Kamis, 21 Maret 2019

Sawitnya Ditolak, RI Ancam Boikot Produk Eropa


Foto: dok. GAPKI
Foto: dok. GAPKI




Jakarta - Pemerintah Indonesia menyatakan pendapatnya mengenai sikap diskriminatif yang dilakukan parlemen Uni Eropa terhadap komoditas sawit nasional. Pemerintah ingin komoditas sawit nasional mendapat perlakuan yang setara di pasar komoditas Uni Eropa.

Untuk itu hari ini di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Menteri Koordinator Bidang Perokonomian Darmin Nasution dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan sikap terhadap sikap diskriminatif dari Uni Eropa.

Keduanya menyatakan pemerintah akan melakukan cara apapun untuk melawan penolakan sawit di Eropa. Salah satunya adalah ancaman opsi boikot produk Eropa.


 Darmin dan Luhut Sepakat Kecam Uni Eropa

Foto: Ristu Hanafi/detikcom
Foto: Ristu Hanafi/detikcom


Darmin dan Luhut berkumpul bersama di Kantor Kementerian Luar Negeri. Mereka berdua secara kompak menyatakan sikap pemerintah Indonesia atas penolakan sawit di Uni Eropa.

"Kita ingin membatalkan Union Delegated Act RED (Renewable Energy Directive) II, sebagai diskirkminasi minyak kelapa sawit dengan minyak lainnya. Indonesia akan membawa ke WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) dalam langkah melawan, artinya kita tidak mau diperlakukan begini oleh negara Eropa," tegas Darmin di Ruang Nusantara Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Rabu (20/3/2019).

Senada dengan Darmin, Luhut dengan menggebu-gebu mengutuk langkah diskriminatif Uni Eropa pada komoditas sawit. Bahkan Luhut mengaku bingung dengan perilaku dari Uni Eropa, padahal pihaknya sudah sering berkomunikasi.

"Kami sangat kompak, kami dua Menko tidak bisa paham bisa sebegini kencang padahal kami sudah kesana, kita nanti akan bawa ke WTO, tapi perlu kita ketahui kita nggak akan pernah goyang mengenai itu. Saya tegaskan, kami bukan negara pengemis kami great country Indonesia," ungkap Luhut.

Dengan kebijakan Union Delegated Act RED (Renewable Energy Directive) II, nantinya Uni Eropa akan menghentikan penggunaan produk kelapa sawit untuk kebutuhan sehari-hari. Kelapa sawit sendiri ditolak karena memiliki berdampak besar pada lingkungan.

Padahal, Uni Eropa sendiri merupakan pasar ekspor terbesar kedua produk minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya. Tahun lalu, ekspor ke Uni Eropa mencapai 4,7 juta ton atau 14,67% dari total ekspor sebesar 32,02 juta ton.


Luhut Ancam Boikot Perdagangan RI-UE
Foto: Syahdan Alamsyah
Foto: Syahdan Alamsyah


Luhut menyatakan Indonesia akan melawan kebijakan penolakan kelapa sawit di Uni Eropa. Dia mengatakan akan memerangi kebijakan tersebut dengan segala cara.

Hal yang mungkin dilakukan adalah memboikot perdagangan dengan Uni Eropa. Namun, Indonesia sendiri masih mengimpor barang dari Eropa.

"Ya kita lihat. Kami pertimbangkan semua, tadi saya sudah sebutkan beberapa, dalam hidup ini harus punya pilihan," ungkap Luhut.

Meskipun belum memastikan pemboikotan perdagangan, dengan tegas Luhut menyatakan bahwa Indonesia akan berdiri dan melawan kebijakan diskriminatif Uni Eropa. Termasuk kemungkinan memboikot perdagangan.

"Kami tidak mau didikte! Kami harus tegas," tegas Luhut.

Luhut tidak menyebut secara spesifik produk apa yang kemungkinan bisa diboikot. Namun, setidaknya hingga kini Indonesia merupakan importir sejumlah produk dari Eropa.

Seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi, kelas menengah Indonesia bisa saja akan meningkat pesat, hingga saat ini sendiri ada 55 juta orang.

Eropa disebutkannya bisa kehilangan pasar cukup besar apabila sampai Indonesia memboikot perdagangan dengan Eropa.

"Banyak sekali produk-produk Uni Eropa yang kami butuhkan. Dengan kelas menengah 55 juta orang sekarang dan jumlah penduduk 269 juta orang, pasarnya sangat besar," jelas Luhut.

Namun, setidaknya Luhut menyebutkan sektor penerbangan di Indonesia akan meningkat tiga kali lipat pada 2034 dengan mencapai 270 juta penumpang per tahun. Atas hal tersebut, bisa saja Indonesia membutuhkan sekitar ribuan pesawat pabrikan Eropa.


Sawit Entaskan Kemiskinan RI

Foto: dok. GAPKI
Foto: dok. GAPKI


Luhut menilai kelapa sawit bisa menekan angka kemiskinan. Bahkan, menurutnya Indonesia telah dipuji oleh banyak negara karena dapat menggunakan komoditas kelapa sawit untuk mengentaskan kemiskinan.

"Indonesia itu negara agraris, semua tergantung dengan pertanian. Lalu faktanya menyebutkan bahwa palm oil turunkan poverty (kemiskinan) kita di bawah 10%, di IMF World Bank kita dibilang champion karena palm oil turunkan kemiskinan," ungkap Luhut.

Luhut menegaskan kepada Uni Eropa untuk meninjau kembali kebijakan penolakan sawit, karena menurutnya apabila sawit ditolak bagaimana pemerintah mau membela rakyat. Luhut menyampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun telah mengecam kebijakan penolakan sawit ini.

"Tolong (UE) lihat juga dari kaca mata kami, kalau presiden nggak bela ini, lalu kami bela rakyat kami bagaimana? Tadi presiden kasih statement keras soal ini," jelas Luhut.

Jutaan Orang Menggantungkan Hidup pada Sawit
Darmin menyebutkan bahwa industri kelapa sawit menyerap banyak tenaga kerja di Indonesia. Dengan adanya lapangan pekerjaan maka masyarakat dapat mendapatkan upah dari pekerjaannya dan keluar dari garis kemiskinan.

"CPO (crude palm oil) kelapa sawit bagi Indonesia itu merupakan komoditi nomor satu. Bukan hanya devisa terbanyak tetapi juga mempekerjakan orang banyak sekali," ungkap Darmin.

Darmin mengatakan, di Indonesia ada jutaan orang yang menggantungkan hidupnya dari sawit. Belum lagi ditambah dengan para petani lokal yang juga ikut menggantungkan hidupnya dari kelapa sawit.

"(Sawit) employment nya 7,5 juta ditambah 12 juta direct employee. Apalagi kita lihat small holders petani rakyat 2,6 juta hektar dan bisa pekerjakan 4,6 juta," kata Darmin.

Senada dengan Luhut, Darmin juga menilai industri kelapa sawit pun dapat berkontribusi untuk mengentaskan kemiskinan. Untuk itu, dia akan melawan segala upaya yang memboikot sawit termasuk kampanye penolakan sawit Uni Eropa.

"Yang namanya CPO ini sangat erat kaitannya dengan pencapaian SDG termasuk pilar nomor satu poverty alleviation (pengentasan kemiskinan). Jadi kita tidak mau ini diganggu gugat apalagi dengan cara rumusan proteksionisme yang terselubung dengan penelitian-penelitian ilmiah," ungkap Darmin.





Credit  finance.detik.com