Tampilkan postingan dengan label PERTAHANAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PERTAHANAN. Tampilkan semua postingan

Senin, 22 April 2019

Jepang Yakinkan AS Tetap Beli Jet Tempur F-35 Meski Sudah Jatuh


Jepang Yakinkan AS Tetap Beli Jet Tempur F-35 Meski Sudah Jatuh
Pesawat-pesawat jet tempur siluman F-35A Jepang saat menjalani misi pelatihan. Foto/Courtesy of Japan Air Self-Defense Force

TOKYO - Jatuhnya sebuah jet tempur siluman F-35A Jepang baru-baru ini tidak akan menghentikan rencana Tokyo untuk membeli lebih banyak pesawat canggih tersebut dari Lockheed Martin. Menteri Pertahanan Jepang Takeshi Iwaya meyakinkan hal itu ketika bertemu rekannya dari Amerika Serikat (AS).

"Pada titik ini, kami tidak memiliki informasi spesifik yang akan mengarah pada perubahan dalam rencana pengadaan," kata Iwaya, seperti dikutip Nikkei Asian Review, Senin (22/4/2019). Dia bertemu Pelaksana Tugas Menteri Pertahanan AS Patrick Shanahan di Pentagon pada Jumat pekan lalu.

Iwaya mengatakan dia dan Shanahan membahas rencana Jepang untuk penyebaran peralatan pertahanan Amerika, termasuk pembelian F-35.

Pemerintah Jepang memosisikan F-35 yang sebagian besar dikembangkan di AS sebagai tulang punggung angkatan udaranya untuk menggantikan F-4 dan F-15 yang sudah tua.

Setelah mengajukan pesanan awal 42 unit F-35A, kabinet Jepang tahun lalu menyetujui rencana untuk membeli 105 unit lagi. Penambahan itu termasuk 42 unit F-35B, varian F-35 yang mampu lepas landas dan mendarat secara vertikal dan dapat digunakan dari kapal perusak Jepang tang telah dikonversi menjadi kapal induk.

Pembelian tambahan oleh Jepang tersebut diputuskan setelah seruan berulang Presiden AS Donald Trump agar Tokyo membeli lebih banyak peralatan pertahanan Amerika untuk mengecilkan surplus perdagangannya. Trump secara pribadi berterima kasih kepada Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe karena telah membeli begitu banyak F-35 ketika kedua pemimpin bertemu di Argentina November lalu.

Jepang telah menerima 13 unit F-35A sejauh ini, empat di antaranya dibuat di AS dan sisanya dirakit di Jepang dari komponen Amerika. Pemerintah berencana untuk membeli enam lagi tahun fiskal ini. Ke depan, Tokyo akan tetap mengimpor jet tempur tersebut dengan alasan lebih hemat biaya.

Meskipun Pasukan Bela Diri Jepang belum menempatkan F-35 ke dalam layanan aktif, Tokyo berharap bahwa menambahkan pesawat buatan AS ke armadanya akan membantu fungsi pencegah yang lebih besar. Pertimbangannya adalah kemampuan jet tempur F-35 akan dilengkapi rudal pencegat canggih yang berpotensi menghancurkan rudal balistik musuh di udara.

Namun, kecelakaan selama misi pelatihan pada 9 April lalu dapat menggagalkan rencana-rencana tersebut. Masih sedikit informasi yang diketahui tentang jatuhnya jet tempur siluman itu karena AS dan Jepang masih menjelajahi Laut Pasifik di lepas pantai timur laut Jepang untuk mencari puing-puing jet tersebut.

Pilot, yang masih hilang, telah menyerukan misi untuk berakhir sebelum pesawatnya jatuh. Jika insiden itu ternyata disebabkan oleh cacat pada pesawat, Tokyo bisa menghadapi seruan publik untuk berhenti membelinya.

Menurut Departemen Pertahanan, lima dari 13 unit F-35A Jepang telah terlibat dalam tujuh pendaratan darurat. Dua insiden melibatkan kesalahan pada pesawat yang kemudian jatuh. Jet-jet canggih itu rutin diperiksa untuk memastikan aman untuk terbang. Pemeriksaan tambahan juga telah dilakukan untuk melihat apakah ada kaitan dengan kecelakaan 9 April lalu.

AS belum mengungkapkan rincian teknologi canggih F-35 ke negara lain, dan ada kekhawatiran bahwa China atau Rusia bisa mendapatkan puing-puingnya dan mengungkap beberapa rahasia, termasuk kemampuan jet untuk menembak jatuh rudal balistik. Ini adalah salah satu alasan mengapa Washington mengirim sejumlah kapal ke lokasi kejadian untuk membantu menemukan puing-puing F-35A.

Jika penyebab kecelakaan itu ternyata melibatkan informasi sensitif tentang pesawat itu, AS mungkin enggan membagikannya dengan sekutu terdekatnya, Jepang. 





Credit  sindonews.com




KRI Alugoro-405, Kapal Selam Kelima Andalan Indonesia



KRI Alugoro-405
Antara CB – Diresmikannya kapal selam Kapal Republik Indonesia (KRI) Alugoro-405 oleh Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pada Kamis, 11 April 2019 di Surabaya, menambah daftar kapal selam militer yang akan digunakan oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) menjadi lima unit.
Dua kapal selam pertama yaitu KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402 merupakan jenis kapal selam diesel elektrik tipe U-209/1300 buatan Howaldtswerke, Kiel, Jerman. Kedua kapal selam dibeli pemerintah Indonesia pada 1977 dan mulai berdinas di TNI AL sejak 1981. Kedua kapal selam dilengkapi delapan tabung peluncur torpedo 533 mm dan 14 torpedo AEG.
Indonesia kala itu membeli dua kapal selam dari Jerman untuk menggantikan 12 kapal selam kelas Whiskey yang dibeli dari Uni Soviet menjelang kampanya Trikora (1959-1962) untuk merebut kembali Irian Barat dari tangan Belanda.

Kedua belas kapal selam tersebut kemudian satu per satu diberhentikan dari dinasnya pada era 1970-an karena ketiadaan suku cadang seiring memburuknya hubungan RI dengan Uni Soviet.
KRI NanggalaIstimewa
KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402 (Cakra-class) menggunakan nama dan urutan nomor kapal selam yang sama dengan kapal selam Whiskey-class, yaitu RI Tjakra-401 dan RI Nanggala-402.
Sementara tiga kapal selam berikutnya, yaitu KRI Nagapasa-403, KRI Ardadedali-404, dan KRI Alugoro-405 (Nagapasa-class) merupakan kapal selam diesel elektrik kelas Chang Bogo tipe U209/1400 yang dibuat atas kerja sama Republik Indonesia melalui PT PAL dan Republik Korea Selatan melalui Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering Co., Ltd (DSME).

KRI Nagapasa-403 dan KRI Ardadedali-404 dibuat di galangan kapal DSME, Korea Selatan. Sementara KRI Alugoro-405 telah dibuat di PT PAL walau masih melibatkan tim engineering dan tenaga kerja dari DSME.
KRI Alugoro
PAL
Ketiga kapal selam merupakan bagian dari kontrak antara RI dan Korea Selatan senilai 1,1 miliar dolar AS yang ditandatangani pada Desember 2011. Kontrak tersebut termasuk transfer teknologi di mana pembuatan kapal selam dilaksanakan bersama dan kapal ketiga dibuat di Indonesia.
KRI Nagapasa-403 mulai berdinas di TNI AL sejak 2017 disusul KRI Ardadedali-404 pada 2018. Sementara KRI Alugoro-405 usai diluncurkan ini masih akan menjalani masa uji coba melaut sebelum akhirnya diserahkan kepada TNI AL sebagai pengguna.

