Senin, 16 April 2018

Myanmar Klaim Pulangkan Keluarga Pengungsi Rohingya Pertama



Myanmar Klaim Pulangkan Keluarga Pengungsi Rohingya Pertama
Kondisi pengungsi Rohingya di kamp penampungan di Bangladesh. Foto/Istimewa


YANGON - Myanmar, Sabtu (14/4/2018), memulangkan keluarga Rohingya pertama dari hampir 700 ribu pengungsi yang melarikan diri ke Bangladesh. Pemulangan ini dilakukan setelah pembicaraan selama berbulan-bulan dengan Dhaka dan di tengah peringatan PBB bahwa negara itu belum siap untuk menerima kembali pengungsi Rohingya.

Para pengungsi Rohingya melarikan diri telah melaporkan pembunuhan, perkosaan dan pembakaran dalam skala besar. Amerika Serikat dan PBB telah menggambarkan operasi militer Myanmar sebagai pembersihan etnis.

Myanmar membantah hampir semua tuduhan, dan mengatakan pihaknya melancarkan operasi kontra-pemberontakan yang sah. Militer mengatakan tindakan kerasnya dipicu oleh serangan militan Rohingya di lebih dari dua lusin pos polisi dan pangkalan militer Agustus lalu.

Myanmar dan Bangladesh pada bulan Januari setuju untuk menyelesaikan repatriasi sukarela para pengungsi dalam dua tahun. Myanmar mendirikan dua pusat penerimaan dan apa yang dikatakan sebagai sebuah kamp sementara di dekat perbatasan di Rakhine untuk menerima kedatangan pertama.

"Lima anggota keluarga Muslim datang ke pusat penerimaan Taungpyoletwea di negara bagian Rakhine pagi ini," kata pemerintah Myanmar dalam sebuah pernyataan pada Sabtu malam seperti dikutip dari Reuters, Minggu (15/4/2018).

"Anggota keluarga diperiksa oleh petugas imigrasi serta departemen kesehatan dan kesejahteraan sosial, bantuan dan pelayanan pemukiman memberikan mereka bahan-bahan seperti beras, kelambu, selimut, t-shirt, longyis (sarung Burma) dan peralatan dapur," sambung pernyataan itu.

Pernyataan tersebut menambahkan bahwa anggota keluarga yang "sejalan dengan aturan" dikeluarkan Kartu Verifikasi Nasional (NVC) setelah memasuki Myanmar.

NVC adalah bagian dari upaya berkelanjutan pemerintah untuk mendaftarkan Rohingya yang gagal mendapatkan kewarganegaraan. Kartu tersebut telah ditolak secara luas oleh para pemimpin komunitas Rohingya, yang mengatakan mereka memperlakukan penduduk seumur hidup seperti imigran baru.

Sebagian besar orang Myanmar menganggap Rohingya sebagai imigran yang tidak diinginkan dari Bangladesh. Sementara tentara menyebut mereka sebagai "orang Bengali".

Pekan lalu, pejabat paling senior PBB mengunjungi Myanmar tahun. Asisten Sekretaris Jenderal Urusan Kemanusiaan, Ursula Mueller, mengatakan kondisi di Myanmar tidak kondusif bagi kembalinya para pengungsi.

Ia menyebutkan kurangnya akses ke layanan kesehatan, kekhawatiran di kalangan Rohingya tentang perlindungan dan berlanjutnya pemindahan. Ia juga menggambarkan kondisi di kamp-kamp pengungsi internal dari serangan kekerasan sebelumnya sebagai "menyedihkan".


Sementara itu beberapa kapal yang membawa etnis Rohingya dari bagian negara Rakhine yang dilanda kekerasan telah meninggalkan Myanmar dalam beberapa bulan terakhir. Keberangkatan dikonfirmasi terbaru terjadi pada hari Kamis. 





Credit  sindonews.com