Credit republika.co.id
Jumat, 08 Maret 2019
Dukung Juan Guaido, Maduro Usir Duta Besar Jerman dari Venezuela
Maduro memberi batas waktu 48 jam bagi Kriener untuk meninggalkan Venezuela. Diplomat berusia 48 tahun ini disebut melanggar norma diplomatik.
Guaido meninggalkan Venezuela untuk berkunjung selama 10 hari ke beberapa negara yang mendukungnya. Kunjungan ini terkait dengan masuknya bantuan kemanusiaan ke Venezuela yang diblokade militer pendukung Maduro dan mendukung pemilu.
Kriener kemudian memposting pernyataan dukungan kepada Guaido yang baru kembali ke Venezeula di Twitter.
"Langkah maju menuju perdamaian dan proses politik untuk mengatasi krisis Venezuela."
Kantor Kementerian Luar Negeri Jerman membenarkan pengusiran Kriener.
"Daniel Kriener telah di-persona non grata. Kami sedang mengkoordinasikan langkah kami selanjutnya, juga dengan mitra kami di lapangan," ujar pernyataan Kantor Kementerian Luar Negeri Jerman yang dikutip dari Deutsche Welle.
Sebelum Duta Besar Jerman diusir, Venezuela telah melarang masuk empat wakil Partai Rakyat Eropa yang berusaha masuk ke Venezuela dakn bertemu dengan Guaido. Pemerintah Venezuela beralasan, keempatnya memiliki motif konspirasi.
Credit tempo.co
Selasa, 05 Maret 2019
Menhan Jerman Bilang Rudal China Ancaman bagi Rusia
Peringatan itu dia sampaikan dalam wawancara dengan Focus yang dikutip Sputnik, Senin (4/3/2019). Ditanya apakah Perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) 1987 masih bisa diselamatkan setelah Amerika Serikat dan Rusia saling menunuh melanggar perjanjian satu sama lain dan apakah China harus dimasukkan dalam perjanjian itu, von der Leyen menyarankan bahwa Moskow mungkin memiliki minat untuk memasukkan Beijing dalam semacam "perjanjian perlucutan senjata".
"Karena sama seperti roket Rusia yang merupakan ancaman bagi Eropa, demikian juga China pada Rusia," katanya.
Surat kabar Jerman, Frankfurter Allgemeine, mengutip anggota Christian Democratic Union (CDU) Roderich Kiesewetter dan Rolf Mutzenich dari Partai Sosial Demokrat Jerman (SPD), mengatakan bahwa rudal 9M729 baru Rusia harus dipindahkan ke sisi lain di Pegunungan Ural sehingga tidak bisa mencapai Eropa.
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas pada bulan Desember lalu mengatakan bahwa Berlin akan menentang penyebaran rudal jarak menengah baru di Eropa jika Perjanjian INF runtuh.
Seperti diketahui, Pada 2 Februari 2019, AS mengumumkan telah menangguhkan kewajibannya berdasarkan Perjanjian INF. Washington mengultimatum Rusia selama enam bulan untuk kembali mematuhi perjanjian tersebut.
Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo mengatakan bahwa penghancuran semua rudal 9M729 berbasis darat Rusia dan peluncurnya adalah kunci penyelamatan Perjanjian INF.
Pada hari berikutnya, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa Moskow juga menangguhkan kewajibannya di bawah Perjanjian INF sebagai pembalasan atas keputusan AS. Presiden Putin bahkan menginstruksikan menterinya untuk tidak memulai pembicaraan dengan rekan-rekan mereka dari AS mengenai masalah ini. Kendati demikian, Putin menyatakan bahwa Moskow masih terbuka untuk negosiasi.
Perjanjian INF ditandatangani pada tahun 1987 antara pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev dan pemimpin AS Ronald Reagan. Dalam perjanjian itu, kedua pihak setuju untuk menghancurkan semua rudal balistik berbasis darat yang memiliki jangkauan antara 500 dan 5.500 km.
