WASHINGTON
- Presiden Donald John Trump mengatakan Arab Saudi harus membayar jika
ingin pasukan Amerika Serikat (AS) tetap tinggal di Suriah. Komentar
tersebut muncul setelah Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman
keberatan dengan rencana penarikan pasukan Washington dengan alasan
untuk membendung pengaruh Iran di Timur Tengah.
"Kami hampir menyelesaikan tugas itu (mengalahkan ISIS) dan kami akan membuat tekad sangat cepat, berkoordinasi dengan orang lain di daerah itu, seperti apa yang akan kami lakukan," kata Trump saat konferensi pers bersama tiga pemimpin negara Baltik di Gedung Putih pada hari Selasa waktu Washington.
"Arab Saudi sangat tertarik dengan keputusan kami, dan saya berkata, 'Ya, Anda tahu, Anda ingin kami tinggal, mungkin Anda harus membayar'," ujar Trump.
Sebelumnya, pemimpin Amerika ini berbicara dengan Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz al-Saud, melalui telepon untuk membahas berbagai masalah regional, termasuk rencana perdamaian antara Israel dan Palestina dan peluang untuk memperkuat kemitraan strategis Amerika-Saudi.
Meski Trump meminta Riyadh mendanai operasional pasukan AS di Suriah, Gedung Putih dalam sebuah pernyataan tidak menyinggung masalah pendanaan tersebut.
Ketika melakukan pembicaraan dengan Putra Mahkota Saudi pada 20 Maret 2018 lalu, pemimpin Gedung Putih itu juga tidak membahas rencananya untuk menarikan pasukan Amerika dari wilayah Suriah.
Rencana Trump sejatinya juga bertentangan dengan retorika para pejabat top AS lainnya. Menteri Pertahanan James Norman Mattis dan mantan Menteri Luar Negeri Rex Tillerson pernah menjanjikan kehadiran abadi pasukan AS di Suriah pada tahun lalu.
Tapi Trump menegaskan kembali seruannya untuk mengakhiri kehadiran pasukan Pentagon di negeri Presiden Bashar al-Assad tersebut, setelah dia membuat pernyataan serupa di sebuah acara di Ohio pekan lalu.
"Saya ingin keluar. Saya ingin membawa pasukan kami kembali ke rumah," kata Trump.
"Kami melakukan banyak hal di negara ini, kami melakukannya untuk banyak alasan, tetapi itu sangat mahal untuk negara kami, dan itu membantu negara-negara lain lebih banyak daripada membantu kami," ujarnya.
Trump juga mencerca soal intervensi AS yang sedang berlangsung di Timur Tengah dan biayanya yang terus meningkat.
"Anggap saja, USD7 triliun selama periode 17 tahun. Kita tidak punya apa-apa. Tidak ada apa-apa kecuali kematian dan kehancuran. Ini hal yang mengerikan. Jadi ini sudah waktunya. Ini saatnya," imbuh Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih, seperti dikutip Al Jazeera, semalam (4/4/2018).
"Kami sangat sukses melawan ISIS. Kami akan berhasil melawan siapa pun secara militer. Tapi kadang-kadang sudah waktunya untuk pulang. Dan kami memikirkan hal itu dengan sangat serius."
"Kami hampir menyelesaikan tugas itu (mengalahkan ISIS) dan kami akan membuat tekad sangat cepat, berkoordinasi dengan orang lain di daerah itu, seperti apa yang akan kami lakukan," kata Trump saat konferensi pers bersama tiga pemimpin negara Baltik di Gedung Putih pada hari Selasa waktu Washington.
"Arab Saudi sangat tertarik dengan keputusan kami, dan saya berkata, 'Ya, Anda tahu, Anda ingin kami tinggal, mungkin Anda harus membayar'," ujar Trump.
Sebelumnya, pemimpin Amerika ini berbicara dengan Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz al-Saud, melalui telepon untuk membahas berbagai masalah regional, termasuk rencana perdamaian antara Israel dan Palestina dan peluang untuk memperkuat kemitraan strategis Amerika-Saudi.
Meski Trump meminta Riyadh mendanai operasional pasukan AS di Suriah, Gedung Putih dalam sebuah pernyataan tidak menyinggung masalah pendanaan tersebut.
Ketika melakukan pembicaraan dengan Putra Mahkota Saudi pada 20 Maret 2018 lalu, pemimpin Gedung Putih itu juga tidak membahas rencananya untuk menarikan pasukan Amerika dari wilayah Suriah.
Rencana Trump sejatinya juga bertentangan dengan retorika para pejabat top AS lainnya. Menteri Pertahanan James Norman Mattis dan mantan Menteri Luar Negeri Rex Tillerson pernah menjanjikan kehadiran abadi pasukan AS di Suriah pada tahun lalu.
Tapi Trump menegaskan kembali seruannya untuk mengakhiri kehadiran pasukan Pentagon di negeri Presiden Bashar al-Assad tersebut, setelah dia membuat pernyataan serupa di sebuah acara di Ohio pekan lalu.
"Saya ingin keluar. Saya ingin membawa pasukan kami kembali ke rumah," kata Trump.
"Kami melakukan banyak hal di negara ini, kami melakukannya untuk banyak alasan, tetapi itu sangat mahal untuk negara kami, dan itu membantu negara-negara lain lebih banyak daripada membantu kami," ujarnya.
Trump juga mencerca soal intervensi AS yang sedang berlangsung di Timur Tengah dan biayanya yang terus meningkat.
"Anggap saja, USD7 triliun selama periode 17 tahun. Kita tidak punya apa-apa. Tidak ada apa-apa kecuali kematian dan kehancuran. Ini hal yang mengerikan. Jadi ini sudah waktunya. Ini saatnya," imbuh Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih, seperti dikutip Al Jazeera, semalam (4/4/2018).
"Kami sangat sukses melawan ISIS. Kami akan berhasil melawan siapa pun secara militer. Tapi kadang-kadang sudah waktunya untuk pulang. Dan kami memikirkan hal itu dengan sangat serius."
Perang Amerika melawan ISIS di Suriah dimulai pada tahun 2014 atau di era pemerintahan Presiden Barack Obama. Operasi Washington bersama koalisi internasional tersebut meluas hingga ke Irak
Credit sindonews.com