Sidang pun hanya dihadiri pemohon, yakni kuasa hukum Budi. Sehingga, hakim Sarpin Rizaldi menunda sidang hingga 9 Februari 2015, pekan depan. Kuasa hukum Budi Gunawan, Maqdir Ismail, sempat meminta hakim mengebut jadwal sidang lanjutan, yakni dengan menggelar sidang lagi pada Selasa (3/2/2015) dan Rabu (4/2/2015).
Namun, hakim Sarpin menolaknya. Hakim berpendapat bahwa dalam KUHAP, waktu sidang lanjutan adalah tujuh hari dari diterimanya bukti-bukti praperadilan. Pihak Budi pun dengan berat hati mengikuti keputusan hakim.
KPK memiliki alasan sendiri mengapa tidak hadir dalam sidang perdana praperadilan. Deputi Pencegahan KPK Johan Budi menyebut, sebenarnya tim hukum KPK sudah datang ke PN Selatan. Namun, tim hukum melihat bahwa materi gugatan praperadilan dari pihak pemohon berubah dan bertambah. KPK pun membutuhkan waktu lebih lama dari waktu yang tersisa untuk mempersiapkan jawaban atas tambahan gugatan tersebut.
Ketidakhadiran itu kemudian dikecam kuasa hukum Budi di luar persidangan. Frederick Yunadi menyebutkan bahwa KPK melecehkan institusi pengadilan.
"Kalau dia menghormati, bikinlah surat resmi atau kirim orang. Tapi enggak dilakukan," ujar Frederick kepada Kompas.com, Senin (2/2/2015) kemarin.
Ketidakhadiran KPK itu, lanjut Frederick, mengundang tanda tanya besar. Mengapa institusi yang menetapkan status tersangka Budi tidak datang saat persidangan yang membuktikan bahwa penetapan itu telah sesuai prosedur atau tidak. Ia kurang puas atas alasan KPK tidak hadir dalam praperadilan.
"Jangan ngarang-ngarang. Itu menunjukkan bahwa ada keanehan, ada sesuatu, mereka tak hadir. Apa itu, saya juga tidak tahu," lanjutnya.
Sidang perdana itu digelar di ruangan sidang utama Prof Oemar Seno Adji. Sidang dengan nomor perkara 04/pid/prap/2015/PN Jakarta Selatan itu molor jauh dari jadwal.
Sesuai rencana, sidang digelar pukul 09.00 WIB, tapi lantaran KPK tidak datang ke persidangan, sidang pun baru dapat dilangsungkan pukul 12.30 WIB.
Sementara itu, di luar sidang...
Keseruan babak perdana KPK versus Budi ini malah terjadi di luar persidangan. Sementara sidang berlangsung tanpa perlawanan, ratusan orang yang mengatasnamakan diri sebagai Aliansi Mahasiswa dan Pendukung Praperadilan (Ampera) berteriak-teriak di halaman PN Jaksel menuntut KPK menghentikan kasus Budi.
Selain menggelar orasi, mereka sempat menggelar aksi teatrikal dan mengacung-acungkan spanduk berisi tuntutan. Semula, pendukung Budi menggelar aksinya di Jalan Ampera Raya. Namun, Polisi mempersilakan pendukung Budi masuk ke halaman pengadilan.
Kepala Polres Jakarta Selatan Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat mengatakan, aktivitas mereka di tepi jalanan membuat arus lalu lintas macet sehingga diperbolehkan masuk ke pelataran sidang asal tertib dan tidak rusuh.
Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Eman Suparman menyayangkan tindakan Polisi. "Mencoreng wibawa hukum. Bahkan mereka itu menekan hakim lewat orasi," ujar dia.
Eman mengatakan, semestinya personel polisi mengetahui bahwa sebuah persidangan harus berjalan dengan suasana tenang, tertib dan yang paling penting tidak adanya tekanan dari pihak mana pun terhadap hakim.
Ada pun yang jadi kekhawatiran, sikap permisif polisi itu dapat menjadi argumentasi pengunjuk rasa lainnya yang beraktivitas di area pengadilan. Kondisi itu tidak memberikan dampak positif bagi sebuah persidangan.
"Memang tidak ada aturan khusus yang dapat membatasi pengunjuk rasa boleh masuk atau tidak di halaman pengadilan. Tapi kalau dari etika ya tidak etislah, harusnya Polisi tahu," ujar dia.
Untungnya, teriak-teriakan pengunjuk rasa tak memengaruhi jalannya persidangan. Satu-satunya yang positif selama proses sidang itu, lanjut Eman, adalah ketegasan hakim untuk menolak permintaan pemohon mengebut jadwal sidang lanjutan.
Komisi Yudisial, menurut Eman, komitmen akan mengawasi gerak-gerik Sarpin Rizaldi selaku hakim tunggal dalam perkara ini.
Di tengah keriuhan suasana pendukung Budi Gunawan, sebanyak tujuh wanita berbusana minim, wajah tirus, tubuh kurus semampai dan make up tebal hadir di halaman pengadilan, membuat suasana menjadi lebih berwarna.
Para pewarta foto dan kamerawan televisi berdesakan untuk mengabadikan para wanita tersebut. Bak model, mereka bergaya ala sesi pemotretan, yakni menunjukan selebaran 'Save NKRI' ke wartawan.
"Kami ingi Polri yang kuat dan KPK yang kuat, tanpa saling serang. Makanya kami menyerukan Save NKRI saja," ujar Rosita Mawar (30), wanita yang berprofesi sebagai penyanyi.
Babak pertama KPK versus BG sudah lewat. Kini publik hanya bisa menanti bagaimana babak kedua, pekan depan, berlangsung...