Credit sindonews.com
Senin, 25 Februari 2019
Jerman Tak Mau Ekspor Senjata ke Arab Saudi, Prancis Kecewa
Dikutip dari reuters.com, Minggu, 24 Februari 2019, Prancis menuding Berlin telah menolak mensahkan izin ekspor senjata ke Arab Saudi. Padahal Kerajaan Arab Saudi adalah pembeli terbesar bagi proyek bersama manufaktur senjata Jerman - Prancis.
“Tidak ada gunanya memproduksi senjata melalui peningkatan kerja sama antara Prancis dan Jerman jika kita tak bisa mengekspornya. Jika Anda ingin lebih kompetitif dan efisien, kita harus bisa mengekspor senjata ke negara-negara di luar Eropa,” kata Le Maire.
Ilustrasi senjata api. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Sebelumnya pada November 2018, Jerman mengatakan ke depan pihaknya akan menolak izin-izin ekspor senjata ke Riyadh. Keputusan itu diambil sebagai bentuk protes atas pembunuhan wartawan senior Arab Saudi Jamal Kashoggi. Namun Jerman belum melarang ekspor senjata dari kesepakatan yang sudah dibuat sebelumnya. Jerman hanya mendesak industri pembuatan senjata mulai sekarang agar menahan diri dari pengiriman-pengiriman senjata.
Le Maire mengatakan bukan hanya Jerman, Prancis juga memiliki aturan yang ketat untuk ekspor senjata. Untuk itu, pihaknya berharap Prancis bisa menemukan sebuah kata sepakat dengan Jerman dalam hal ini.Pada Januari 2019, Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan Uni Eropa harus memperdalam kerja sama di bidang pertahanan, khususnya pengembangan sistem senjata. Namun saat yang sama Merkel juga memperingatkan Uni Eropa perlu membuat sejumlah kompromi dalam pengendalian ekspor senjata.
Credit tempo.co
Senin, 18 Februari 2019
Senin, 11 Februari 2019
INF Berakhir, Menteri Jerman Khawatirkan Perlombaan Senjata Baru
Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Jerman, Welt am Sonntag, Altmaier menyatakan harapannya bahwa pada akhirnya, Rusia dan AS akan mencapai konsensus mengenai perjanjian tersebut.
"Tetapi, akan salah untuk mengesampingkan gagasan akan adanya perlombaan senjata baru, sesuatu yang akan melemahkan posisi negosiasi kita," ucapnya, seperti dilansir Sputnik pada Minggu (10/2).
Sementara itu, sebelumnya Duta Besar Rusia untuk AS, Anatoly Antonov mengatakan, AS ingin merusak arsitektur kontrol senjata internasional, dengan menarik diri dari Perjanjian INF.
Credit sindonews.com
Rabu, 06 Februari 2019
Prancis, Jerman umumkan kontrak pertama pembuatan jet tempur
Dassault Aviation dan Airbus yang akan membangun jet, yang diharapkan akan menggantikan Rafale dari Dassault dan Eurofighter dari Jerman pada 2024, akan mulai mengerjakan konsep dan perancangan, menurut sumber tersebut.
Kedua perusahaan diperkirakan akan mendemonstrasikan pesawat dan mesinnya pada pertengahan 2019.
Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Markel pertama kali mengumumkan rencana tersebut pada Juli 2017 untuk Sistem Pesawat Tempur Masa depan (FCAS), yang akan meliputi jet tempur dan senjata terkait, termasuk `drone` (pesawat nirawak).
Setelah hampir dua tahun persiapan kedua perusahaan, kesepakatan pada Rabu dan penandatanganan kontrak akan membuka jalan sesungguhnya bagi dimulainya program tersebut.
Airbus dan Dassault telah menunggu penandatanganan pertama kontrak-kontrak untuk mengawali pelaksanaan proyek baru tersebut.