Rencana berikutnya, kapal selam keempat kelas Chang Bogo akan dikerjakan bersama dengan Korea Selatan di PT PAL. Dan pada pada pengerjaan kapal selam kelima akan dibuat sepenuhnya oleh Indonesia.
Dari sisi teknis, KRI Alugoro-405 tipe U209/1400 (KSDE U209 Chang Bogo-class atau di Indonesia Nagapasa-class) memiliki dimensi panjang 61,3 meter, lebar 7,6 meter, dan draught 5,5 meter. Kapal perang bawah permukaan air ini sanggup membawa 41 kru untuk melaut hingga 50 hari lamanya.
KRI Alugoro
PAL
Kelas Nagapasa yang didesain untuk masa pakai 30 tahun ini, memiliki bobot 1.460 ton saat muncul di permukaan air dan 1.596 ton saat melakukan penyelaman di bawah permukaan air. KRI Alugoro-405 mampu melaju dengan kecepatan maksimal hingga 21 knot.
Dalam hal persenjataan, sebagaimana Nagapasa-class, kapal selam ini dilengkapi torpedo generasi baru Black Shark dengan dimensi panjang 3,6 meter dan diameter 533 mm. Torpedo buatan Whitehead Alenia sistemi Subacquei (WASS) dari Italia ini diklaim mampu menjangkau sasaran hingga jarak 50 km.

Sistem peperangan lain yang ditanamkan di kapal ini antara lain adalah Naval Combat Management MSI-90U Mk2 buatan Kongsberg Defence System, Norwegia. Perangkat ini sebagai pengolah data untuk mengetahui situasi sekitar dan melakukan manajemen pertempuran.
Senjata sakti dunia pewayangan
Sebagaimana berurutan dari kapal selam bernomor 401 hingga 405, dapat kita simak bahwa nama-nama yang disematkan pada armada pemburu senyap ini adalah senjata-senjata pamungkas dalam dunia pewayangan.
Cakra, Nanggala, Nagapasa, Ardadedali, dan Alugoro semuanya adalah senjata sakti yang menjadi andalan tokoh-tokoh pewayangan.
Cakra merupakan senjata andalan Batara Wisnu, Nanggala dan Alugoro senjata andalan Prabu Baladewa, Nagapasa senjata andalan Indrajit, sementara Ardadedali merupakan senjata andalan Arjuna.
KRI CakraIstimewa
Nama-nama yang kini digunakan oleh kelima kapal selam TNI AL, sebagian pernah digunakan sebagai nama dari 12 kapal selam militer Whiskey-class yang dibeli Indonesia dari Rusia semasa pemerintahan Presiden Sukarno. Cakra, Nanggala, dan Alugoro, pernah digunakan sebagai nama kapal selam terdahulu, sementara Ardadedali dan Nagapasa tidak digunakan sebagai nama kapal selam sebelumnya.

Selengkapnya, nama 12 kapal selam militer Whiskey-class yang pernah dimiliki oleh Indonesia adalah: RI Tjakra-401 (TJK), RI Nanggala-402 (NGL), RI Nagabanda-403 (NBD), RI Trisula-404 (TSL), RI Tjandrasa-405 (TNS), RI Nagarangsang-406 (NRS), RI Hendradjala-407 (HAD), RI Alugoro-408 (AGR), RI Widjajadanu-409 (WDU), RI Pasopati-410 (PST), RI Tjudamani-411 (TDN), dan RI Bramasta-412 (BMA). Untuk diketahui, dahulu penamaan kapal perang masih menggunakan kode RI (Republik Indonesia) sebelum berubah menjadi KRI.
KRI PasopatiIstimewa
Salah satu dari 12 kapal selam tersebut, yaitu RI Pasopati-410 dapat dikunjungi adalah sebagai Monumen Kapal Selam (Monkasel) di Surabaya.
Dengan akan bergabungnya KRI Alugoro-405, tentu diharapkan kekuatan matra laut Indonesia bertambah kuat.

Namun demikian, lima unit kapal selam yang dimiliki, jujur harus dikatakan bahwa untuk kebutuhan menjaga wilayah perairan Indonesia yang sangat luas masih kurang. Hal ini dikatakan langsung oleh Menhan Ryacudu sendiri.
KRI NagapasaIstimewa
Salah satu kebanggaan yang perlu mendapat dukungan semua pihak, lanjut Ryacudu, adalah karena Indonesia sudah bisa membuat kapal selam di dalam negeri.

“Banyak negara yang tidak punya kapal selam. Kita punya dan kita mampu membuat kapal selam. Nanti kapal selam yang kelima (dari kelas ini) akan dibuat sendiri oleh Indonesia di PT PAL. Dan kita bisa menjualnya,” ujarnya.
Menhan menambahkan, Indonesia sedikitnya harus memiliki 12 kapal selam sama seperti di tahun 1960-an.





Credit  angkasareview.com




Kamis, 18 April 2019

Rusia Rampungkan Pengiriman Su-35 ke China, Selanjutnya Indonesia



Rusia Rampungkan Pengiriman Su-35 ke China, Selanjutnya Indonesia
Pesawat jet tempur Su-35 Rusia. Foto/Marina Lystseva/TASS


MOSKOW - Rusia telah menyelesaikan pengiriman 24 jet tempur Sukhoi Su-35 generasi 4++ pesanan China. Setelah pesanan Beijing dirampungkan, Moskow bersiap untuk memasok 11 unit pesanan Indonesia yang rencananya dimulai tahun ini.

Layanan Federal Rusia untuk Kerja Sama Militer dan Teknis kepada kantor berita TASS mengatakan kontrak untuk China sudah diselesaikan.

"Sesuai dengan kontrak, semua pesawat Su-35 telah dikirim ke pelanggan asing," kata Layanan Federal tersebut, Selasa (16/4/2019).

China menjadi pembeli asing pertama pesawat jet tempur Su-35 Rusia. Kontrak bernilai sekitar USD2,5 miliar untuk pengiriman 24 jet tempur ke China ditandatangani pada 2015. Kontrak itu juga menetapkan pengiriman peralatan dan mesin cadangan.

Sementara itu, Indonesia menjadi pembeli asing kedua jet tempur Su-35 Rusia. Pada awal 2018 Rusia telah menandatangani kontrak dengan Indonesia untuk pengiriman 11 unit jet tempur tersebut.

Di bawah kontrak, Rusia akan mengirimkan jet tempur pertama ke Indonesia pada tahun ini. Pemenuhan kontrak Indonesia menghadapi beberapa kesulitan terkait sanksi Amerika Serikat (AS), tetapi sumber TASS dari kalangan militer dan diplomatik mengatakan kesulitan-kesulitan tersebut "tidak kritis" dan tidak boleh memengaruhi pengiriman jet tempur.

Jet tempur supersonik Su-35S generasi 4++ melakukan penerbangan debutnya pada 19 Februari 2008. Jet tempur ini adalah turunan dari pesawat Su-27.

Su-35S berbobot 19 ton dan dapat melesat dengan kecepatan maksimum 2.500 km/jam. Pesawat ini memiliki awak satu pilot. Persenjataan untuk jet tempur tersebut termasuk senapan pesawat 30mm, hingga 8 ton muatan senjata—yang mencakup misil dan bom dari berbagai jenis—pada 12 titik bawah sayap. Su-35 telah beroperasi dengan militer Rusia sejak 2015. 




Credit  sindonews.com






Imbas Jatuh di Jepang, Singapura Ingin Pastikan Keamanan Jet F-35



Imbas Jatuh di Jepang, Singapura Ingin Pastikan Keamanan Jet F-35
Pesawat jet tempur siluman F-35A Lightning II Lockheed Martin Amerika Serikat. Foto/REUTERS


SINGAPURA - Kementerian Pertahanan (Mindef) Singapura ingin memastikan F-35 Joint Strike Fighter (JSF) aman untuk dioperasikan sebelum memperolehnya dari Lockheed Martin Amerika Serikat (AS). Reaksi itu muncul setelah jet tempur F-35A Jepang jatuh dan hilang di Samudra Pasifik pada 9 April lalu.

