Kamis, 12 Februari 2015

Ukraina Siap Darurat Militer Jika Pertempuran Dengan Separatis Pro Kremlin Berlanjut

Ukraina Siap Darurat Militer Jika Pertempuran Dengan Separatis Pro Kremlin Berlanjut
Reuters / Presiden Ukraina Petro Poroshenko (tengah) menunjuk bangkai roket saat mengunjungi Kramatorsk, Selasa (10/2) malam. Serangan roket menewaskan lebih dari 10 tentara dan warga sipil di wilayah yang dikuasai penuh Pemerintah Ukraina itu. 
 
CB -Presiden Ukraina Petro Poroshenko, Rabu (11/2) kemarin, menyatakan bahwa Ukraina siap memberlakukan opsi darurat militer jika pertempuran dengan separatis pro Kremlin di Ukraina timur berlanjut.
Pernyataan Poroshenko yang dikutip kantor berita Interfax itu muncul menjelang pelaksanaan pembicaraan damai di Minsk, Belarus, yang akan dilakukan Poroshenko, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Perancis Francois Hollande, dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Poroshenko mengatakan, posisi kunci Kiev dalam pembicaraan damai tersebut akan bertujuan mengamankan gencatan senjata tanpa syarat, tetapi Ukraina juga menyiapkan pertahanan militer jika diperlukan. ”Saya, pemerintah, dan parlemen sudah siap mengambil keputusan memberlakukan darurat militer di semua wilayah Ukraina,” kata Poroshenko dalam pertemuan Pemerintah Ukraina.
”Kami menginginkan perdamaian, tetapi negara kami perlu mempertahankan diri dan kami akan lakukan itu sampai akhir,” ujarnya.
Separatis pro Rusia sudah melancarkan serangan terhadap pasukan Ukraina, ini meredupkan harapan akan tercapainya kesepakatan gencatan senjata dalam pembicaraan damai di Minsk, Belarus, Rabu kemarin.
Para pemberontak telah menyatakan bahwa mereka menginginkan kemerdekaan dan telah mendeklarasikan kemerdekaan dengan menyebut diri mereka sebagai ”Republik Rakyat”. Namun, Poroshenko mengatakan bahwa Ukraina tetap akan menjaga kesatuan wilayah.
”Ukraina akan selalu tetap bersatu, selalu akan menjadi negara kesatuan. Federal tak akan berakar di tanah Ukraina,” kata Poroshenko merujuk usulan yang didesakkan Moskwa.

Puluhan tewas
Menjelang pembicaraan damai yang akan dilakukan empat pemimpin negara di Minsk, puluhan korban tewas dalam pertempuran baru-baru ini. Rusia mengekspresikan optimismenya terhadap pelaksanaan pembicaraan damai tersebut.
”Para pakar sedang bekerja, ada kemajuan nyata yang dicapai,” kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, meskipun ia mengisyaratkan tidak akan ada fleksibilitas atas permintaan negosiasi yang sangat krusial dari Ukraina yang akan memperketat kontrol perbatasan Ukraina dengan Rusia.
Lavrov menekankan bahwa sebaiknya isu kontrol perbatasan tak seharusnya menjadi prasyarat pembicaraan damai yang akan dilakukan. ”Sementara terjadi pertempuran, sementara masih ada isu-isu lain yang belum terselesaikan, opini saya, prasyarat tersebut menjadi tak realistis,” kata Lavrov kepada wartawan seusai melakukan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Yunani Nikos Kotzias yang sedang berkunjung ke Rusia.
Beberapa waktu lalu, Ukraina meminta mengontrol kembali perbatasan Ukraina hingga 400 kilometer dengan Rusia. Argumentasinya karena garis perbatasan itu digunakan Moskwa untuk mengirim suplai bagi separatis yang bertempur melawan pasukan Ukraina.
Sementara itu, Hollande dan Merkel akan bicara ”satu suara” menghadapi Putin yang mereka tuding telah mendukung separatis Ukraina. ”Yang kami perlukan adalah gencatan senjata tanpa syarat,” kata Hollande.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama telah memperingatkan Putin bahwa Rusia akan ”membayar” jika pembicaraan damai tersebut gagal.
Credit  TRIBUNNEWS.COM