Perusahaan mesin pesawat Safran dari Prancis dan MTU Aero dari Jerman diharapkan membentuk satuan tugas bersama untuk mengembangkan mesin pesawat baru sedangkan perusahaan elektronik Prancis Thales dan pembuat roket Eropa MBDA juga akan ikut serta dalam proyek.
Menteri Angkatan Bersenjata Prancis Florence Parly dan Menteri Pertahanan Jerman Ursula von der Leyen akan memimpin upacara penandatanganan yang berlangsung di Safran, di barat daya Prancis, Rabu.
Jerman melepaskan kendala terbesar untuk mencapai kemajuan dalam proyek itu pekan lalu ketika negara itu tunduk pada permintaan Prancis serta mengeluarkan pesawat siluman F-35 buatan Lockheed Martin dari tender multimiliar euro untuk menggantikan jet tempur tua Tornado, yang bisa mengangkut senjata nuklir AS.
Prancis dan Jerman akan menambahkan Spanyol sebagai mitra penuh dalam program tersebut pada musim panas, kata beberapa sumber kepada Reuters pada Desember.
Inggris, yang akan meninggalkan Uni Eropa pada Maret, memperlihatkan program pembangunan pesawat saingannya, yang disebut Tempest, dalam pameran dirgantara Farnborough pada Juli.
Credit antaranews.com
Senin, 04 Februari 2019
Jerman Tegaskan Tolak Penempatan Rudal Jarak Menengah Baru di Eropa
Credit sindonews.com
Jumat, 01 Februari 2019
Jerman Depak Jet Siluman F-35, Pilih F/A-18 atau Eurofighter
Sumber-sumber di Kementerian Pertahanan pada hari Kamis mengonfirmasi tersingkirnya jet tempur Lockheed Martin tersebut dari lelang tender bernilai miliaran Euro.
Salah satu sumber mengatakan kementerian akan membuat keputusan akhir setelah menerima informasi terperinci dari Boeing dan Airbus tentang pesawat yang akan dipilih. Pesawat terpilih harus mampu membawa senjata nuklir Amerika Serikat (AS) untuk memenuhi kewajiban Jerman terhadap NATO.
Jerman memiliki 85 jet Tornado yang operasional, tetapi tidak semua dilengkapi peralatan untuk membawa senjata nuklir.
Angkatan Udara Jerman juga akan bergerak maju dengan rencana yang telah lama ditunggu-tunggu untuk menggantikan 33 jet Eurofighter tertuanya, yang sekarang digunakan untuk patroli udara atau pun pelatihan.
Sumber yang mengetahui lelang tender mengatakan ada pesanan senilai hingga 3 miliar Euro (USD3,4 miliar) untuk Airbus.
Sementara iu, dalam memasarkan F/A-18, Boeing telah menggarisbawahi tingkat kesiapan yang tinggi, biaya yang relatif rendah dan kemampuan serangan elektronik yang kuat. Argumen itu telah menggema di kalangan militer setempat.
Keputusan Kementerian Pertahanan Jerman menandai kemunduran besar bagi Lockheed Martin, pembuat senjata top AS, yang berharap dapat menambah penjualan jet tempur F-35-nya ke negara-negara Eropa lainnya, termasuk Belgia.
Kepala staf angkatan udara Jerman dipecat tahun lalu setelah dia menyatakan preferensi yang jelas untuk F-35. Kementerian pertahanan mengatakan bahwa mereka menyukai "solusi Eropa".
Airbus yakin bahwa jet tempurnya menawarkan prospek risiko terendah untuk mengganti jet Tornado Jerman yang sudah uzur.
Pihak Lockheed Martin, seperti dikutip Reuters, Jumat (1/2/2019), mengaku belum secara resmi diberitahu tentang keputusan Jerman. Sedangkan Boeing menolak berkomentar, seperti halnya kedutaan AS di Berlin.
Partai Demokrat Sosial (SPD) Jerman, mitra junior di koalisi Kanselir Angela Merkel yang berkuasa, telah menentang setiap keputusan yang tergesa-gesa dalam membeli pesawat AS. Partai itu menuntut studi lebih lanjut.
Para pejabat militer berpendapat bahwa Tornado, yang mulai beroperasi pada tahun 1983, perlu penggantian segera karena meningkatnya biaya perawatan. Sumber yang akrab dengan masalah ini mengatakan harganya bisa sekitar 8 miliar Euro untuk menjaga pesawat itu terbang melampaui tahun 2030.
Paris, mitra terdekat Berlin, telah memperingatkan bahwa membeli F-35 secara khusus dapat menggagalkan rencana untuk mengembangkan pesawat tempur baru Prancis-Jerman pada tahun 2040.
Credit sindonews.com
Kamis, 31 Januari 2019
Jeman Sebut Tidak Punya Legitimasi, Maduro Tolak Pemilu Ulang
“Agar jelas, Nicolas Maduro tidak memiliki legitimasi demokrasi. Dia bukan seorang Presiden Venezuela yang terpilih secara demokratis,” kata Maas dalam penjelasan kepada parlemen Jerman menyusul pernyataan pemimpin oposisi Venezuela, Juan Guaido, yang menobatkan dirinya sebagai Presiden interim pada pekan lalu seperti dilansir Reuters pada Rabu, 30 Januari 2019.
“Nicolas Maduro menginjak demokrasi, HAM, dan penegakan hukum,” kata Maas di Bundestag, yang merupakan gedung parlemen Jerman.
Maas menjelaskan keprihatinan pemerintahan Jerman mengenai kondisi di Venezuela yaitu runtuhnya sistem jaminan kesehatan, hiperinflasi, kelangkaan pangan, pembunuhan serta penangkapan para pengunjuk rasa, dan sekitar 3 juta warga melarikan diri ke negara tetangga karena kesulitan ekonomi.
Pada saat sama Maduro menggungah video di akun Facebook menuding Amerika Serikat sebagai kekaisaran yang mencoba menguasai cadangan minyak negara itu. Venezuela, seperti dilansir Reuters, memiliki cadangan minyak terbesar di dunia. Dan AS merupakan pembeli terbesar minyak Venezuela selama ini di atas Cina dan India.
Juan Guaido.[REUTERS/Carlos Garcia Rawlins]
Sedangkan Presiden AS, Donald Trump mengeluarkan pernyataan kepada rakyatnya agar tidak berpergian ke Venezuela. Dia juga menyatakan dukungan kepada perjuangan rakyat Venezuela untuk meraih kembali demokrasi dan kebebasan.
“Pengalaman kami melakukan pembicaraan dengan Presiden Maduro seluruhnya negatif,” kata Annen kepada media DW. “Uni Eropa mencoba melakukan dialog selama bertahun-tahun.”
Juru bicara Partai Demokrasi Merdeka, Alexander Graf Lambsdorff, mengatakan Guaido memiliki legitimasi lebih baik dibandingkan Maduro. “Jadi tekanan agar Maduro terus bergerak merupakan strategi yang tepat,” kata dia.
Namun, sikap pemerintah Jerman ini mendapat kritik dari Partai Kiri yang berhaluan sosialis seperti Maduro di Venezuela. “Ultimatum satu sisi dan ilegal dari beberapa negara Uni Eropa termasuk Jerman telah berkontribusi membuat masalah bertambah buruk,” kata dia.
Credit tempo.co
Jumat, 25 Januari 2019
Kamis, 24 Januari 2019
Rabu, 16 Januari 2019
Jerman Tangkap Staf Militer karena Jadi Mata-mata Iran
Kantor kejaksaan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa seorang warga negara Jerman-Afghanistan berusia 50 tahun, yang bernama Abdul Hamid S, adalah seorang ahli bahasa dan penasihat budaya untuk angkatan bersenjata Jerman.