Pesawat jet tempur siluman itu jatuh di Samudra Pasifik selama misi pelatihan. Puing jet tempur dan pilotnya hingga kini belum ditemukan. Insiden yang belum diketahui penyebabnya itu mendorong Jepang untuk mengandangkan armada pesawat tempur F-35A untuk sementara waktu.

F-35A adalah salah satu dari tiga varian utama F-35, jet tempur termahal dan diklaim paling canggih di dunia. Ada juga varian F-35B, yang dirancang untuk lepas landas pendek dan pendaratan vertikal dan F-35C yang dirancang untuk digunakan pada kapal induknya.

Singapura sangat tertarik untuk membeli F-35B, yang dapat lepas landas dari landasan pacu yang lebih pendek dan mendarat seperti helikopter.

Mindef Singapura menanggapi pertanyaan surat kabar setempat, Today, apakah insiden yang dialami Jepang akan mempengaruhi keputusan untuk membeli jet tempur F-35. "Mindef dan Angkatan Bersenjata Singapura akan memperoleh empat F-35 JSF pada tahap awal, dengan opsi delapan pada tahap berikutnya jika kita memutuskan untuk melanjutkan," kata Mindef melalui seorang juru bicara.

"Ini akan memungkinkan kita untuk melakukan evaluasi penuh atas kemampuan dan kesesuaian pesawat," lanjut juru bicara tersebut tanpa disebutkan namanya, yang dilansir Senin (15/4/2019).

Mindef menambahkan bahwa pihaknya memiliki proses evaluasi yang ketat dan sedang memantau investigasi kecelakaan F-35 Jepang. "Kami akan memastikan bahwa F-35 JSF memenuhi persyaratan kami, dan aman untuk dioperasikan sebelum memperolehnya untuk kebutuhan pertahanan kami," imbuh juru bicara Mindef.

Keputusan untuk membeli empat F-35 JSF diumumkan oleh Menteri Pertahanan Ng Eng Hen awal Maret lalu. Menurut Ng saat ini menjadi waktu yang tepat untuk mengajukan permintaan untuk F-35 karena harganya telah jatuh karena pesanan yang "sehat" dari Amerika Serikat dan 10 negara lain, termasuk Inggris, Jepang dan Korea Selatan.

Jet F-35A Jepang hilang sekitar pukul 19.30 pada hari Selasa. Pesawat itu hilang kontak 30 menit setelah lepas landas dari Pangkalan Udara Misawa di Prefektur Aomori dengan tiga pesawat lain.

Menteri Pertahanan Jepang Takeshi Iwaya mengatakan pesawat itu mengirim sinyal "aborting practice" dan menghilang dari radar. 




Credit  sindonews.com




CEO Huawei: Teknologi 5G Ibarat Bom Nuklir bagi Presiden AS


CEO Huawei: Teknologi 5G Ibarat Bom Nuklir bagi Presiden AS
Kantor raksasa telekomunikasi China, Huawei. Foto/REUTERS/Tyrone Siu/File Photo

BERLIN - CEO Huawei Ren Zhengfei mengecam fiksasi Donald Trump pada persaingan 5G dengan China. Dia mengibaratkan teknologi itu seperti bom nuklir bagi Presiden Amerika Serikat (AS).

Zhengfei berjanji untuk mendukung "perjanjian anti-mata-mata" dengan Jerman. "Sayangnya, AS melihat teknologi 5G sebagai senjata strategis," kata Zhengfei dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Jerman, Wirtschaftswoche dan Handelsblatt.

"Bagi mereka itu semacam bom nuklir," ujarnya yang dilansir Rabu (17/4/2019).

CEO Huawei tersebut mengatakan perusahaannya tidak akan memasang "pintu belakang" surveillance pada peralatan 5G di Jerman. Berlin masih ragu-ragu untuk mengizinkan Huawei berpartisipasi dalam peluncuran 5G di Jerman di masa mendatang dengan alasan masalah keamanan.

Zhengfei mengaku akan mendesak pemerintah China untuk menandatangani "perjanjian anti-mata-mata" dengan Jerman, dan berkomitmen untuk mematuhi Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR) Uni Eropa.

Washington telah memberikan tekanan diplomatik pada Jerman untuk menutup Huawei, setelah beberapa agen intelijen AS memperingatkan bahwa perusahaan itu dapat mengumpulkan informasi untuk Beijing.

Zhengfei menyebut tuduhan itu "dongeng" dan menuntut AS memberikan fakta dan bukti untuk mendukung tuduhan mereka.

Presiden Trump sendiri memandang kompetisi 5G sebagai pertempuran strategis. Dia kepada wartawan pada hari Jumat pekan lalu mengatakan bahwa AS tidak dapat membiarkan negara lain bersaing dengan Amerika Serikat dalam industri yang kuat di masa depan.

Selain melucuti peraturan tentang perusahaan telekomunikasi AS, Trump juga telah mendesak sekutu Eropa lainnya untuk menghindari teknologi China. Beberapa negara Eropa, seperti Jerman, Prancis, dan Inggris, telah memperketat standar peraturan mereka. Sedangkan Italia, Kroasia, dan Hongaria telah menyambut Huawei.

"Jika Barat tidak menginginkan Perang Dingin yang baru, mereka harus tetap terbuka dan menerima kebangkitan negara-negara lain," kata Zhengfei. "Kita harus fokus lagi pada pembangunan ekonomi dan menciptakan perdamaian." 





Credit  sindonews.com





Tes Sistem Rudal Patriot dan Iron Dome, Israel Tembak Jatuh Target


Tes Sistem Rudal Patriot dan Iron Dome, Israel Tembak Jatuh Target
Sistem pertahanan rudal Iron Dome Israel saat mengintersepsi roket asal Gaza yang masuk wilayah selatan Sderot, Israel, 9 Agustus 2018. Foto/REUTERS/Amir Cohen

TEL AVIV - Angkatan Udara Israel melakukan uji coba tembakan langsung yang berhasil dari sistem pertahanan rudal Patriot dan Iron Dome pada hari Selasa hingga Rabu malam.

"Tentara pertahanan udara dari Angkatan Udara Israel melakukan intersepsi target yang sukses di berbagai ketinggian dan jarak," kata Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dalam sebuah pernyataan.

Sistem pertahanan rudal udara Patriot dimaksudkan untuk mengintersepsi pesawat yang datang dan rudal balistik jarak jauh. Sedangkan Iron Dome dirancang untuk menembak jatuh roket jarak pendek, mortir, serta beberapa pesawat.

Angkatan Udara Israel mengatakan uji coba sistem pertahanan itu dilakukan di Israel tengah, yang dimaksudkan untuk menguji kesiapan unit pertahanan udara dan teknisnya, serta baterai pertahanan udara itu sendiri.

Menurut IDF latihan itu adalah bagian dari jadwal pelatihan tahunan. Dua delegasi militer asing mengunjungi latihan itu. Namun, militer Israel menolak menyebutkan asal negara kedua delegasi asing tersebut.

“Delegasi datang untuk menonton latihan dan mempelajari hasilnya. Delegasi akan mengambil bagian dalam diskusi panel yang akan fokus pada masalah profesional dan kerja sama antar-militer," kata IDF dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Times of Israel, Kamis (18/4/2019).

Israel mempertahankan sistem pertahanan udara multilapis yang dirancang untuk melindungi aset strategis negara tersebut dari serangan udara musuh.

Lapisan terendah adalah sistem Iron Dome, yang mampu mencegat roket jarak pendek, kendaraan udara tak berawak kecil dan peluru mortir seperti yang telah ditembakkan ke Israel dari Jalur Gaza atau dari Lebanon selatan.

