Sabtu, 14 April 2018

Rusia Tuduh Inggris Manipulasi Laporan Serangan Kimia Suriah





Tembakan anti-pesawat tempur terlihat di langit Damaskus setelah AS meluncurkan serangan di Suriah, pada Sabtu dini hari (14/4). Donald Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah sebagai tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia.

Tembakan anti-pesawat tempur terlihat di langit Damaskus setelah AS meluncurkan serangan di Suriah, pada Sabtu dini hari (14/4). Donald Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah sebagai tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia.
Foto: AP Photo/Hassan Ammar 
 
Rusia membantah ada serangan senjata kimia di Suriah.
 
 
CB, MOSKOW -- Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan Inggris ikut mengarang laporan soal serangan senjata kimia di kota Douma, Suriah. Inggris serta sekutu-sekutunya menuduh Damaskus melakukan serangan itu ke Douma dan saat ini sedang mempertimbangkan untuk melancarkan aksi militer terhadap Suriah sebagai tanggapan.
Suriah dan sekutu utamanya, Rusia, membantah ada serangan kimia. Kremlin pada Rabu mengatakan bahwa Amerika Serikat telah mengada-ada soal serangan kimia di wilayah itu. Rusia memperingatkan agar karangan cerita itu tak sampai dijadikan pembenaran untuk melakukan aksi militer.
Dalam suatu pertemuan yang disiarkan televisi pada Jumat (13/4), Kementerian Pertahanan Rusia mengulang sikap pemerintah bahwa serangan itu palsu. Kementerian tersebut menambahkan bahwa pihaknya memiliki bukti bahwa Inggris telah berpartisipasi dalam membuat karangan itu.
"Kami memiliki... bukti yang menunjukkan bahwa Inggris secara langsung terlibat dalam pengaturan provokasi ini," kata juru bicara kementerian pertahanan Igor Konashenkov.
Konashenkov mengatakan Rusia tahu dengan pasti bahwa antara 3-6 April, Helm Putih berada "di bawah tekanan keras terutama dari London untuk sesegera mungkin membuat provokasi yang telah direncanakan ini." Helm Putih yang dimaksudnya adalah kelompok yang menolong para warga sipil di wilayah yang dikuasai oposisi di Suriah. Duta Besar Inggris untuk Perserikatan Bangsa-bangsa, Karen Pierce, membantah Inggris terlibat.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID