Selasa, 15 Mei 2018

AS Blokir Seruan PBB untuk Penyelidikan Independen di Gaza



AS Blokir Seruan PBB untuk Penyelidikan Independen di Gaza
Demonstran Palestina berlari untuk menyelamatkan diri dari tembakan dan gas air mata tentara Israel selama protes terhadap pemindahan kedutaan AS ke Yerusalem di perbatasan Israel-Gaza di Jalur Gaza. Foto/Istimewa


NEW YORK - Amerika Serikat (AS) memblokir upaya untuk mengadopsi pernyataan Dewan Keamanan PBB yang akan menyerukan penyelidikan independen terhadap kekerasan mematikan di perbatasan Israel-Gaza. Insiden itu meletus ketika kedutaan AS yang baru dibuka di Yerusalem.

"Dewan Keamanan mengungkapkan kemarahan dan dukanya terhadap pembunuhan warga sipil Palestina yang menggunakan hak mereka untuk melakukan protes damai," bunyi draf pernyataan itu, seperti dikutip dari AFP, Selasa (15/5/2018).

"Dewan Keamanan menyerukan investigasi independen dan transparan atas tindakan-tindakan ini untuk memastikan pertanggungjawaban," bunyi kelanjutan draft pernyataan itu.

Pada hari paling berdarah dalam konflik Israel-Palestina sejak perang Gaza tahun 2014, setidaknya 55 orang Palestina tewas dalam bentrokan dan lebih dari 2.400 orang Palestina terluka.

Peristiwa itu meletus sebelum para pejabat Israel dan delegasi Gedung Putih termasuk putri Presiden Donald Trump, Ivanka, secara resmi membuka kedutaan AS di Yerusalem, dan pertumpahan darah terus berlanjut sepanjang hari.

Korban tewas termasuk delapan anak di bawah usia 16 tahun, menurut utusan Palestina untuk PBB. Kementerian Kesehatan Gaza telah mengurus para korban tewas dan cedera secara keseluruhan.

"Dewan Keamanan menyatakan keprihatinannya mengenai perkembangan terakhir di wilayah Palestina yang diduduki oleh Israel sejak 1967, termasuk Yerusalem Timur, khususnya dalam konteks protes damai di Jalur Gaza dan kehilangan tragis kehidupan sipil," kata rancangan pernyataan itu.

"Dewan Keamanan menyerukan kepada semua pihak untuk menahan diri dengan tujuan untuk menghindari eskalasi lebih lanjut dan membangun ketenangan," sambung draft rancangan itu.

"Dewan Keamanan menyerukan semua negara untuk tidak melakukan langkah apa pun yang lebih memperburuk situasi, termasuk tindakan sepihak dan melanggar hukum yang merusak prospek perdamaian," demikian bunyi draft pernyataan itu.

Draft pernyataan itu juga mengatakan bahwa setiap keputusan dan tindakan yang dimaksudkan untuk mengubah karakter, status atau komposisi demografi Kota Suci Yerusalem tidak memiliki efek hukum - merujuk pada keputusan AS untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

Warga Palestina selama ini memandang Yerusalem timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka. 





Credit  sindonews.com