Tingkat menengah terdiri dari sistem David's Sling, yang dimaksudkan untuk bertahan melawan rudal seperti Fateh 110 milik Iran dan padanannya di Suriah, M600, yang keduanya telah digunakan secara luas dalam perang sipil Suriah dan dikenal berada di Hizbullah Lebanon.

Di lapisan teratas adalah sistem Patriot, Arrow 2 dan Arrow 3, yang dimaksudkan untuk menggunakan rudal balistik jarak jauh. Patriot juga telah digunakan pada sejumlah kesempatan dalam melawan pesawat musuh yang masuk.

Menurut militer Israel, pada Juli lalu sistem Patriot menembak jatuh sebuah jet tempur Suriah yang melakukan perjalanan dua kilometer ke wilayah udara Israel. 




Credit  sindonews.com




Selasa, 16 April 2019

AS Setuju Jual Peralatan Militer Senilai Rp7 Triliun ke Taiwan


AS Setuju Jual Peralatan Militer Senilai Rp7 Triliun ke Taiwan
Pesawat tempur F-16 AS. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) telah menyetujui kemungkinan penjualan peralatan militer dan pelatihan pilot F-16 ke Taiwan senilai Rp7 triliun. Demikian pernyataan Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan (DCSA) mengatakan dalam siaran pers.

"Departemen Luar Negeri telah memutuskan untuk menyetujui kemungkinan Penjualan Militer Asing ke TECRO di Amerika Serikat untuk kelanjutan program pelatihan pilot dan dukungan pemeliharaan/logistik untuk pesawat F-16 yang saat ini berada di Pangkalan Angkatan Udara Luke, Arizona dengan perkiraan biaya Rp7 triliun," bunyi rilis tersebut seperti dikutip dari Sputnik, Selasa (16/4/2019).

TECRO adalah Kantor Perwakilan Ekonomi dan Kebudayaan Taipei di AS. TECR0 bertanggung jawab untuk menjaga hubungan bilateral antara Taiwan dan AS.

Menteri Pertahanan Taiwan Yen De-fa baru-baru ini mengungkapkan bahwa Taipei berharap untuk mengetahui apakah mereka akan diizinkan untuk membeli jet tempur F-16 tambahan dari Amerika Serikat pada bulan Juli. Ini dilakukan untuk terus meningkatkan armada F-16A/B yang semakin tua.

"Pada bulan Februari, Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan meminta jet tempur baru dan canggih untuk menunjukkan tekad dan kemampuan kami untuk membela diri," kata Wakil Menteri Pertahanan Taiwan Shen Yi-ming kepada wartawan pada saat itu, yang memicu protes dari Beijing.

China telah meningkatkan tekanan pada Taiwan. Beijing mencurigai presiden Taiwan mendorong kemerdekaan formal pulau itu, sebuah sinyal bahaya untuk China yang tidak pernah meninggalkan penggunaan kekuatan untuk membawa Taiwan berada di bawah kendalinya. 


Credit  sindonews.com



Beli S-400 Rusia, India Berharap Tak Disanksi AS


Beli S-400 Rusia, India Berharap Tak Disanksi AS
Menteri Pertahanan India, Nirmala Sitharaman berharap India tidak akan dikenai sanksi oleh Amerika Serikat karena telah membeli sistem pertahanan udara S-400. Foto/Istimewa

NEW DELHI - Menteri Pertahanan India, Nirmala Sitharaman berharap India tidak akan dikenai sanksi oleh Amerika Serikat (AS), karena telah membeli sistem pertahanan udara S-400. India dan Rusia meneken rencana pembelian S-400 pada Oktober tahun lalu.

“Dalam kasus S-400 kami telah menjelaskan diri kami dengan baik. Itu telah didengar dan dipahami. Mereka menghargai sudut pandang yang diajukan,” katanya dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Sputnik pada Senin (15/4).

Sitharaman juga menekankan perlunya kedua pihak menyelesaikan perbedaan bilateral. "Upaya kami adalah bahwa perbedaan-perbedaan ini, tidak dapat dibiarkan menjadi sengketa," sambungnya.

Pernyataan itu muncul setelah Asisten Menteri Pertahanan AS untuk Urusan Keamanan Indo-Pasifik, Randall Schriver mengatakan bahwa Washington ingin "menyelesaikan" masalah yang muncul dari perjanjian S-400 India dengan Rusia.

"AS sangat ingin melihat India membuat pilihan alternatif untuk S-400 dan kami bekerja sama dengan mereka untuk memberikan alternatif potensial," unkap Schriver.

Sesaat sebelum New Delhi dan Moskow menandatangani perjanjian S-400, Kementerian Luar Negeri AS sendiri telah memperingatkan bahwa peningkatan India untuk sistem persenjataannya termasuk sistem pertahanan udara dan rudal S-400 akan menjadi fokus khusus bagi undang-undang "Countering America's Adversaries Through Sanctions Act" (CAATSA).

Undang-undang ini secara khusus memberi Washington hak untuk menjatuhkan sanksi ekonomi kepada negara mana pun jika memutuskan untuk membeli peralatan militer Rusia, seperti sistem pertahanan udara S-400. 




Credit  sindonews.com



Senin, 15 April 2019

Rusia Puji Kenekatan Erdogan Beli S-400 meski Ditekan AS



Rusia Puji Kenekatan Erdogan Beli S-400 meski Ditekan AS
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov. Foto/REUTERS



MOSKOW - Juru Bicara Kepresidenan Rusia Dmitry Peskov memuji Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang tetap nekat membeli sistem rudal S-400 Moskow meski ada tekanan dari Amerika Serikat (AS). Menurutnya, Turki membuktikan diri sebagai negara yang independen dalam bertindak.

"Faktanya, tidak banyak negara yang bertindak secara independen. Rusia dan Turki adalah di antara negara-negara tersebut," kata Peskov.

"Tekanan memang belum pernah terjadi sebelumnya. Kami menyambut posisi Erdogan yang agak sulit dan tidak kenal kompromi (dalam masalah ini). Kami percaya bahwa sikap seperti itu akan memungkinkan kami membangun dialog yang bebas dan berdaulat," lanjut Peskov dalam sebuah program ditayangkan Rossiya-1 TV, yang dilansir Ahval News, Senin (15/4/2019).

Pernyataan juru bicara Kremlin itu muncul ketika para anggota parlemen AS terus memperingatkan Ankara bahwa pembelian sistem rudal Rusia itu dapat menyebabkan sanksi AS dan menempatkan keterlibatan Turki di program jet tempur F-35 berada dalam risiko.

Menurut Washington, Ankara tidak dapat memiliki jet tempur Amerika dan sistem pertahanan Rusia dengan alasan bahwa hal itu akan membahayakan keamanan sistem persenjataan NATO. AS sebagai sekutu Turki di keanggotaan NATO telah berupaya meyakinkan Ankara untuk membeli sistem pertahanan rudal Patriot buatan Raytheon, namun upaya itu sejauh ini belum berhasil.

Ankara telah berulang kali menekankan bahwa perjanjian untuk membeli sistem pertahanan udara S-400 Rusia adalah kesepakatan final.

"Kami memberi tahu mereka 'ini pekerjaan yang sudah selesai, semuanya sudah siap'. Pengiriman sistem pertahanan rudal S-400 seharusnya pada bulan Juli, mungkin dilakukan sebelumnya," kata Erdogan pekan lalu.

Awal bulan ini, Amerika Serikat menghentikan pengiriman berbagai peralatan atau suku cadang terkait dengan pesawat tempur siluman F-35 ke Turki. Penghentian pengiriman itu merupakan langkah konkret pertama yang diambil Washington untuk memblokir pengiriman jet tempur itu ke sekutu NATO-nya.



