Las Vegas (CB) - Mesin permainan masih berdering dan
minumannya masih terus mengalir tapi pesta tersebut tidak terasa sama di
Las Vegas Strip yang terkenal di dunia pada Senin malam.
Hanya 24 jam setelah seorang pria bersenjata melakukan penembakan massal paling berdarah dalam sejarah Amerika Serikat modern.
Suasana hati yang muram itu terutama terasa di Mandalay Bay Resort and Casino, di mana polisi mengatakan seorang pensiunan dengan senjata api menembakkan ratusan peluru ke kerumunan penonton konser di bawah kamarnya, menewaskan sedikitnya 59 orang dan melukai lebih dari 500 orang.
Hening merebak di lobi hotel Mandalay yang pada waktu normal, sibuk dengan kegembiraan hampir setiap jam baik siang atau malam. Penjudi yang berteriak-teriak, para pengunjung dengan koktail besar, kalangan atas yang keluar untuk menikmati malam yang mahal, tak satu pun tampak malam itu.
Sebagai gantinya, beberapa penjudi soliter duduk dengan mata berkaca-kaca di depan mesin slot di lobi. Empat petugas keamanan segera membawa seorang reporter Reuters keluar saat dia mencoba mewawancarai seorang tamu kasino.
"Sungguh menakutkan, orang-orang mencoba menikmatinya, tapi ada awan yang menggantung di atas kota sekarang," kata Greg Hartnett, 31, yang melancong ke Las Vegas untuk menikmati kunjungan pertamanya di Vegas pada hari sebelumnya.
Hartnett, yang tinggal di dekat lokasi pembantaian 32 orang di universitas Virginia Tech, mengatakan bahwa peristiwa pada Minggu mengingatkannya pada penembakan massal saat itu.
"Itu benar-benar menunjukkan sisi gelap umat manusia," katanya.
Sopir taksi Vegas Alex Sanchez mengatakan bahwa penumpangnya tidak banyak bicara seperti biasanya, dan ada lebih sedikit mobil di jalan.
"Orang-orang datang ke sini untuk melarikan diri. Mereka ingin meninggalkan tekanan mereka," kata Sanchez. "Dan ini benar-benar meredamnya."
Meskipun secara keseluruhan suram, orang-orang di sepanjang jalan utama tampak lebih siap untuk berbagi senyuman dengan orang asing.
"Saya sudah berterima kasih kepada setiap petugas polisi yang saya lihat," kata Hartnett. "Saya merasa seperti itu membawa orang bersama-sama.
Para wakil Sheriff dan sepeda motor putih berkilauan diparkir di trotoar dalam upaya untuk menunjukkan kekuatan, mungkin dimaksudkan untuk meyakinkan para turis yang cemas.
"Terima kasih untuk tadi malam," teriak seorang wanita yang lewat.
Sementara itu polisi mengidentifikasi pelaku, yang bertindak seorang diri, sebagai Stephen Craig Paddock (64), pria kulit putih dari Mesquite, Negara Bagian Nevada.
Presiden AS Donald Trump pada Senin (2/10) menyebut penembakan massal dalam satu konser di Las Vegas sehingga menewaskan lebih dari 50 orang sebagai "perbuatan kejahatan murni".
"Dalam mengenang korban, saya telah menginstruksikan pengibaran bendera kita setengah tiang," kata Presiden AS itu di dalam pernyataan yang ditayangkan televisi seperti dikutip Reuters.
Hanya 24 jam setelah seorang pria bersenjata melakukan penembakan massal paling berdarah dalam sejarah Amerika Serikat modern.
Suasana hati yang muram itu terutama terasa di Mandalay Bay Resort and Casino, di mana polisi mengatakan seorang pensiunan dengan senjata api menembakkan ratusan peluru ke kerumunan penonton konser di bawah kamarnya, menewaskan sedikitnya 59 orang dan melukai lebih dari 500 orang.
Hening merebak di lobi hotel Mandalay yang pada waktu normal, sibuk dengan kegembiraan hampir setiap jam baik siang atau malam. Penjudi yang berteriak-teriak, para pengunjung dengan koktail besar, kalangan atas yang keluar untuk menikmati malam yang mahal, tak satu pun tampak malam itu.
Sebagai gantinya, beberapa penjudi soliter duduk dengan mata berkaca-kaca di depan mesin slot di lobi. Empat petugas keamanan segera membawa seorang reporter Reuters keluar saat dia mencoba mewawancarai seorang tamu kasino.
"Sungguh menakutkan, orang-orang mencoba menikmatinya, tapi ada awan yang menggantung di atas kota sekarang," kata Greg Hartnett, 31, yang melancong ke Las Vegas untuk menikmati kunjungan pertamanya di Vegas pada hari sebelumnya.
Hartnett, yang tinggal di dekat lokasi pembantaian 32 orang di universitas Virginia Tech, mengatakan bahwa peristiwa pada Minggu mengingatkannya pada penembakan massal saat itu.
"Itu benar-benar menunjukkan sisi gelap umat manusia," katanya.
Sopir taksi Vegas Alex Sanchez mengatakan bahwa penumpangnya tidak banyak bicara seperti biasanya, dan ada lebih sedikit mobil di jalan.
"Orang-orang datang ke sini untuk melarikan diri. Mereka ingin meninggalkan tekanan mereka," kata Sanchez. "Dan ini benar-benar meredamnya."
Meskipun secara keseluruhan suram, orang-orang di sepanjang jalan utama tampak lebih siap untuk berbagi senyuman dengan orang asing.
"Saya sudah berterima kasih kepada setiap petugas polisi yang saya lihat," kata Hartnett. "Saya merasa seperti itu membawa orang bersama-sama.
Para wakil Sheriff dan sepeda motor putih berkilauan diparkir di trotoar dalam upaya untuk menunjukkan kekuatan, mungkin dimaksudkan untuk meyakinkan para turis yang cemas.
"Terima kasih untuk tadi malam," teriak seorang wanita yang lewat.
Sementara itu polisi mengidentifikasi pelaku, yang bertindak seorang diri, sebagai Stephen Craig Paddock (64), pria kulit putih dari Mesquite, Negara Bagian Nevada.
Presiden AS Donald Trump pada Senin (2/10) menyebut penembakan massal dalam satu konser di Las Vegas sehingga menewaskan lebih dari 50 orang sebagai "perbuatan kejahatan murni".
"Dalam mengenang korban, saya telah menginstruksikan pengibaran bendera kita setengah tiang," kata Presiden AS itu di dalam pernyataan yang ditayangkan televisi seperti dikutip Reuters.
Credit antaranews.com