Pekan lalu, AS memutuskan untuk menangguhkan layanan visa non-imigran bagi warga Turki. Keputusan tersebut diambil setelah otoritas keamanan Turki menangkap seorang staf konsulat AS di Istanbul karena diyakini memiliki hubungan dengan Fethullah Gulen. Gulen adalah tokoh yang dituding sebagai aktor di balik aksi percobaan kudeta Turki tahun lalu.
Hanya berselang beberapa jam setelah keputusan AS tersebut, Kedutaan Besar Turki di Washington mengumumkan hal serupa. Turki memutuskan untuk turut menangguhkan layanan visa non-imigran bagi warga AS sebagai respons terhadap tindakan Washington.
Ketika polemik ini tengah berlangsung, AS memutuskan menarik dan memindahkan duta besar untuk Turki John Bass ke Afghanistan. Bass diperkirakan akan meninggalkan Ankara dalam beberapa hari mendatang. Ia juga dijadwalkan melakukan kunjungan perpisahan kepada para pejabat pemerintahan di Turki, termasuk dengan Erdogan.
Namun Erdogan menolak rencana acara perpisahan tersebut. "Kami belum sepakat dan tidak menyetujui duta besar (AS) ini untuk melakukan kunjungan perpisahan dengan para menteri, ketua parlemen, dan saya sendiri," ujar Erdogan, seperti dilaporkan laman Al Araby, Selasa (11/10).
Dengan tegas ia menyatakan bahwa dia tak mengakui Bass sebagai representatif AS di negaranya. "Kami tidak melihat dia (Bass) sebagai wakil AS di Turki," katanya.
Erdogan mengatakan bahwa penangkapan staf konsulat AS dilakukan berdasarkan bukti yang telah dihimpun oleh kepolisian Turki. Oleh karena itu ia menyayangkan dan mengkritik AS yang merespons penangkapan tersebut dengan membekukan layanan visa bagi warganya.
"AS harus mengevaluasi satu hal, yakni bagaimana agen-agen tersebut bocor ke konsulat? Jika mereka tidak (menempatkan agen di sana), lalu siapa yang menempatkannya di sana? Tidak ada negara yang mengizinkan agen tersebut menimbulkan ancaman semacam itu," kata Erdogan.
Sepanjang sejarah hubungan diplomatik Turki dan AS, barukali ini seorang duta besar tak diakui keberadaannya oleh salah satu negara. Hal ini menunjukkan adanya keretakan hubungan diplomatik antara Washington dan Ankara.
Credit REPUBLIKA.CO.ID