Tidak ada yang sepenting nyawa anak-anak kami. Kami menyampaikan belasungkawa kami kepada semua orang yang dekat dengan para korban," kata juru bicara Dewan Eropa Daniel Holgen kepada Sputnik atas nama Sekretaris Jenderal Thorbjorn Jagland.


Wakil Perdana Menteri Italia Matteo Salvini mengucapkan belasungkawa kepada keluarga korban dalam serangan di Kerch.

"Saya menyampaikan belasungkawa kepada keluarga orang-orang yang terbunuh hari ini selama serangan teroris ini di sekolah tinggi di Kerch. Ini sangat mengkhawatirkan saya," kata Salvini.

Kanselir Jerman Angela Merkel juga menyampaikan belasungkawa. "Laporan yang menghancurkan tentang serangan terhadap sebuah sekolah di Crimea; Kanselir Merkel berduka atas banyak nyawa muda yang hilang. Simpati kami tertuju ke keluarga para korban dan semua yang terluka," kata juru bicara pemerintah Jerman, Steffen Seibert, di Twitter.

Pembantaian di sekolah itu dimulai dengan rentetan ledakan dan berlanjut dengan "hujan" tembakan. Sebanyak 18 orang tewas termasuk salah satu pelaku yang melakukan aksi bunuh diri.

Direktur sekolah, Olga Grebennikova, meyakini pelaku lebih dari satu orang. Dia menggambarkan adegan mengerikan yang dia lihat ketika dia memasuki gedung kampus setelah serangan terjadi. 

"Ada mayat di mana-mana, tubuh anak-anak di mana-mana. Itu adalah tindakan terorisme yang nyata. Mereka meledakkan dalam lima atau 10 menit setelah saya pergi. Mereka meledakkan segala sesuatu di aula, kaca berterbangan," kata Grebennikova, yang dikutip Reuters.

"Mereka kemudian berlari melemparkan semacam peledak ke sekeliling, dan kemudian berlari mengelilingi lantai dua dengan senjata, membuka pintu kantor, dan membunuh siapa pun yang bisa mereka temukan," ujarnya.

Crimea saat ini merupakan wilayah Rusia setelah dianeksasi dari Ukraina pada tahun 2014. Aneksasi ini tak pernah diakui Ukraina dan negara-negara Barat. 

Pihak berwenang Rusia menyatakan pembantaian terjadi ketika seorang siswa 18 tahun bernama Vladislav Roslyakov masuk ke sebuah ruangan dan menembaki sesama murid. Roslyakov kemudian bunuh diri.

Sebelum Roslyakov beraksi, rentetan ledakan terdengar keras di sekolah tersebut. Investigator Rusia menemukan jasad Roslyakov di lokasi kejadian dengan tubuh luka tembak yang ditimbulkannya sendiri.

Sejauh ini belum ada petunjuk langsung tentang motif pembantaian massal ini. Serangan tersebut mengingatkan kembali pada penembakan serupa yang dilakukan oleh siswa di sekolah-sekolah Amerika Serikat.

Banyak korban dari serangan adalah siswa remaja. Tubuh mereka rata-rata terkena pecahan peluru dan luka tembak.



Credit  sindonews.com