Ilustrasi. (Diolah dari Thinkstock)
Senjata ini dikembangan Seoul sebagai antisipasi jika perang dengan Korea Utara benar-benar terpecah, setelah ketegangan di Semenanjung Korea yang terus meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
"Seluruh teknologi untuk pengembangan bom grafit telah diamankan, berada pada tahap di mana kami bisa membuat bom kapan saja," ucap sumber militer tersebut seperti dikutip kantor berita Yonhap, Senin (9/10).
Bom yang dikenal dengan "blackout bomb" ini dilaporkan mampu mengganggu hingga melumpuhkan jaringan listrik suatu alat persenjataan dengan menyebarkan filamen grafit karbon pada sistem tersebut.
Teknologi ini juga sering disebut sebagai bom pelunak karena bisa mempengaruhi sumber tenaga suatu sistem atau alat.
Senjata ini pertama kali digunakan Amerika Serikat untuk melawan Irak dalam Perang Teluk 1990-1991, dan NATO saat berperang dengan Serbia pada 1999.
Sumber itu mengatakan, bom yang dikembangkan oleh Badan Pengembangan Pertahanan Korsel ini pun akan menjadi bagian kunci dari program serangan pencegahan Negeri Ginseng alias Kill Chain.
Sumber tersebut mengatakan, kementerian pertahanan juga telah mengajukan anggaran sebesar US$436 ribu untuk mengembangkan teknologi itu. Namun, hingga kini kementerian keuangan belum menyetujui proposal tersebut.
Selain itu, Korsel dan AS juga dilaporkan telah meningkatkan operasi pengintaian terhadap Korut di tengah besarnya spekulasi soal rencana negara terisolasi itu meluncurkan uji coba rudal jarak jauh terbarunya dalam waktu dekat.
Prediksi ini semakin kuat setelah seorang anggota parlemen Rusia yang baru mengunjungi Pyongyang mengatakan rezim Kim Jong-un sedang mempersiapkan uji coba senjata yang mampu menjangkau pantai bagian barat AS.
Meski Seoul belum menemukan tanda-tanda kuat provokasi Korut akan segera terjadi, mereka tetap ingin berjaga-jaga.
"Namun, sejumlah aktivitas dan gerakan-gerakan di situs rudal Korut terus terdeteksi. Karena itu, kami terus mempertahankan dan meningkatkan strategi pengintaian serta kesiapan [militer]," kata sumber militer itu.
Credit cnnindonesia.com