Ilustrasi pengungsi Rohingya di Bangladesh. (Reuters/Danish Siddiqui)
Salah satu koordinator bantuan kemanusiaan PBB, Robert Watkins, mengatakan bahwa dana itu dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan sedikitnya 800 ribu Muslim Rohingya yang sejauh ini telah mengungsi di Bangladesh.
Sementara itu, sebagian bantuan juga akan diberikan bagi 300 ribu warga Bangladesh yang tinggal di sekitar kamp pengungsian.
"Rencana bantuan sebesar itu ditargetkan untuk membantu 1,2 juta orang termasuk pengungsi Rohingya, 300 ribu warga lokal Bangladesh selama enam bulan ke depan," kata Watkins, Rabu (4/10).
Sejak krisis yang dipicu bentrokan antara kelompok bersenjata dan militer di Rakhine terjadi, lebih dari 500 ribu Muslim Rohingya, terutama anak-anak dan wanita, pergi ke perbatasan Bangladesh untuk berlindung dari kekerasan.
Eksodus ini memperburuk situasi di Bangladesh yang sudah menampung sekitar 300 ribu pengungsi Rohingya akibat serangkaian kekerasan di Myanmar sebelumnya.
Watkins mengatakan lebih dari setengah juta orang di sana membutuhkan pasokan makanan. Sekitar 100 ribu pengungsi juga dilaporkan masih membutuhkan tempat penampungan darurat.
Sementara itu, Watkins memaparkan, sekitar 24 ribu dari para pengungsi itu merupakan perempuan yang sedang mengandung sehingga memerlukan fasilitas perawatan bersalin yang memadai.
"Populasi Rohingya yang berlindung di Cox's Bazaar dan beberapa daerah lainnya sangat rentan dan banyak mengalami trauma parah. Saat ini, mereka juga hidup dalam kondisi yang sangat sulit," ujarnya seperti dikutip Reuters.
"Bantuan skala besar dan cepat sangat dibutuhkan untuk menyelematkan mereka. Tanpa air dan sanitasi yang memadai bisa memicu munculnya wabah penyakit di kamp-kamp pengungsi," ujar Watkins menambahkan.
Setelah dikecam komunitas internasional, Myanmar pun mulai membuka diri dengan menyatakan mau menerima kembali para pengungsi Rohingya di Bangladesh yang hendak pulang melalui proses verifikasi.
Meski begitu, banyak pengungsi Rohingya yang ragu bahwa mereka bisa kembali ke kampung halamannya di Rakhine karena merasa tidak akan lolos verifikasi.
Credit cnnindonesia.com