Ilustrasi anggota kelompok Taliban. (REUTERS/Parwiz)
Negosiasi keempat yang bertujuan mengakhiri perang yang sudah berkecamuk selama 17 tahun di Afghanistan dilangsungkan antara para pemimpin Taliban dan utusan khusus AS, Zalmay Khalilzad. Agendanya buat membahas penarikan pasukan asing dan kemungkinan gencatan senjata di 2019.
Para petinggi Taliban menolak tawaran pemerintah Afghanistan untuk perundingan langsung ini, meskipun ada tekanan dunia yang didukung negara-negara Barat.
"Kami seharusnya bertemu pejabat AS di Riyadh minggu depan dan melanjutkan proses perdamaian kami yang masih belum rampung di Abu Dhabi bulan lalu," kata seorang anggota senior Taliban di Afghanistan tanpa menyebut nama kepada Reuters, Senin (7/1).
"Masalahnya adalah para pemimpin Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (EUA) menginginkan kami untuk secara pasti bertemu dengan delegasi pemerintah Afghanistan, yang tidak mampu kami lakukan sekarang. Kami telah membatalkan pertemuan di Arab Saudi," katanya.
Sumber itu juga mengungkapkan ingin mengubah tempat perundingan ke Qatar. Sebab di negara itu mereka diberi izin mendirikan markas badan politik Taliban.
Pemimpin senior Taliban lainnya mengatakan mereka telah menjelaskan kepada Arab Saudi tidak akan mau bertemu dengan pemerintah Afghanistan pada tahap ini.
"Semua orang menyadari bahwa pemerintah Afghanistan menginginkan AS dan sekutunya tidak meninggalkan Afghanistan. Dan kami telah membayar mahal untuk mengusir semua pasukan asing dari negara kami. Jadi, kenapa kita harus bicara dengan pemerintah Afghanistan?," katanya.
Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, membenarkan mereka memutuskan untuk membatalkan pertemuan di Arab Saudi. Namun, dia tak memberikan informasi terkait lokasi pertemuan baru.
Menanggapi hal tersebut, Kedutaan Amerika Serikat di Afghanistan enggan berkomentar.
Taliban menganggap AS sebagai musuh utama dalam perang Afghanistan. Mereka memandang pertemuan langsung dengan AS untuk bernegosiasi soal penarikan pasukan asing, sebelum berunding dengan pemerintah Afghanistan.
Perang di Afghanistan merupakan intervensi militer luar negeri terpanjang bagi AS. Mereka telah menghabiskan hampir US$1 triliun (sekitar Rp14 ribu triliun) dan menewaskan puluhan ribu orang.
Upaya diplomatik untuk menyelesaikan konflik semakin intensif sejak perwakilan Taliban mulai bertemu dengan Khalizad, diplomat AS kelahiran Afghanistan, tahun lalu.
Pejabat dari pihak yang bertikai telah bertemu setidaknya sebanyak tiga kali. Namun, pertempuan belum juga surut.
Credit cnnindonesia.com