Jumat, 15 September 2017

Sekjen PBB Minta Myanmar Hentikan Aksi Militer pada Rohingya


Sekjen PBB Minta Myanmar Hentikan Aksi Militer pada Rohingya 
Ilustrasi tentara Myanmar yang diminta PBB hentikan kekerasan terhadap Rohingya. (Reuters/Soe Zeya Tun)


Jakarta, CB -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres meminta pemerintah Myanmar untuk menghentikan aksi militer dan mengakhiri kekerasan terhadap etnis minoritas Rohingya.

Hal tersebut disampaikan pada Kamis (14/9), setelah kekerasan berkepanjangan memaksa 370 ribu warga Muslim tersebut mengungsi ke Bangladesh, sementara 1.000 lainnya diperkirakan tewas.

Mereka mengalami persekusi oleh militer Myanmar yang menggelar operasi pembersihan sejak 25 Agustus lalu, dengan alasan merespons seranga kelompok bersenjata Rohingya terhadap sejumlah kantor polisi dan sebuah pangkalan militer.

"Saya meminta otoritas Myanmar untuk menghentikan aksi militer, akhiri kekerasan, menjunjung hukum dan mengakui hak kepulangan mereka yang sudah meninggalkan negara," kata Guterres.

Muslim Rohingya "mesti diberikan kewarganegaraan, atau setidaknya untuk saat ini, status legal yang memungkinkan mereka menjalani kehidupan normal, termasuk kebebasan bergerak dan akses ke pasar buruh, pendidikan dan layanan kesehatan.

Pemimpin de facto Myanmar, Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, membatalkan kunjungannya ke PBB bulan ini seiring dengan eskalasi krisis di negara bagian Rakhine ini.

Ia telah berulang kali menerima kritik karena responsnya terhadap krisis tersebut.

Para pengungsi berbondong-bondong melintasi Bangladesh dengan membawa kisah pembunuhan, pemerkosaan dan penghancuran.


Beberapa di antara mereka terluka karena ranjau yang diduga ditanam Myanmar di sepanjang perbatasan. Sementara beberapa lainnya menceritakan penyiksaan hingga mati dan pembakaran hidup-hidup.

Guterres mengatakan banyak perempuan dan anak-anak yang tiba di Bangladesh "lapar dan kekurangan nutrisi," Laporan serangan oleh pasukan Myanmar terhadap warga sipil "sangat tidak bisa diterima."

Selain meminta negara-negara lain untuk menyalurkan bantuan, Guterres menyebut situasi kemanusiaan di Rakhine sebagai "bencana besar."

"Duka yang dibiarkan selama beberapa dekade kini tereskalasi hingga ke luar perbatasan Myanmar, mengganggu stabilitas kawasan," ujarnya sebagaimana dikutip CNN.






Credit  cnnindonesia.com