Ilustrasi Robot (Foto: REUTERS/Kim Hong-Ji)
 
                    
Jakarta, CB  -- 
                    Di film 
Avengers: Age of Ultron, Iron Man dan kawan-kawan harus jatuh bangun menghadapi robot yang berkembang dari kecerdasan buatan (
artificial intelligence/AI). Sialnya, Ultron—nama robot itu—dibentuk oleh Tony Stark si Iron Man.
Ultron, kecerdasan dalam bentuk robot ini mampu berkembang dengan cepat dan berpikir dunia akan lebih baik tanpa umat manusia.
Memang rasanya mustahil Ultron akan bangkit di dunia nyata lalu 
menghancurkan umat manusia seperti Ultron merusak satu negara bernama 
Sokovia. Tapi hal yang mungkin terjadi, robot dengan kecerdasan buatan 
bukan tidak mungkin menggantikan pekerjaan manusia di masa depan.
Ilmuwan
 nyentrik Stephen Hawking pernah melontarkan kekhawatirannya bila 
kecerdasan buatan bisa mengancam umat manusia. Bahkan ia berpikir AI 
dapat melampaui dan menandingi umat manusia.
Apabila hal tersebut terjadi, salah satu orang yang pantas untuk bertanggung jawab atas hal tersebut adalah Andrew Ng.
Nama
 Andrew memang tidak sepopuler Mark Zuckerberg atau Tim Cook. Satu hal 
penting tentang dirinya yang perlu dicatat adalah, perannya di dunia 
teknologi. 
Andrew pernah bekerja untuk Google dan memimpin 
Google Brain, sebuah proyek ambisius yang mengembangkan sistem 
kecerdasan buatan alias AI seperti algoritma Machine Learning, sistem 
komputer, hingga robotika.
Profesor ilmu komputer di Stanford 
University, Amerika Serikat ini mengaku sejak kecil bermimpi bisa 
menciptakan mesin yang bisa berpikir seperti manusia. 
Tentu saja tak semudah membalikan telapak tangan. Saat di tengah proses berjuang mewujudkan mimpinya, Andrew nyaris menyerah.
Tak lama, ia mencoba hipotesis 'algoritma' lain yang dipopulerkan oleh peneliti Ai Jeff Hawkins yang fokus pada penelitian 
neurosains. Cara tersebut kemudian memberi semangat baru baginya.
"Saya sering melihat celah besar antara teknisi dan ilmuwan," ucap Andrew, seperti dikutip dari situs 
Wired.
Baginya,
 para teknisi mau membuat sistem AI yang hanya bisa berfungsi. Sementara
 para ilmuwan berjuang agar mesin pintar itu bisa memahami seluk-beluk 
otak.
Setelah mempelajarinya, ia membawa bekal tersebut ke Google Brain yang memang proyeknya menyatukan ilmu komputer dengan 
neurosains.
Hal tersebut kerap disebut-sebut belum pernah terjadi di dunia kecerdasan buatan. 
| 
Foto: CNN Indonesia/Laudy Gracivia | 
Kembangkan mesin pintar setara otak manusiaSejak meleburkan ilmu komputer dengan 
neurosains, karir Andrew semakin cemerlang. Kini ia menekuni bidang baru yang juga masih berkaitan dengan kecerdasan buatan, yakni 
Deep Learning.Deep Learning sendiri penelitian yang mampu mengembangkan mesin yang bisa memproses data seperti otak manusia. 
Deep Learning sudah diaplikasikan di ranah akademik, hingga korporasi besar seperti Google--tempatnya bekerja dan Apple.
Pada dasarnya, 
Deep Learning melibatkan "jaringan saraf" dalam sistemnya, yakni jaringan yang bisa menjiplak perilaku otak manusia.
| 
Foto: Dok. Akun Facebook Andrew Ng | 
Sama seperti otak, jaringan komputer dengan banyak lapisan ini bisa 
mengumpulkan informasi dan memberi respon, hingga paham tentang tampilan
 dan suara suatu objek.
"Anda tinggal memberi sistemnya dengan banyak data sehingga ia bisa menentukannya sendiri tentang konsepnya," tutur Andrew.
Andrew pun mengaku, algoritma 
Deep Learning yang ia kembangkan belum seakurat otak manusia. Namun, ia percaya diri sekarang sedang mengarah ke sana.
"[Kecerdasan
 buatan] ini memberi harapan -- tidak, lebih dari harapan. Saat ini 
memang belum ada algoritma yang tepat, tentu akan memakan waktu panjang.
 Ini tidak akan mudah, tapi saya yakin ada harapan," ucapnya.
Setelah berkontribusi untuk Google, Andrew kini bekerja di Baidu Research, Silicon Valley, AS sebagai
 chief scientist sejak 2014.
Bisa
 dibilang Baidu akan menjadi tempat bermain Andrew untuk meningkatkan 
akurasi Deep Learning agar mesin pintarnya bisa setara dengan otak 
manusia.
Tak takut jika AI mengganti peran manusiaKecerdasan
 buatan identik dengan perannya yang memudahkan aktivitas sehari-hari --
 sebut saja asisten digital Siri dan Google Assistant. 
Di sisi 
lain, tak menutup kemungkinan apabila kemunculan mesin hingga robot 
pintar di dunia sudah hampir setara dengan manusia bakal menggantikan 
peran manusia itu sendiri, khususnya pekerjaan konvensional seperti 
pabrik hingga fasilitas publik.
Menanggapi hal ini, Andrew pernah
 berargumen bahwa mengkhawatirkan robot pintar jahat yang bakal 
menggantikan --bahkan melibas-- peradaban manusia sangat tidak penting.
| 
Bisa saja ada robot jahat di masa depan, namun saat ini saya tidak fokus ke arah situ.Andrew Ng | 
"Banyak prediksi yang bilang kalau AI itu akan memicu lahirnya robot
 jahat dengan kecerdasan super tinggi. Itu adalah hal yang tidak perlu 
dipikirkan," ucap Andrew saat menghadiri GPU Technology Nvidia 
Conference di San Jose, California, pada 2015 silam.
Ia kemudian 
melanjutkan, "ada perbedaan besar antara kecerdasan dan kemampuan 
perasa. Bisa saja ada robot jahat di masa depan, namun saat ini saya 
tidak fokus ke arah situ. Hal ini sama seperti saya tidak khawatir jika 
nanti populasi di Planet Mars akan sangat padat."
Ia menggunakan 
teori sendiri, bahwa jika peradaban manusia menjajaki Mars, bisa saja 
akan sangat banyak populasi yang mengisinya.
"Tentu saja itu 
[padatnya populasi di Mars] bisa menjadi masalah besar. Namun, tujuan 
industri antariksa tentu bukan itu. Itu sebabnya saya sekarang tidak 
fokus untuk membuat AI menjadi tidak jahat," katanya lagi.
Credit  
CNN Indonesia