"Abdul Hamid S diduga kuat bekerja di sebuah badan intelijen asing," kata pejabat intelijen kantor kejaksaan Jerman seperti dikutip dari Deutsche Welle, Selasa (15/1/2019).
Militer Jerman Bundeswehr sering menggunakan penerjemah asli untuk menemani pasukan berpatroli di Afghanistan. Pria itu dilaporkan ditangkap di wilayah Rhineland Jerman.
Para pejabat intelijen di Jerman dan Eropa telah menimbulkan kekhawatiran tentang apa yang mereka lihat sebagai peningkatan spionase oleh Iran. Badan intelijen domestik Jerman pada bulan Juli melaporkan bahwa Iran telah meningkatkan kemampuan perang dunia maya dan menimbulkan bahaya bagi perusahaan-perusahaan Jerman.
Jerman memiliki contoh masa lalu untuk mengungkap mata-mata yang bekerja bagi badan intelijen asing.
Pada 2013, Jerman memenjarakan sepasang suami istri yang telah menjadi mata-mata bagi dinas rahasia Rusia selama lebih dari 20 tahun. Pasangan ini telah ditempatkan di bekas Jerman Barat dari tahun 1988 oleh KGB Uni Soviet dan kemudian penggantinya, SVR.
Credit sindonews.com
Selasa, 15 Januari 2019
Jerman Nilai Ancaman Sanksi AS sebagai Tindakan Provokasi
Ancaman itu disampaikan oleh Duta Besar AS untuk Jerman, Richard Grenell melalui sebuah surat yang disampaikan kepada perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pembangunan pipa gas Nord Stream 2 yang dipimpin Rusia.
Der Spiegel, seperti dilansir Sputnik pada Senin (14/1), melaporkan kantor Kaselir Jerman dan Kementerian Luar Negeri akan bertemu untuk membahas ancaman itu. "Mereka akan membahas apakah akan menanggapi ancaman Grenell dan semua provokasi barunya dan apa tepatnya reaksi yang akan diambil," bunyi laporan Del Spiegel.
Namun, juru bicara kedubes AS menegaskan surat itu bukanlah sebuah ancaman, melainkan hanya sebuah pengingat kepada perusahaan-perusahaan Jerman yang terlibat proyek itu.
Nord Stream 2 adalah jalur pipa yang akan membawa gas langsung ke Jerman di bawah Laut Baltik, mendorong pertikaian antara Jerman dan sekutunya karena akan menghilangkan Ukraina dari biaya transit gas yang saat ini menguntung Kiev.
Credit sindonews.com
Senin, 14 Januari 2019
AS Ancam Sanksi Jerman Terkait Proyek Pipa Gas dengan Rusia
Menurut juru bicara Kedutaan Besar AS di Berlin, peringatan itu disampaikan Grenell dalam sebuah surat yang disampaikan kepada perusahaan-perusahaan terkait. Di mana, Grenell mengingatkan perusahaan itu dapat dikenai sanksi dibawah Undang-Undang Sanksi Penentang Amerika Melalui Sanksi (CAATSA).
"Surat itu mengingatkan bahwa setiap perusahaan yang beroperasi di sektor pipa ekspor energi Rusia dalam bahaya di bawah sanksi CAATSA AS," kata juru bicara itu, seperti dilansir Reuters pada Minggu (13/1).
Sementara itu di kesempatan yang sama juga, juru bicara kedubes AS menyinggung laporan media Jerman, Bild am Sonntag, yang mengatakan bahwa Grenell sedang mencoba memeras perusahaan Jerman dengan surat itu.
Juru bicara kedubes AS menegaskan surat itu bukanlah bentuk pemerasan. "Satu-satunya hal yang dapat dianggap sebagai pemerasan dalam situasi ini adalah Kremlin memiliki pengaruh atas pasokan gas di masa depan," ungkapnya.
