Kamis, 14 Desember 2017

Singapura Sebut Mantan Pejabat Indonesia Keliru Mengartikan FIR



Singapura Sebut Mantan Pejabat Indonesia Keliru Mengartikan FIR
Anil Kumar Nayar, Duta Besar Singapura untuk Indonesia. TEMPO/Jati Mahatmaji

CB, Jakarta - Duta Besar Singapura untuk Indonesia mengatakan mantan perwira angkatan udara Indonesia telah keliru mengartikan fakta saat berbicara tentang Singapore Flight Information Region (FIR).
"Komentar mereka, seperti diberitakan, salah mengartikan fakta. Pertama, administrasi FIR bukanlah masalah kedaulatan," kata Anil Kumar Nayar. Suratnya kepada stasiun televisi MetroTVnews telah diposting di Facebook kedutaan Singapura pada hari Selasa, 12 Desember 2017.

"Ini didasarkan pada pertimbangan operasional dan teknis untuk menyediakan layanan kontrol lalu lintas udara yang efektif."

Laporan di MetroTVnews.com pada 30 November berjudul "Pemerintah Harus Segera Kendalikan Penerbangan di Langit Kepri", mengacu pada langit di atas provinsi Kepulauan Riau.
Laporan ini memuat komentar mantan Kepala Staf Angkatan Udara Indonesia, Marsekal Muda(Purnawirawan) Chappy Hakim dan Marsekal Muda (Purnawirawan) Koesnadi Kardi, yang merupakan pengajar di Universitas Indonesia.
"Masalah rumit ini berada di bawah lingkup International Civil Aviation Organization (ICAO), yang melibatkan negara-negara lain dan konsumen yang dilindungi oleh FIR internasional," kata duta besar Singapura ini, seperti yang dilansir Straits Times pada Selasa, 12 Desember 2017.
Anil Kumar menambahkan bukanlah hal "tidak biasa" bagi otoritas lalu lintas udara dari suatu negara untuk menyediakan layanan pengelolaan lalu lintas udara di wilayah udara negara lain.
"Indonesia, misalnya, menyediakan layanan pengelolaan lalu lintas udara di wilayah udara milik negara lainnya."
Mengacu pada komentar Koesnadi bahwa Indonesia saat ini ... hanya menerima sepotong kue dari pendapatan Route Air Navigation Services (RANS), Anil Kumar mengatakan ini tidak tepat.
"Semua biaya RANS yang dikumpulkan oleh Singapura atas nama Indonesia dikirim ke Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (DGCA) Indonesia, dikurangi biaya transfer bank," tambahnya.
Chappy Hakim dan Koesnadi sebelumnya menilai kedaulatan negara Indonesia khususnya di wilayah udara Kepulauan Riau (Batam dan Natuna) tidak ada. Sebab menurut keduanya pengaturan lalu lintas penerbangan di wilayah itu masih dikendalikan Singapura.



Credit  TEMPO.CO