Credit  sindonews.com




Kamis, 11 April 2019

Jengkel, Pakistan Peringatkan India S-400 Bisa Ciptakan Bencana



Jengkel, Pakistan Peringatkan India S-400 Bisa Ciptakan Bencana
Pakistan mengecam pembelian sistem pertahanan udara S-400 Rusia oleh India. Foto/Istimewa


ISLAMABAD - Pakistan merasa jengkel dengan kesepakatan pembelian sistem pertahanan udara S-400 senilai USD5,43 miliar yang diteken India dengan Rusia pada tahun lalu. Menteri Luar Negeri (Menlu) Pakistan Shah Mohammed Qureshi menggambarkan S-400 sebagai sistem senjata tidak stabil yang dapat mempengaruhi stabilitas strategis kawasan itu.

Qureshi pun menyerukan kekuatan global untuk "memperhatikan" tanggung jawab mereka dalam hal pasokan senjata ke wilayah tersebut.

"Pengenalan sistem senjata destabilisasi baru, seperti sistem rudal anti-balistik S-400, dapat lebih jauh menekankan tantangan pada stabilitas strategis. Mereka dapat mendorong bencana, di bawah rasa aman yang palsu," kata Qureshi seperti dikutip dari Sputnik, Kamis (11/4/2019).

Oktober lalu, India menandatangani kontrak pertahanan senilai USD5,43 miliar dengan Rusia untuk membeli lima sistem pertahanan udara S-400 meskipun ada ancaman sanksi AS. Pengiriman sistem S-400 pertama kemungkinan akan terjadi pada tahun 2020.

Pakistan segera bereaksi dengan mengklaim bahwa pembelian itu adalah bagian dari upaya India untuk memperoleh Sistem Pertahanan Rudal Balistik (BMD) melalui berbagai sumber. Pakistan menambahkan bahwa langkah itu dapat mengacaukan stabilitas strategis di Asia Selatan.

India membantah tuduhan itu, menganggap pembelian itu perlu untuk keamanan nasionalnya.

Menurut Qureshi, akuisisi besar-besaran senjata konvensional oleh India yang digabungkan dengan doktrin ofensif, seperti Cold Start, dan perluasan aset strategisnya, termasuk kapal selam nuklir, merupakan perkembangan dengan implikasi keamanan serius bagi Pakistan dan kawasan.

Ia juga menyebutkan bahwa tes ASAT baru-baru ini yang dilakukan oleh India pada 27 Maret menimbulkan kekhawatiran di Islamabad. Qureshi memperingatkan masyarakat internasional agar tidak memberikan konsesi dan berbagi teknologi canggih dengan India.

"Pengecualian khusus negara oleh Kelompok Pemasok Nuklir (NSG), telah memiliki implikasi negatif untuk stabilitas strategis di wilayah kami," ujar Qureshi.

Qureshi mendesak kekuatan global untuk tetap waspada saat berhadapan dengan negara-negara di kawasan itu karena stabilitas strategis Asia Selatan dipengaruhi tidak hanya oleh perkembangan regional tetapi juga oleh pendekatan komunitas internasional.

Sesuai dengan pernyataan menteri luar negerinya, Pakistan telah menunjukkan komitmennya terhadap perdamaian dan stabilitas dengan mengajukan proposal untuk Rezim Pertahanan Strategis (SRR) - yang didasarkan pada tiga elemen yang saling terkait dari penyelesaian konflik: pembatasan nuklir, pembatasan rudal dan keseimbangan konvensional. Ia mengatakan proposal itu tetap di atas meja dan jika diupayakan bisa meletakkan dasar untuk perdamaian dan stabilitas abadi di wilayah tersebut.

Krisis antara dua negara bersenjata nuklir meningkat setelah serangan teroris Pulwama di mana 40 tentara India terbunuh. Ketegangan semakin meningkat pada 27 Februari ketika kedua angkatan udara terlibat dalam pertempuran udara - yang pertama dalam lima dekade terakhir - sebagai balasan atas serangan udara "non-militer pre-emptive" yang dilakukan oleh Angkatan Udara India terhadap infrastruktur teror yang tampak nyata di Balakot Pakistan pada 26 Februari.

Pakistan mengklaim bahwa mereka menembak jatuh dua jet tempur India dalam pertempuran udara, sementara India membantah klaim tersebut dan mengatakan bahwa jet tempur yang jatuh adalah F-16 Angkatan Udara Pakistan yang ditembak jatuh oleh IAF MiG-21 Bison. 




Credit  sindonews.com




Rusia Siap Jual Lebih Banyak S-400 ke Turki




Rusia Siap Jual Lebih Banyak S-400 ke Turki
Moskow mengatakan siap mempertimbangkan untuk memasok lebih banyak rudal pertahanan udara S-400 ke Turki. Foto/Istimewa


MOSKOW - Rusia tertarik untuk memperluar kerja sama teknis militernya dengan Turki. Moskow mengatakan siap mempertimbangkan untuk memasok lebih banyak rudal pertahanan udara S-400 ke Turki.

"Rusia terbuka. Rusia memiliki kemampuan dan kompetensi teknologi yang sesuai. Rusia mencari peluang untuk memperluas kerja sama ini. Ini adalah praktik yang benar-benar normal," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov seperti dikutip dari Xinhua, Kamis (11/4/2019).

Peskov mengatakan kerja sama teknis militer adalah bagian yang sangat penting dari interaksi Rusia dengan banyak negara asing, karena kerja sama tersebut menunjukkan tingkat khusus pengembangan hubungan bilateral. 

"Ini juga berlaku untuk Turki," cetusnya.

Peskov membuat pernyataan mengomentari pernyataan yang dibuat sebelumnya pada hari Rabu oleh Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, bahwa jika Washington menolak untuk menjual sistem pertahanan udara jarak jauh Patriot ke Ankara, ia dapat membeli lebih banyak S-400 dari Rusia.

Berbicara kepada saluran berita NTV Turki, Cavusoglu mengatakan bahwa jika AS menerapkan ancamannya untuk membatalkan kesepakatan jet F-35, Turki dapat membeli pesawat tempur dari sumber lain hingga mampu memproduksi sendiri.

Washington telah mengkritik Turki karena pembelian rudal S-400 Rusia dan Pentagon mengatakan pekan lalu bahwa mereka telah menghentikan pengiriman suku cadang jet tempur F-35 dan manual ke Turki.

Namun demikian, Presiden Rusia Vladimir Putin dan mitranya dari Turki Recep Tayyip Erdogan pada hari Senin sepakat untuk menerapkan kontrak mereka untuk mengirimkan S-400 ke Turki sesuai rencana.

Sistem rudal pertahanan udara S-400 dianggap yang paling canggih dari jenisnya di Rusia, yang mampu menghancurkan target pada jarak hingga 400 km dan ketinggian hingga 30 km. 





Credit  sindonews.com



Pompeo: F-35 Tidak Berjodoh dengan S-400 Rusia



Pompeo: F-35 Tidak Berjodoh dengan S-400 Rusia
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo mengatakan, jet tempur F-35 tidak dapat beroperasi di wilayah udara yang sama dengan sistem rudal S-400 Rusia. Foto/Reuters


WASHINGTON - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo mengatakan, jet tempur F-35 tidak dapat beroperasi di wilayah udara yang sama dengan sistem rudal S-400 Rusia. Ini adalah langkah terbaru AS untuk merayu Turki agar membatalkan pembelian S-400 agar mendapatkan F-35.

"Tidak mungkin untuk menerbangkan F-35 di ruang udara di mana S-400 dapat dioperasikan secara signifikan," kata Pompeo dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Anadoly Agency pada Kamis (11/4).

Dia mengatakan, AS telah berkali-kali menyampaikan "tantangan teknis" ini kepada Turki, baik melalui saluran diplomatik ataupun militer. Namun, sayangnya hal itu tidak di gubris oleh Ankara.

Pompeo kemudian mengatakan kesepakatan untuk sistem pertahanan udara AS sekarang di atas meja, dan bahwa Washington mengakui peran Ankara dalam program F-35.

