Senin, 11 September 2017

Kurdi Irak ancam 'membuat perbatasan sendiri' dan mendirikan negara merdeka


Kurds take pictures with Kurdish flags at the Kirkuk Governorate Council building in Kirkuk, Iraq (6 April 2017)
Foto Reuters


Dewan Kirkuk yang dipimpin Kurdi baru-baru ini menolak ajakan Baghdad untuk menurunkan bendera Kurdi.

Presiden wilayah otonomi Kurdistan Irak mengisyaratkan bahwa mereka akan menarik garis perbatasan sendiri untuk negara Kurdi di masa depan jika Baghdad tidak menerima referendum untuk kemerdekaan akhir bulan ini.
Massoud Barzani mengatakan kepada BBC bahwa dia ingin mencapai kesepakatan dengan pemerintah pusat jika warga Kurdi memilih untuk memisahkan diri.
Perdana Menteri Irak menolak referendum dan menyatakannya sebagai hal yang tidak konstitusional.

Barzani juga memperingatkan bahwa rakyat Kurdi akan melawan kelompok apapun yang berusaha mengubah 'realita' di Kirkuk dengan paksa.
Kelompok pejuang Kurdi Peshmerga telah mengambil alih kota yang kaya minyak itu, yang memiliki populasi orang Arab dan Turkmenistan yang besar, dan area lain yang diklaim oleh Bagdad selama tiga tahun belakangan saat mengusir keluar kelompok yang disebut dengan Negara Islam (ISIS).
Milisi Syiah mengatakan mereka tidak akan membiarkan Kirkuk menjadi bagian Kurdistan yang merdeka.

Kurdi adalah kelompok etnis terbesar keempat di Timur Tengah, namun mereka tidak pernah memperoleh status bangsa yang permanen.
Di Irak, mereka membentuk sekitar 15% hingga 20% populasi dari 37 juta jiwa, dan selama beberapa dekade menghadapi tekanan brutal oleh pemerintah yang dipimpin suku Arab sebelum mendapatkan otonomi secara de facto setelah Perang Teluk pada 1991.
Tiga bulan lalu, pejabat tinggi dan pemimpin partai di Pemerintah Regional Kurdistan sepakat untuk melangsungkan referendum kemerdekaan.
Pengambilan suara akan berlangsung pada 25 September di tiga provinsi di wilayah Kurdistan - Dahuk, Irbil dan Sulaimaniya - dan 'area-area Kurdistan di luar wilayah pemerintahan otonomi Kurdi,' termasuk Kirkuk, Makhmour, Khanaqin dan Sinjar.

Pejabat Kurdi mengatakan hasil referendum yang diperkirakan memenangkan kubu 'ya' tidak akan otomatis memicu deklarasi kemerdekaan, namun hanya memperkuat posisi mereka dalam negosiasi panjang dengan pemerintah pusat ihwal pemisahan.
"Ini adalah langkah pertama. Ini pertama kali dalam sejarah orang-orang di Kurdistan akan dengan bebeas memilih masa depan mereka," kata Barzani ke BBC.
"Setelah itu kami akan mulai perundingan dengan Bagdad, untuk mencapai kesepakatan mengenai perbatasan, sumber air dan minyak," tambahnya, sebelum mengeluarkan sebuah peringatan kepada pemerintah pusat: "Kami akan mengambil langkah-langkah ini namun jika mereka tidak menerimanya, masalahnya akan lain lagi."
Presiden Kurdi menolak peringatan dari AS dan Inggris bahwa mengejar kemerdekaan di saat Irak masih berjuang melawan ISIS memunculkan risiko yang terlalu besar.
"Kapan kita pernah mengalami stabilitas dan keamanan di wilayah ini sehingga harus khawatir akan kehilangan situasi itu? Kapan Irak pernah benar-benar bersatu sehingga kita pantas cemas untuk menghancurkan persatuannya? Orang-orang yang mengatakan ini, mereka hanya mencari dalih untuk menghalangi kami."


Barzani nengabaikan pula kritik atas keputusan melangsungkan referendum di Kirkuk.
"Kami tidak mengatakan bahwa Kirkuk hanya milik orang Kurdi," katanya. "Kirkuk seharusnya menjadi sebuah simbol kebersamaan untuk semua etnis. Jika orang-orang di Kirkuk memilih 'Tidak' dalam referendum ini kami akan menghormati pilihan mereka... Namun kami tidak menerima jika orang merasa boisa mencegah kami melangsungkan referendum di sana."

Dia juga memperingatkan bahwa "jika ada kelompok yang menginginkan untuk mengubah realita Kirkuk dengan paksa, mereka harus menghadapi bahwa setiap orang Kurdi akan siap untuk melawan."





Credit  bbc.com