"Surat itu dikoordinasikan di Washington oleh beberapa lembaga pemerintah AS dan tidak dimaksudkan sebagai ancaman tetapi pesan yang jelas dari kebijakan AS," sambungnya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas sebelumnya mengatakan bahwa sanksi AS terhadap Nord Stream 2 akan menjadi cara yang salah untuk menyelesaikan perselisihan dan bahwa pertanyaan kebijakan energi Eropa harus diputuskan di Eropa, bukan di AS.
Credit sindonews.com
Sabtu, 12 Januari 2019
Diterjang Badai Salju, Jerman dan Swedia Lumpuh
Diterjang Badai Salju, Jerman dan Swedia Lumpuh. (Reuters).
BERLIN - Hujan salju yang turun begitu lebat di sebagian wilayah Jerman dan Swedia menimbulkan kekacauan, kemarin. Sejumlah jalan raya tidak dapat diakses, kereta api tidak dapat beroperasi, dan sekolah diliburkan untuk sementara waktu akibat tumpukan salju setinggi 100 meter lebih.
Palang Merah Jerman memberikan bantuan makanan dan kebutuhan lainnya kepada pengendara yang terjebak di tengah tumpukan salju di Bavaria. Sehari sebelumnya, seorang anak berusia sembilan tahun tewas tertimpa pohon tumbang. Petugas tanggap gawat darurat menemukan jasadnya 40 menit kemudian.
Kondisi ekstrem serupa juga terjadi di Swedia Utara hingga menyebabkan arus lalu lintas lumpuh total. Seorang petugas SAR dari Austria harus berjuang melewati tumpukan salju setinggi dada orang dewasa untuk mencapai lokasi snowboarder.
Seorang lelaki berusia 41 tahun asal Polandia juga dilaporkan tersesat setelah pergi menuju piste di sebuah resort di Schlossalmbahn. Di Austria, hujan salju sempat mereda setelah mengguyur selama beberap hari hingga memiliki ketebalan tiga meter.
Sebanyak tujuh orang telah meninggal dunia dan dua pendaki hilang sejak akhir pekan lalu. “Kuantitas salju sebanyak ini di atas ketinggian 800 meter hanya terjadi sekali dalam 30-100 tahun,” kata Alexander Radlherr dari Institusi Pusat Austria untuk Meteorologi dan Geodinamika.
Di Swedia, hujan salju juga dibarengi dengan angin kencang di sejumlah wilayah. Di satu area kecepatan angin bahkan dilaporkan mencapai 49,7 meter per detik saat Badai Jan menerjang Stekenjokk.
Kondisi di Jerman mencapai titik berbahaya dan disebut telah melumpuhkan aktivitas publik. Layanan kereta api dihentikan beroperasi dengan wilayah selatan dan timur sebagai wilayah yang terdampak paling buruk. Jalan raya juga terputus oleh tumpukan salju dan pohon yang tumbang.
Dua persimpangan jalan raya A8 ditutup dari selatan hingga timur. Para pengendara yang terjebak di jalan raya bermalam di dalam mobil di dekat Rosenheim. Palang Merah Bavaria dan lembaga pemerintah turun ke jalan untuk membantu mereka.
Jalan di area Berchtesgaden yang berbatasan dengan Austria ditutup karena terblokade. Pemerintah Jerman sedikitnya menerjunkan 200 tentara untuk membantu ratusan orang yang terjebak salju.
Credit Sindonews.com
https://international.sindonews.com/read/1369816/41/diterjang-badai-salju-jerman-dan-swedia-lumpuh-1547262468
Sabtu, 05 Januari 2019
Peretas Tampilkan Data Merkel dan Politikus Jerman di Twitter
Mitos Para Peretas Rusia
CB, Jakarta - Peretas menampilkan data pribadi dan dokumen Kanselir Jerman Angela Merkel bersama ratusan politikus secara online di Twitter.
