Rabu, 06 Desember 2017

Rencana AS Ubah Status Yerusalem Provokasi Perasaan Muslim


Yerusalem
Yerusalem

CB, RIYADH -- Pemerintah Arab Saudi meminta Amerika Serikat (AS) tidak mengakui Yerusalem sebagai bagian dari Israel. Menurut Saudi, keputusan AS tersebut akan memiliki dampak yang serius.

"Pengakuan (Yerusalem bagian dari Israel) akan memiliki implikasi yang sangat serius dan akan menimbulkan provokasi terhadap semua perasaan Muslim," kata Kementerian Luar Negeri dalam sebuah pernyataan, Selasa (5/12).

"Pemerintah AS harus mempertimbangkan implikasi negatif dari langkah tersebut dan harapan Kerajaan (Arab Saudi) untuk tidak mengambil keputusan seperti ini."
Saudi menilai, keputusan AS yang akan mengakui Yerusalem sebagai bagian dari Israel melemahkan kemampuan Washington dalam melanjutkan upaya mencapai solusi adil bagi kepentingan Palestina.

Duta Besar Saudi di Washington Pangeran Khalid bin Salman mengatakan, sebelum tercapai penyelesaian akhir dalam konflik Palestina dengan Israel, rencana AS mengubah status Yerusalem akan melukai proses perdamaian. Keputusan itu pun akan meningkatkan ketegangan regional.

"Kebijakan Kerajaan (Saudi) telah dan tetap mendukung rakyat Palestina, dan ini telah dikomunikasikan ke pemerintah AS," ujar Pangeran Khalid.

Sebagai bagian dari kampanye pada masa pemilu presiden tahun lalu, Presiden AS Donald Trump berjanji akan memindahkan Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Rencana Trump ini ditentang oleh sejumlah negara, termasuk Liga Arab.

Israel memang masih bersikeras mengklaim bahwa Yerusalem merupakan ibu kotanya. Dunia pun menentang klaim ini. Negara-negara menyebut status Yerusalem harus ditentukan dalam perundingan damai dengan rakyat Palestina. Sebab Palestina telah menganggap Yerusalem Timur sebagai ibu kota masa depan mereka.


Credit  REPUBLIKA.CO.ID



AS akan Kehilangan Kredibilitas Jika Ubah Status Yerusalem


Masjidil Haram Yerusalem
Masjidil Haram Yerusalem

CB, YERUSALEM -- Penasehat diplomasi Presiden Mahmoud Abbas, Majdi Khaldi mengatakan, para pemimpin di Palestina akan menghentikan kontak dengan Amerika Serikat. Hal itu pasti dilakukan jika Presiden Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibukota Israel.

Seperti diwartakan Fox News, Selasa (5/12) Majdi Khaldi mengatakan, Amerika akan kehilangan kredibilitas sebagai mediator di timur tengah jika hal itu tersebut tetap dilakukan. Keputusan Trump juga dinilai Liga Arab sebagai agresi langsung terhadap kaum muslim dan negara-negara Arab.

Yerusalem merupakan wilayah yang diambil oleh Israel pada 1967. Kawasan tersebut merupakan rumah bagi kaum Muslim, Kristiani dan Yahudi. Pemerintah Palestina berniat menjadikan daerah itu sebagai ibu kota mereka di masa depan.

Sementara, seorang pejabat AS mengatakan, kemungkinan pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel akan terjadi dalam pekan ini. Meski demikian, Trump dikabarkan menunda pengumuman soal pemindahan kedutaan AS di Israel dari Tel-Aviv ke Yerusalem selama enam bulan lagi.

"Pengumuman tentang keputusan tersebut akan dibuat dalam beberapa waktu mendatang," ujar juru bicara Gedung Putih Hogan Gidley kepada wartawan di atas Air Force One saat Trump kembali dari sebuah perjalanan.

Pejabat senior AS mengatakan, Trump diperkirakan akan mengeluarkan perintah sementara yang kedua sejak dia menjabat. Perintah ini untuk menunda pemindahan kedutaan meskipun pada saat kampanye ia berjanji untuk mewujudkan hal tersebut.
Namun pejabat tersebut mengatakan Trump kemungkinan akan memberikan pidato pada Rabu untuk secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID



Pangeran Saudi: Langkah AS Bahayakan Perdamaian


Yerusalem
Yerusalem

CB, WASHINGTON -- Duta Besar Arab Saudi untuk Washington mengatakan pengumuman status Yerusalem akan mengancam proses perdamaian dan meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut. Terlebih Presiden AS Donald Trump disebut akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel sebelum ada penyelesaian akhir dari konflik Palestina-Israel.

"Pengumuman Amerika mengenai status Yerusalem sebelum penyelesaian akhir tercapai, akan membahayakan proses perdamaian dan meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut," ujar Pangeran Khalid bin Salman bin Abdulaziz, dalam sebuah pernyataan.

"Kebijakan Kerajaan masih sama untuk terus mendukung rakyat Palestina, dan hal ini telah dialihkan ke pemerintah AS," kata dia seperti dikutip Al-Arabiya.

Gedung Putih mengatakan Presiden Trump tidak akan mengumumkan keputusannya pada Senin (4/12). Namun keputusan mengenai status Yerusalem akan dibuat dalam beberapa hari mendatang.

Juru bicara Gedung Putih Hogan Gidley memberikan pernyataan kepada wartawan di atas Air Force One saat Trump kembali dari perjalanan ke Utah. Ia mengatakan, Presiden masih harus mengambil keputusan apakah akan kembali menunda pemindahan Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Trump belum memutuskan apakah akan menandatangani surat penundaan pemindahan kedutaan selama enam bulan lagi. Setiap presiden AS terdahulu telah melakukannya sejak Kongres mengeluarkan undang-undang tentang masalah tersebut pada 1995.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID