BEIJING
- Pesawat mata-mata P-3 Orion Angkatan Laut Amerika Serikat (AS)
mengintai sekelompok peneliti China yang melakukan riset di dekat
wilayah Guam. Para peneliti Beijing itu dimata-matai selama bekerja
antara 5 Agustus hingga 5 September 2017.
Sekelompok periset itu bekerja dengan kapal kapal oseanografi Kexue. Xu Kuidong, seorang peneliti utama dengan misi yang berafiliasi dengan Institute of Oceanology, Chinese Academy of Sciences di Qingdao, Shandong, mengatakan para ilmuwan di kapal tersebut “sangat sadar” tentang sensitivitas area di dekat Guam.
Guam adalah pelabuhan rumah untuk kapal selam nuklir AS. Di kepulauan itu juga berdiri Pangkalan Angkatan Udara Andersen yang menjadi rumah bagi pesawat pembom B-1B yang beberapa kali terbang di atas Semenanjung Korea.
”Ini semua tentang Second Island Chain (Rantai Pulau Kedua),” kata Xu, mengacu pada serangkaian kepulauan yang membentang dari pantai timur Jepang, ke Kepulauan Bonin, ke Kepulauan Mariana, ke Guam hingga ke Kepulauan Palau.
Pulau-pulau yang dikuasai AS pada awalnya berfungsi sebagai garis pertahanan kedua untuk melawan negara-negara komunis di Asia Timur selama Perang Dingin. Namun saat ini fokus kekuatan utama seiring berkembangnya pengaruh China di Samudra Pasifik.
Para periset menemukan bahwa dataran rendah Caroline yang dulunya adalah pulau dengan titik tinggi 1.700 meter di atas permukaan laut. Tebing dan lubang tercipta oleh erosi gelombang pasang.
Dataran rendah Caroline itu dapat menciptakan turbulensi yang kuat dan tak terduga bagi kapal selam China yang menjelajahi wilayah tersebut.
Menurut Xi yang dilansir South China Morning Post semalam (4/10/2017), temuan tim tersebut akan dibagikan kepada militer China dan kelompok kepentingan lainnya di pemerintahan. Militer AS belum berkomentar atas laporan tentang pesawat mata-matanya yang mengintai para periset Beijing di dekat Guam.
Sekelompok periset itu bekerja dengan kapal kapal oseanografi Kexue. Xu Kuidong, seorang peneliti utama dengan misi yang berafiliasi dengan Institute of Oceanology, Chinese Academy of Sciences di Qingdao, Shandong, mengatakan para ilmuwan di kapal tersebut “sangat sadar” tentang sensitivitas area di dekat Guam.
Guam adalah pelabuhan rumah untuk kapal selam nuklir AS. Di kepulauan itu juga berdiri Pangkalan Angkatan Udara Andersen yang menjadi rumah bagi pesawat pembom B-1B yang beberapa kali terbang di atas Semenanjung Korea.
”Ini semua tentang Second Island Chain (Rantai Pulau Kedua),” kata Xu, mengacu pada serangkaian kepulauan yang membentang dari pantai timur Jepang, ke Kepulauan Bonin, ke Kepulauan Mariana, ke Guam hingga ke Kepulauan Palau.
Pulau-pulau yang dikuasai AS pada awalnya berfungsi sebagai garis pertahanan kedua untuk melawan negara-negara komunis di Asia Timur selama Perang Dingin. Namun saat ini fokus kekuatan utama seiring berkembangnya pengaruh China di Samudra Pasifik.
Para periset menemukan bahwa dataran rendah Caroline yang dulunya adalah pulau dengan titik tinggi 1.700 meter di atas permukaan laut. Tebing dan lubang tercipta oleh erosi gelombang pasang.
Dataran rendah Caroline itu dapat menciptakan turbulensi yang kuat dan tak terduga bagi kapal selam China yang menjelajahi wilayah tersebut.
Menurut Xi yang dilansir South China Morning Post semalam (4/10/2017), temuan tim tersebut akan dibagikan kepada militer China dan kelompok kepentingan lainnya di pemerintahan. Militer AS belum berkomentar atas laporan tentang pesawat mata-matanya yang mengintai para periset Beijing di dekat Guam.
Credit sindonews.com