"Kami telah menjelaskan kepada orang-orang Turki sejelas mungkin, mereka membangun komponen penting dari F-35. Tidak hanya mereka pembeli dan pelanggan, tetapi mereka adalah bagian dari rantai pasokan untuk F-35," ucapnya.

Sementara itu, sebelumnya Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu telah menolak ancaman AS untuk membatalkan kesepakatan untuk jet F-35 jika Turki tetap melanjutkan pembelian S-400. Cavusoglu mengatakan dengan tidak adanya F-35, Turki bisa membeli jet tempur dari sumber lain hingga mampu memproduksi sendiri. 





Credit  sindonews.com


Menlu Turki: Jika AS tahan Patriot, Turki beli lebih banyak S-400


Menlu Turki: Jika AS tahan Patriot, Turki beli lebih banyak S-400

Gugusan sistem persenjataan anti-rudal Patriot di padang pasir Arab Saudi selama perang Teluk/file (AFP) (AFP/)




Ankara (CB) - Pemerintah Turki bisa membeli lebih banyak rudal S-400 atau sistem lain pertahanan udara jika Amerika Serikat menolak untuk menjual rudal Patriot kepada Turki, kata menteri luar negeri Turki pada Rabu (10/4).

Ketika berbicara kepada satu stasiun televisi berita Turki, Menlu Mavlut Cavusoglu menanggapi kecaman AS mengenai pembelian S-400 dan menggarisbawahi bahwa negara lain NATO sebelumnya telah memperoleh generasi terdahulu rudal S-300 tanpa konflik dengan anggota lain di aliansi itu.

"Jika AS menolak untuk menjual Patriot kepada kami, besok kami bisa membeli (sistem) S-400 kedua, atau sistem lain pertahanan udara," kata Cavusoglu.

Cavusoglu menepis ancaman AS untuk membatalkan kesepakatan pembelian jet F-35 jika sistem S-400 dikirim. Ia mengatakan Turki dapat membeli jet tempur dari sumber lain sampai Ankara mampu memproduksi sendiri jika Washington berkukuh dengan ancaman tersebut.

Washington telah menentang tindakan Turki membeli sistem pertahanan rudal permukaan-ke-udara S-400 buatan Rusia, dan pekan lalu membekukan pengiriman suku cadang serta layanan lain yang berkaitan dengan F-35.

Para pejabat AS telah menyarankan Turki membeli sistem rudal Patriot AS dan bukan S-400 dari Moskow, dengan alasan sistem S-400 tak sesuai dengan sistem NATO dan kemungkinan mengungkap F-35 kepada Rusia.

Turki telah menanggapi bahwa penolakan AS untuk menjual Patriot lah yang memaksanya mencari pembeli lain, dan menambahkan Rusia menawarkan kesepakatan yang lebih baik, yang meliputi alih teknologi.

Mengenai tindakan Washington memasukkan Korps Pengawal Revolusi Iran (IRGC) sebagai "organisasi teroris asing", Cavusoglu mengatakan tindakan itu adalah keputusan yang sangat berbahaya dengan mengakui militer resmi satu negara sebagai organisasi teroris.

Ia mengecam AS karena kerja samanya dengan organisasi YPG/PKK. Cavusoglu juga menegaskan bahwa Washington melakukan tindakan yang bertentangan, yaitu dengan memasukkan angkatan bersenjata negara lain sebagai kelompok teror sementara AS sendiri bekerja sama dengan kelompok teror lain.

Saat merujuk kepada pemilihan umum Israel pada Selasa, Cavusoglu mengatakan Tel Aviv mesti "menghentikan populisme dan sikap agresifnya", dan segera melakukan langkah menuju penyelesaian dua-negara.

"Penyelesaian dua-negara adalah satu-satunya penyelesaian bagi perdamaian di Palestina, Israel dan wilayah ini," katanya.




Credit  antaranews.com



Menlu AS: F-35, S-400 tak bisa beroperasi bersama


Menlu AS: F-35, S-400 tak bisa beroperasi bersama

Sistem peluru kendali darat-ke-udara baru S-400 terlihat setelah dipakai di sebuah pangkalan militer di luar Kota Gvardeysk dekat Kaliningrad, Rusia, 11/3/2019. REUTERS/Vitaly Nevar (REUTERS/STRINGER)





Washington (CB) - Pesawat jet tempur buatan Amerika F-35 tak bisa dioperasikan di wilayah udara yang sama dengan sistem pertahanan buatan Rusia S-400, kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat pada Rabu (10/4).

"Tak mungkin buat keduanya untuk menerbangkan F-35 di wilayah udara tempat S-400 beroperasi," kata Menlu AS Mike Pompeo dalam dengar pendapat di Komite Hubungan Luar Negeri Senat.

Ia mengatakan AS menyampaikan "tantangan teknis ini" kepada Turki melalui saluran militer dan diplomatik.

Setelah upaya yang berlarut-larut untuk membeli sistem pertahanan udara dari AS tak berhasil, Ankara pada 2017 memutuskan untuk membeli sistem pertahanan Rusia.

Washington memperingatkan Ankara mengenai pembelian sistem S-400-nya dan pekan lalu membekukan pengiriman suku cadang serta layanan lain buat jet F-35.

Pompeo mengisyaratkan kemungkinan pemberlakuan sanksi melalui peraturan yang disahkan untuk menghukum trio tiga negara lain, akibat kesepakatan tersebut.

"Sistem S-400 adalah sistem senjata penting, dan kami telah berbagi (informasi tersebut, red) dengan mereka, kami telah meminta mereka untuk meneliti CAATSA, apa itu artinya buat mereka," katanya.

Countering American Adversaries Through Sanctions Act, atau CAATSA, disahkan pada 2017 untuk menjatuhkan sanksi atas Iran, Korea Utara dan Rusia dan memerangi pengaruh ketiga negara itu di seluruh dunia.

Pompeo mengatakan kesepakatan bagi sistem pertahanan udara Amerika sekarang siap dirundingkan, dan AS mengakui peran Turki dalam program F-35.

"Kami telah menjelaskan kepada Pemerintah Turki sejelas-jelasnya, mereka membuat komponen penting F-35. Bukan hanya mereka adalah pembeli dan pelanggan, tapi mereka adalah bagian dari rantai pasokan buat F-35," kata Pompeo.

Turki pertama kali bergabung dalam Program Tempur Serang Gabungan F-35 dan telah menanam modal lebih dari 1,25 miliar dolar AS (sekitar Rp17,69 triliun). Ankara juga membuat berbagai suku cadang pesawat buat semua pelanggan dan varian F-35.

Perusahaan-perusahaan Turki telah memasok program F-35 dengan komponen penting, termasuk struktur badan pesawat serta rakitan dan penampang pusat badan pesawat.


Credit  antaranews.com



Rabu, 10 April 2019

Boyong Jet Tempur Su-35S Rusia, AS Ancam Sanksi Mesir



Boyong Jet Tempur Su-35S Rusia, AS Ancam Sanksi Mesir
AS mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada Mesir jika membeli jet tempur Su-35S Rusia. Foto/Istimewa


WASHINGTON - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo, mengatakan bahwa Mesir akan menghadapi sanksi jika membeli jet tempur Su-35S Rusia. Hal itu dikatakan Pompeo saat berpidato di Senat AS.

Ia juga menyatakan bahwa Mesir telah meyakinkan AS akan mempertimbangkan kemungkinan sanksi AS dan menyatakan harapannya dapat menarik diri dari kesepakatan itu.

"Kami telah memperjelas sistem terhadap mereka yang memiliki pesawat itu (Su-35S) ... mengharuskan sanksi terhadap rezim," kata Pompeo kepada Komite Senat tentang Alokasi Anggaran Departemen Luar Negeri 2020. 

