LAS VEGAS
- Kepolisian Las Vegas, Amerika Serikat (AS) menyatakan, Stephen
Paddock, pelaku pembantaian di Las Vegas sudah cukup lama merencanakan
aksinya. Kesimpulan awal ini muncul mengingat banyaknya jumlah senjata
yang dibawa pelaku dan adanya sejumlah peralatan yang ditemukan di kamar
Paddock.
Sheriff Joseph Lombardo menyatakan, pihaknya menemukan adanya sebuah kamera yang dipasang di kamar Paddock, di Mandalay Bay. Selain itu, belasan senjata juga ditemukan di kamar tersebut.
"Fakta bahwa dia memiliki jenis persenjataan dan jumlah persenjataan di ruangan itu, itu sudah direncanakan sebelumnya, dan saya yakin dia mengevaluasi semua yang dia lakukan dan tindakannya, yang merepotkan," kata Lombardo.
Lombardo, seperti dilansir Al Jazeera pada Rabu (4/10), kemudian mengatakan, bahwa penyelidikan akan serangan ini dilakukan dengan hati-hati dan bukan tidak mungkin akan ada orang lain yang ditangkap terkait dengan serangan ini.
"Penyelidikan ini tidak berakhir dengan matinya Paddock. Apakah orang ini menjadi radikal tanpa sepengetahuan kita? Dan, kita ingin mengidentifikasi sumber itu," ungkapnya.
Selain kamera dan senjata, penyidik juga menemukan sebuah komputer lipat, dan 12 perangkat "bum stock" yang memungkinkan senapaan untuk terus menembak, selayaknya senjata otomatis.
Sheriff Joseph Lombardo menyatakan, pihaknya menemukan adanya sebuah kamera yang dipasang di kamar Paddock, di Mandalay Bay. Selain itu, belasan senjata juga ditemukan di kamar tersebut.
"Fakta bahwa dia memiliki jenis persenjataan dan jumlah persenjataan di ruangan itu, itu sudah direncanakan sebelumnya, dan saya yakin dia mengevaluasi semua yang dia lakukan dan tindakannya, yang merepotkan," kata Lombardo.
Lombardo, seperti dilansir Al Jazeera pada Rabu (4/10), kemudian mengatakan, bahwa penyelidikan akan serangan ini dilakukan dengan hati-hati dan bukan tidak mungkin akan ada orang lain yang ditangkap terkait dengan serangan ini.
"Penyelidikan ini tidak berakhir dengan matinya Paddock. Apakah orang ini menjadi radikal tanpa sepengetahuan kita? Dan, kita ingin mengidentifikasi sumber itu," ungkapnya.
Selain kamera dan senjata, penyidik juga menemukan sebuah komputer lipat, dan 12 perangkat "bum stock" yang memungkinkan senapaan untuk terus menembak, selayaknya senjata otomatis.
Credit sindonews.com
Kekasih Tak Tahu Paddock Rencanakan Pembantaian Massal Las Vegas
LAS VEGAS
- Marilou Danley, 62, mengaku tidak tahu bahwa kekasihnya, Stephen
Paddock, 64, merencanakan dan menjalankan pembantaian massal di Las
Vegas. Aksi penembakan massal Paddock menewaskan 58 orang dan lebih dari
500 orang lainnya.
Danley mengeluarkan pernyataan tersebut pada hari Rabu setelah dia kembali ke Amerika Serikat (AS) dari kediaman pribadinya di Filipina, di mana dia telah menghabiskan waktu dua minggu.
Ketika diinterogasi oleh agen FBI, Danley, mengatakan bahwa dia mencintai kekasihnya, Stephen Paddock. Dia mengenal Paddock sebagai orang baik hati, perhatian dan pendiam.
”Dia tidak pernah mengatakan apapun kepada saya atau melakukan tindakan yang saya sadari dengan cara apapun untuk menjadi peringatan bahwa sesuatu yang mengerikan seperti ini akan terjadi,” katanya.