Menurut laporan Reuters, 4 Januari 2019, peretas yang belum diketahui identitasnya mmbobol data pribadi para pejabat tinggi Jerman dari alamat email pribadi maupun email kantor mereka termasuk dari jaringan media sosial dan penyimpan data cloud.
Menteri Dalam Negeri Jerman, Horst Seehofer mengatakan tidak ada bukti sistem komputer parlemen dan pemerintah Jerman telah dibobol.
Seorang sumber di pemerintahan Jerman mengungkapkan, aparat sedang menyelidiki segala kemungkinan termasuk aksi mata-mata. Sepertinya pelaku peretasan bukan satu orang karena data yang diretas dan dirilis dalam jumlah besar.
Data hasil peretasan tampil pertama kali di Twitter pada Desember lalu di kalender Adven elektronik. "Pembocoran data pertama kali muncul pada Kamis malam," ujar seorang sumber.
Peretas membobol nomor telepon faksimile dan dua alamat surat elektronik Merkel dan kemudian merilisinya.
Namun isi percakapan pribadi Pemimpin partai Hijau, Robert Habeck dengan anggota keluarganya dan kartu identitas anak-anaknya telah diretas.
Harian Die Welt pada Jumat malam merinci ada 410 nama anggota partai konservatif Merkel yang diretas dan diikuti 230 anggota Demokrat Sosial, 106 anggota partai Hijau, dan 91 anggpta partai kiri radikal, dan 28 anggota partai Demokrat Merdeka.
Pembobolan data tidak terjadi di angkatan bersenjata Jerman
Aparat keamanan dan intelijen Jerman menuding peretasan data pribadi ratusan politikus sebagai ulah kelompok peretas Rusia, APT28 yang berhubungan dekat dengan badan intelijen Rusia. Namun Kremlin membantahnya.
Badan intelijen Jerman, BSI telah berkoordinasi dengan aparat intelijen dan badan intelijen federal. Hamburg bekerja sama dengan otoritas perlindungan data Irlandia untuk menghentikan penyebaran data di Twitter.
Twitter juga telah menghapus data-data hasil peretasan. Jerman dilaporkan telah meminta bantuan badan intelijen AS mengatasi peretasan massif yang menimpa ratusan politikus bahkan kanselir Merkel.
Credit TEMPO.CO
https://dunia.tempo.co/read/1161839/peretas-tampilkan-data-merkel-dan-politikus-jerman-di-twitter
Sabtu, 29 Desember 2018
Ketinggalan Zaman, Jerman Minta Anggota DK PBB Diperluas
Jerman meminta keanggotaan DK PBB diperluas. Foto/Istimewa
BERLIN - Jerman tidak akan bosa mendorong Dewan Keamanan PBB diperluas untuk lebih mencerminkan keseimbangan kekuatan saat ini di dunia. Hal itu ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas.
"Mayoritas anggota PBB mendukung ini. Meskipun itu akan sulit, kami tidak akan lelah dalam menjaga topik ini dalam agenda," katanya dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Jerman, DPA.
Jerman akan memegang mandat dua tahun untuk duduk di Dewan Keamanan PBB sebagai salah satu dari 10 anggota tidak tetap mulai Januari nanti, selain lima negara inti: Rusia, China, Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat.
"Bagaimanapun, susunan Dewan Keamanan sudah ketinggalan zaman. Saya percaya bahwa keseimbangan kekuatan global harus diwakili jauh lebih baik daripada sekarang. Itulah mengapa saya pikir masuk akal untuk mengejar garis ini," Maas menekankan seperti dikutip dari Sputnik, Jumat (28/12/2018).
Ia mengatakan Jerman sedang bekerja dengan negara-negara lain - khususnya dengan Jepang, Brazil dan India - untuk mendapatkan kursi permanen di meja Dewan, menambahkan bahwa reformasi PBB sudah 20 tahun terlambat.
Credit Sindonews.com