Dalam kunjungannya ke Manila, Presiden
Jokowi dan Presiden Beningno Aquino menyepakati beberapa hal, salah
satunya soal perdagangan narkoba. (REUTERS/Romeo Ranoco)
Kesepakatan ini dicapai di tengah upaya Manila untuk mencegah Indonesia mengeksekusi wanita terpidana mati asal Filipina karena penyelundupan heroin.
Namun, dalam pertemuan antara kedua pemimpin negara di Manila, perihal eksekusi wanita Filipina yang namanya tidak diungkapkan kepada publik itu tidak disinggung.
"Filipina dan Indonesia memegang posisi yang sama pada berbagai isu regional dan internasional," kata Aquino usai berbicara dengan Jokowi, dikutip dari Channel NewsAsia, Senin (9/2).
Meskipun demikian, Wakil Presiden Filipina, Jejomar Binay C. menyatakan bahwa pemerintah Filipina melelahkan semua upaya untuk menyelamatkan nasib warga negaranya yang terancam eksekusi mati.
Binay menjamin bahwa Aquino dan Jokowi telah membicarakan hal ini dengan Jokowi, meskipun keduanya tidak berbicara terbuka perihal kasus tersebut.
"Pemerintah Filipina telah mengambil langkah-langkah hukum yang tepat sesuai dengan hukum Indonesia. Kami menghormati hukum Indonesia dan akan berupaya melakukan langkah-langkah hukum yang sesuai dengan proses peradilan," kata Binay, dikutip dari Manilla Bulletin, Senin (9/2).
"Kedutaan kami di Jakarta telah berhubungan konstan dengan warga kami untuk membantunya dengan memberikan apa pun yang dia butuhkan," kata Binay melanjutkan.
Indonesia sendiri telah mengeksekusi sejumlah warga negara asing terpidana mati, yaitu Ang Kiem Soei, warga negara Belanda; Namaona Denis, warga Malawi; Marco Archer Cardoso Moreira, warga Brazil; Daniel Enemuo, warga Nigeria.
Selain warga asing, Indonesia juga telah mengeksekusi Rani Andriani, wanita asal Cianjur yang tertangkap kerena menjadi kurir narkoba.
Selain soal narkoba, kedua pemimpin juga sepakat untuk meningkatkan kerjasama dalam melindungi buruh migran dan meningkatkan perdagangan dan investasi.
Aquino juga mengatakan bahwa Filipina, seperti Indonesia yang memiliki garis pantai yang panjang, sepakat untuk bekerja sama dalam berbagai isu maritim.
"Kedua negara merupakan anggota Konvensi PBB tentang Hukum Laut , dan Coral Triangle Initiative. Oleh karena itu , kerjasama yang lebih erat dan koordinasi antara kedua negara dalam urusan kelautan sangatlah penting," kata Aquino.
"Kami berupaya meningkatkan kerjasama batas maritim, kerjasama perbatasan dan kerjasama dalam memerangi pemancingan illegal," ujar Aquino melanjutkan.
Meskipun demikian, tidak seperti yang diperkirakan, kedua presiden tidak menyinggung soal sengketa Filipina dengan Tiongkok terkait Laut Tiongkok Selatan.
Tiongkok mengklaim hampir semua perairan Laut Tiong Selatan, termasuk jalur pelayaran penting dan lahan perikanan. Klaim ini bertentangan dengan klaim teritorial Filipina, beserta sejumlah negara tetangga, seperti Vietnam, Malaysia, Brunei dan Taiwan.
Menurut pengamatan pakar internasional, meskipun Indonesia tidak terlibat langsung soal sengketa Laut Tiongkok Selatan, Tiongkok menganggap Indonesia sebagai memiliki peran penting dalam menenangkan potensi meningkatnya ketegangan antara Manila dan Beijing.
Agustus lalu, Jokowi menyatakan kepada surat kabar Jepang, Asahi, bahwa Indonesia, siap bertindak sebagai perantara atas sengketa Laut Tiongkok Selatan.
Credit CNN Indonesia