Dia mengatakan Paddock telah menyarankan agar dia pergi ke Filipina setelah dia menemukan harga rumah yang murah. Dia senang saat Paddock mengirim uangnya ke Filipina untuk membeli rumah tersebut, tapi kemudian dia takut bahwa itu adalah cara untuk putus hubungan dengannya.
”Tidak pernah terpikir oleh saya dalam hal apapun bahwa dia merencanakan kekerasan terhadap siapa pun," kata Danley, dalam pernyataan yang dibacakan oleh pengacaranya, Matthew Lombard, di luar kantor pusat FBI di Los Angeles.
Danley mengatakan bahwa dia sangat terpukul oleh serangan terhadap penonton konser yang merupakan serangan mematikan terburuk dalam sejarah AS modern.
”Saya adalah seorang ibu dan nenek dan hati saya hancur untuk semua orang yang telah kehilangan orang yang dicintai,” ujarnya.
Danley mengatakan bahwa dia kembali ke AS dengan sukarela dan akan bekerja sama sepenuhnya dengan penyelidikan tersebut. Polisi mengatakan bahwa perempuan itu bisa menjadi kunci untuk memahami motif Paddock.
Wakil Direktur FBI Andrew McCabe menambahkan, penyidik masih sibuk merekonstruksi kehidupan pelaku dan perilakunya dalam minggu-minggu terakhir menjelang serangan. Pemeriksaan mencakup komputer dan ponsel pelaku.
”Individu ini tidak meninggalkan bekas sidik jari yang mudah diakses yang Anda temukan pada serangan massal,” kata McCabe, seperti dikutip The Washington Post, Kamis (5/10/2017).
Danley mengeluarkan pernyataan tersebut pada hari Rabu setelah dia kembali ke Amerika Serikat (AS) dari kediaman pribadinya di Filipina, di mana dia telah menghabiskan waktu dua minggu.
Ketika diinterogasi oleh agen FBI, Danley, mengatakan bahwa dia mencintai kekasihnya, Stephen Paddock. Dia mengenal Paddock sebagai orang baik hati, perhatian dan pendiam.
”Dia tidak pernah mengatakan apapun kepada saya atau melakukan tindakan yang saya sadari dengan cara apapun untuk menjadi peringatan bahwa sesuatu yang mengerikan seperti ini akan terjadi,” katanya.
Dia mengatakan Paddock telah menyarankan agar dia pergi ke Filipina setelah dia menemukan harga rumah yang murah. Dia senang saat Paddock mengirim uangnya ke Filipina untuk membeli rumah tersebut, tapi kemudian dia takut bahwa itu adalah cara untuk putus hubungan dengannya.
”Tidak pernah terpikir oleh saya dalam hal apapun bahwa dia merencanakan kekerasan terhadap siapa pun," kata Danley, dalam pernyataan yang dibacakan oleh pengacaranya, Matthew Lombard, di luar kantor pusat FBI di Los Angeles.
Danley mengatakan bahwa dia sangat terpukul oleh serangan terhadap penonton konser yang merupakan serangan mematikan terburuk dalam sejarah AS modern.
”Saya adalah seorang ibu dan nenek dan hati saya hancur untuk semua orang yang telah kehilangan orang yang dicintai,” ujarnya.
Danley mengatakan bahwa dia kembali ke AS dengan sukarela dan akan bekerja sama sepenuhnya dengan penyelidikan tersebut. Polisi mengatakan bahwa perempuan itu bisa menjadi kunci untuk memahami motif Paddock.
Wakil Direktur FBI Andrew McCabe menambahkan, penyidik masih sibuk merekonstruksi kehidupan pelaku dan perilakunya dalam minggu-minggu terakhir menjelang serangan. Pemeriksaan mencakup komputer dan ponsel pelaku.
”Individu ini tidak meninggalkan bekas sidik jari yang mudah diakses yang Anda temukan pada serangan massal,” kata McCabe, seperti dikutip The Washington Post, Kamis (5/10/2017).
Credit sindonews.com