"Kami telah menerima jaminan dari mereka, mereka mengerti itu, dan saya sangat berharap mereka akan memutuskan untuk tidak melanjutkan akuisisi itu," imbuhnya seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (10/4/2019).

Sebelumnya pada hari itu, menjelang kunjungan Presiden Mesir Abdel Fattah Al Sisi ke Washington, seorang pejabat senior pemerintah Trump mengatakan AS mendorong Mesir untuk berbalik ke Barat dan menjauh dari Rusia.

"Dalam hal pengaruh Rusia yang berkembang di kawasan itu, itu jelas sesuatu yang kami sangat prihatin. Kami tidak melihat banyak manfaat material untuk keterlibatan dengan Rusia," kata pejabat itu.

"Kami hanya akan mendorong orang-orang Mesir untuk berbalik lebih ke Barat, ke Amerika Serikat," imbuhnya.

Pejabat itu mendesak Mesir dan negara-negara lain yang ingin mempertahankan hubungan militer dengan AS agar tidak membeli senjata Rusia karena mereka berisiko terkena sanksi di bawah Undang-Undang CAATSA.

Pada pertengahan Maret, Rusia dan Mesir dilaporkan menandatangani kontrak senilai USD2 miliar dolar untuk pembelian lebih dari 20 pesawat tempur multi-role Su-35S Rusia dan senjata yang diluncurkan melalui udara.

Menurut surat kabar Kommersant, perjanjian untuk membeli lebih dari 20 pesawat dan senjata senilai sekitar USD2 miliar mulai berlaku pada akhir 2018, dan pengiriman dapat dimulai pada 2020 atau 2021.

Namun, Dinas Federal Rusia untuk Kerja Sama Teknis-Militer (FSMTC) mengatakan bahwa tidak ada kontrak untuk pasokan pesawat yang ditandatangani pada paruh kedua 2018.

Pada hari Selasa, Presiden AS Donald Trump bertemu dengan Presiden Mesir al-Sisi. Gedung Putih mengatakan dalam pernyataan sebelumnya bahwa kedua pemimpin akan fokus pada kerja sama militer dan kontraterorisme selama pertemuan mereka. 




Credit  sindonews.com



Jepang Dilaporkan Temukan Puing-puing F-35 yang Hilang Kontak



Jepang Dilaporkan Temukan Puing-puing F-35 yang Hilang Kontak
Tim pencarian dan penyelamatan Jepang dilaporkan telah menemukan puing-puing milik jet tempur siluman F-35. yang hilang di Samudra Pasifik, kemarin. Foto/Istimewa


TOKYO - Tim pencarian dan penyelamatan Jepang dilaporkan telah menemukan puing-puing milik jet tempur siluman Lockheed Martin F-35. Jet tempur itu menghilang di Samudra Pasifik, kemarin.

Juru bicara Angkatan Udara Bela Diri Jepang (ASDF) menuturkan pihaknya masih mencari pilot pesawat tersebut. "Pilot pesawat tersebut masih hiang," kata juru bicara tersebut dalam sebuah pernyataan.

"Kami menemukan puing-puing pesawat dan memutuskan bahwa itu dari F-35. F-35 berusia kurang dari satu tahun dan dikirim ke ASDF pada Mei tahun lalu," sambungnya, seperti dilansir Reuters pada Rabu (10/4).

Skuadron F-35 pertama Jepang baru saja beroperasi di pangkalan udara Misawa dan pemerintah berencana untuk membeli 87 pesawat tempur siluman untuk memodernisasi pertahanan udaranya saat kekuatan militer China tumbuh.

Kecelakaan F-35 ini sendiri akan menjadi yang kedua kalinya sejak pesawat itu terbang hampir dua dekade lalu. Itu juga akan menjadi kecelakaan pertama versi A dari pesawat tempur generasi kelima yang dirancang untuk menembus pertahanan musuh dengan menghindari deteksi radar.

Sebuah pesawat F-35B milik militer AS jatuh di dekat Pangkalan Udara Korps Marinir Beaufort di South Carolina pada bulan September yang mendorong dikandangkannya untuk sementara pesawat tersebut. Lockheed Martin juga membuat versi C dari pesawat tempur yang dirancang untuk dioperasikan di atas kapal induk. 



Credit  sindonews.com



Jepang Kandangkan Seluruh Jet Siluman F-35A




Jepang Kandangkan Seluruh Jet Siluman F-35A
Jepang mengkandangkan seluruh pesawat tempur siluman F-35A miliknya setelah salah satu pesawat itu hilang. Foto/Istimewa


TOKYO - Menteri Pertahanan Jepang, Takeshi Iwaya mengatakan, Angkatan Udara akan menangguhkan penerbangan F-35A untuk sementara waktu setelah hilangnya sebuah pesawat siluman tersebut. Sebuah jet siluman F-35A Lockheed Martin Angkatan Udara Jepang hilang di Samudra Pasifik dekat Jepang utara.

"Penyebab (penghilangan) tidak diketahui," Menteri Pertahanan Takeshi Iwaya seperti dikutip dari Kyodo, Rabu (10/4/2019).

Angkatan Udara Jepang mengatakan jet tempur kursi tunggal itu terbang sekitar 135 km timur pangkalan udara di Prefektur Aomori sekitar pukul 7:27 malam pada hari Selasa (9/4/2019).

"Militer telah meluncurkan pencarian untuk pesawat yang hilang dan pilotnya," kata Angkatan Udara Jepang dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Reuters.

Iwaya mengatakan dia tidak mengetahui ada pesawat F-35A, yang dikembangkan bersama oleh sembilan negara termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan Italia, pernah jatuh di dunia.

Jepang mulai mengerahkan F-35As, yang masing-masing seharga lebih dari USD90 juta, pada Januari tahun lalu untuk menggantikan jet tempur F-4 yang sudah tua.

Anggota skuadron 80 jet tempur siluman baru saja dibentuk bulan lalu.

Jepang berencana untuk akhirnya mengerahkan total 105 F-35A selain 42 pesawat lepas landas pendek F-35B yang akan dibeli di kemudian hari. 




Credit  sindonews.com




Jet Siluman F-35 Jepang Hilang Kontak di Atas Samudra Pasifik



Jet Siluman F-35 Jepang Hilang Kontak di Atas Samudra Pasifik
Jet tempur F-35. Foto/Istimewa


TOKYO - Militer Jepang mengatakan pihaknya kehilangan kontak dengan salah jet siluman F-35 Lockheed Martin di Samudra Pasifik dekat Jepang utara.

Skuadron F-35 pertama Jepang baru saja beroperasi di pangkalan udara Misawa dan pemerintah berencana untuk membeli 87 pesawat tempur siluman untuk memodernisasi pertahanan udaranya saat kekuatan militer China tumbuh.

Angkatan Udara Jepang mengatakan jet tempur kursi tunggal itu terbang sekitar 135 km timur pangkalan udara di Prefektur Aomori sekitar pukul 7:27 malam pada hari Selasa (9/4/2019).

"Militer telah meluncurkan pencarian untuk pesawat yang hilang dan pilotnya," kata Angkatan Udara Jepang dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Reuters.

Kecelakaan F-35 ini akan menjadi yang kedua kalinya sejak pesawat itu terbang hampir dua dekade lalu. Itu juga akan menjadi kecelakaan pertama versi A dari pesawat tempur generasi kelima yang dirancang untuk menembus pertahanan musuh dengan menghindari deteksi radar.

Sebuah pesawat F-35B milik militer AS jatuh di dekat Pangkalan Udara Korps Marinir Beaufort di South Carolina pada bulan September yang mendorong dikandangkannya untuk sementara pesawat tersebut. Lockheed Martin juga membuat versi C dari pesawat tempur yang dirancang untuk dioperasikan di atas kapal induk.

Pesawat F-35 baru Jepang akan mencakup 18 varian short take off dan vertical landing (STOVL) B yang ingin digunakan di pulau-pulau di sepanjang tepi Laut China Timur. 




Credit  sindonews.com




Tak Ultimatum Keras Turki soal S-400, Pentagon Salahkan Trump



Tak Ultimatum Keras Turki soal S-400, Pentagon Salahkan Trump
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kiri) dan Presiden Amerika Serikat Donald John Trump. Foto/REUTERS


WASHINGTON - Beberapa pejabat Departemen Luar Negeri dan Pentagon secara pribadi menyalahkan Presiden Donald Trump karena gagal menerbitkan ultimatum keras kepada Turki atas pembelian sistem pertahanan rudal S-400 buatan Rusia. Beberapa sumber yang mengetahui masalah tersebut mengungkapnya kepada ABC News.

Selama berbulan-bulan, pejabat senior, termasuk Wakil Presiden Mike Pence, Menteri Luar Negeri Michael Pompeo dan Pelaksana Tugas Menteri Pertahanan Patrick Shanahan, telah memperingatkan Turki agar tidak memilih sistem rudal Rusia yang tidak sesuai dengan sistem pertahanan NATO. Mereka menyatakan keprihatinan bahwa Turki, sekutu NATO, nekat membeli sistem rudal Rusia daripada sistem rudal Patriot buatan Amerika Serikat (AS).

Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin telah bertemu di Moskow pada hari Senin untuk membahas pengiriman sistem rudal S-400 ke Ankara.

Sejak Erdogan secara pribadi merundingkan pembelian senjata pertahanan canggih Moskow dengan Trump, para pejabat Departemen Luar Negeri dan Pentagon berharap ada tekanan dari Trump untuk "membunuh" kesepakatan pembelian tersebut.

Tetapi, selama percakapan telepon pada 22 Februari antara kedua pemimpin tersebut, Erdogan justru menyampaikan keluhan soal ancaman sanksi yang dirancang Kongres AS. Menurut tiga pejabat AS, Erdogan menyampaikan kepada Trump bahwa Kongres melanggar kekuasaan eksekutif presiden dengan mengeluarkan ancaman sanksi terhadap Turki atas kesepakatannya dengan Rusia.

Erdogan, dalam percakapan telepon, diyakini mengatakan kepada Trump bahwa kemungkinan sanksi dari Kongres berdasarkan undang-undang sanksi bernama Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) itu adalah "tidak konstitusional". "Karena menghilangkan kekuatan eksekutif Anda," kata dua pejabat AS menirukan Erdogan dalam percakapan telepon itu.

Menurut dua pejabat itu, Trump kemudian menjawab bahwa dia akan berbicara dengan Kongres. "Tanggapan presiden tidak terjebak sehingga Erdogan melihat apa yang dipertaruhkan," kata pejabat lain yang mengetahui percakapan telepon tersebut.

Tidak jelas apakah presiden bisa menghentikan kesepakatan pembelian sistem pertahanan rudal S-400 Moskow oleh Ankara karena Turki adalah negara berdaulat.

Gedung Putih, pada Selasa (9/4/2019), tidak menanggapi permintaan ABC News untuk berkomentar.

Menjelang percakapan telepon antara Trump dengan Erdogan, sumber pemerintah Amerika mengatakan kepada ABC News bahwa ada upaya besar dari pejabat Departemen Luar Negeri dan Pentagon untuk mempersiapkan apa yang akan disampaikan presiden Trump, termasuk kemungkinan konsekuensi.

Pompeo dan Shanahan sebelumnya juga telah berbicara dengan Erdogan tetapi tanpa kemajuan nyata. "Itulah sebabnya peran Trump dalam hal ini sangat kritis, karena Erdogan tidak mendengarkan para utusan yang ditemuinya," kata seorang pejabat yang terlibat dalam masalah ini.

Para ahli militer khawatir sistem rudal Rusia itu dapat mengekspos pertahanan Barat kepada Moskow, karena S-400 berpotensi dapat mengancam teknologi jet tempur siluman F-35.

Sitem pertahanan S-400 mampu menembak jatuh pesawat terbang, drone, dan rudal jelajah dengan jangkauan tembakan misilnya mencapai hingga 250 mil.

China yang telah membeli senjata pertahanan Mosokow itu sudah dijatuhi sanksi oleh Washington.

"Saya tidak menyarankan bahwa Turki tidak dapat dipercaya, tetapi saya mengatakan bahwa Anda mengambil risiko lain dengan sistem Anda, dengan apa yang mungkin merupakan teknologi kami yang paling sensitif," kata Jenderal Curtis Scaparrotti, komandan Komando Eropa AS. 




Credit  sindonews.com




Selasa, 09 April 2019

Sistem Rudal Rusia Intai Kapal-kapal Perang NATO di Laut Hitam



Sistem Rudal Rusia Intai Kapal-kapal Perang NATO di Laut Hitam
Sistem rudal Bastion Rusia. Foto/Kementerian Pertahanan Rusia


MOSKOW - Rusia menugaskan, pesawat, kapal pengintai dan sistem rudal untuk memantau latihan kapal-kapal perang NATO di Laut Hitam. Pusat Kontrol Pertahanan Nasional Rusia mengonfirmasi pengerahan perangkat keras militer tersebut kepada kantor berita TASS, Senin (8/4/2019).

Pesawat, kapal dan sistem rudal yang dikerahkan berasal dari Armada Laut Hitam Rusia. Menurut Pusat Kontrol Pertahanan Nasional pemantauan itu dilakukan untuk menentukan reaksi cepat terhadap kemungkinan keadaan darurat.

"Di wilayah-wilayah yang ditunjuk dari kapal-kapal pengintai Laut Hitam dan juga kelompok (kapal) serang angkatan laut, sistem rudal pantai Bastion dan Bal serta pesawat-pesawat Angkatan Laut sedang bertugas," kata Pusat Kontrol Pertahanan, badan di bawah Kementerian Pertahanan Rusia.

Latihan Sea Shield-2019 NATO telah dimulai di bagian barat daya Laut Hitam pada hari Senin. Kapal-kapal perang dan pesawat dari Amerika Serikat, Bulgaria, Yunani, Kanada, Belanda, Rumania dan Turki mengambil bagian dalam latihan dengan perwakilan angkatan bersenjata Georgia dan Ukraina.

Pada pekan lalu, kapal-kapal militer dari Armada Laut Hitam Rusia telah menembakkan beberapa rudal supersonik P-270 Moskit selama uji coba misil. Beberapa kapal yang terlibat dalam latihan Angkatan Laut Rusia itu antara lain korvet Ivanovets kelas Tarantul-III dan R-60.

Zvezda TV, saluran berita resmi Kementerian Pertananan Rusia melaporkan uji tembak rudal-rudal supersonik itu berjalan sukses dengan manghantam target yang jaraknya sekitar 55 km.

Kapal-kapal dengan bobot 500-ton dan panjang 56 meter tersebut adalah bagian dari armada korvet warisan Soviet yang tetap beroperasi di tiga dari empat armada Rusia.

P-270 Moskit adalah rudal supersonik ramjet yang dirancang untuk menghancurkan kapal perang musuh yang berjarak hingga 90 km. Moskit dalam bahasa Rusia bermakna nyamuk.

Misil itu terbang dekat ke permukaan untuk menghindari deteksi radar dan mengandalkan kecepatan tinggi. Pada fase akhir terbangnya, misil itu melakukan manuver yang cepat dengan tujuan mengalahkan sistem pertahanan anti-rudal musuh.

Dalam latihan itu, satu korvet kelas Tarantul membawa empat rudal P-270 Moskit, yang masing-masing memiliki 150kg bahan peledak di hulu ledaknya. Hulu ledak seperti itu cukup untuk menenggelamkan kapal musuh berbobot 20.000 ton. 



Credit  sindonews.com