CB, Tel Aviv - Perdana
Menteri Israel Benjamin Netanyahu menerima pesan tegas dari pemerintah
Amerika Serikat dan pemimpin Mesir untuk tidak menerima kesepakatan
rekonsiliasi Palestina.
Seorang sumber di Tel Aviv mengungkapkan Netanyahu telah diminta untuk menerima agar kesepakatan bisa sukses.
Kedua negara mencatat bahwa sekilas, tampak bahwa reaksi Netanyahu terhadap rekonsiliasi itu negatif karena dia telah menuntut agar Palestina mengakui Israel sebagai negara Yahudi. Dia juga telah menuntut agar Hamas dilucuti senjatanya dan memutuskan hubungan dengan Iran.
Setelah ada tekanan dari kedua negara itu, dia kemudian mengatakan:"Israel akan mempelajari perkembangan di lapangan dan bekerja sesuai dengan itu."
Seorang pejabat di Kementerian Luar Negeri Israel menggarisbawahi retorika diplomatik yang "luar biasa". Sementara sumber-sumber politik menghubungkan posisinya dengan keinginannya untuk tidak menyakiti hubungan dengan Presiden Mesir, Abdul Fattah al-Sisi.
Netanyahu juga menyadari pemerintahan Presiden Donald Trump menyambut baik penyatuan rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah di Kairo.
Selanjutnya, Netanyahu menyadari dengan kembalinya Otorita Palestina ke Gaza, akan melayani kepentingan keamanan Israel.
Pengamat percaya bahwa Netanyahu dipaksa untuk mengambil sikap yang lebih lunak, namun dia masih "tidak yakin" mengenai rekonsiliasi antarfaksi Palestina itu.
Pejabat utama dan pejabat lainnya di pemerintahannya merasa prihatin dengan kemungkinan jangka panjang rekonsiliasi karena perpecahan Palestina telah sangat menguntungkan Israel.
Menteri Pendidikan Israel, Naftali Bennett, melangkah lebih jauh untuk menggambarkan pemerintah yang akan dibentuk melalui kesepakatan itu sebagai "kabinet kesatuan terorisme."
Pengamat lain mengatakan rekonsiliasi akan berlangsung singkat karena perbedaan Palestina dan Arab, yang terus berlanjut.
Pada Jumat, 13 Oktober 2017, Hamas dan Fatah resmi melakukan rekonsiliasi Palestina guna mencapai kesepakatan damai setelah sekitar sebelas tahun keduanya sempat berseteru. Kedua partai ini memiliki basis pergerakan di wilayah yang berbeda, Hamas di Gaza sedangkan Fatah di Yerussalem.
Hamas dan Fatah resmi melakukan rekonsiliasi yang dimediasi Pemerintah Mesir di Kairo.
Setelah rekonsiliasi terbentuk secara resmi Hamas mengakui kepemimpinan Mahmud Abbas dari fraksi Fatah untuk terbentuknya negara bersatu .
Seorang sumber di Tel Aviv mengungkapkan Netanyahu telah diminta untuk menerima agar kesepakatan bisa sukses.
Kedua negara mencatat bahwa sekilas, tampak bahwa reaksi Netanyahu terhadap rekonsiliasi itu negatif karena dia telah menuntut agar Palestina mengakui Israel sebagai negara Yahudi. Dia juga telah menuntut agar Hamas dilucuti senjatanya dan memutuskan hubungan dengan Iran.
Sumber itu mengatakan tanggapan ini sebenarnya bersifat "moderat".
Dalam
reaksi pertamanya, Netanyahu mengatakan bahwa "kita tidak akan menerima
rekonsiliasi palsu di mana orang-orang Palestina akan mencapai
kesepakatan dengan mengorbankan eksistensi kita."Setelah ada tekanan dari kedua negara itu, dia kemudian mengatakan:"Israel akan mempelajari perkembangan di lapangan dan bekerja sesuai dengan itu."
Seorang pejabat di Kementerian Luar Negeri Israel menggarisbawahi retorika diplomatik yang "luar biasa". Sementara sumber-sumber politik menghubungkan posisinya dengan keinginannya untuk tidak menyakiti hubungan dengan Presiden Mesir, Abdul Fattah al-Sisi.
Netanyahu juga menyadari pemerintahan Presiden Donald Trump menyambut baik penyatuan rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah di Kairo.
Selanjutnya, Netanyahu menyadari dengan kembalinya Otorita Palestina ke Gaza, akan melayani kepentingan keamanan Israel.
Pengamat percaya bahwa Netanyahu dipaksa untuk mengambil sikap yang lebih lunak, namun dia masih "tidak yakin" mengenai rekonsiliasi antarfaksi Palestina itu.
Pejabat utama dan pejabat lainnya di pemerintahannya merasa prihatin dengan kemungkinan jangka panjang rekonsiliasi karena perpecahan Palestina telah sangat menguntungkan Israel.
Menteri Pendidikan Israel, Naftali Bennett, melangkah lebih jauh untuk menggambarkan pemerintah yang akan dibentuk melalui kesepakatan itu sebagai "kabinet kesatuan terorisme."
Pengamat lain mengatakan rekonsiliasi akan berlangsung singkat karena perbedaan Palestina dan Arab, yang terus berlanjut.
Pada Jumat, 13 Oktober 2017, Hamas dan Fatah resmi melakukan rekonsiliasi Palestina guna mencapai kesepakatan damai setelah sekitar sebelas tahun keduanya sempat berseteru. Kedua partai ini memiliki basis pergerakan di wilayah yang berbeda, Hamas di Gaza sedangkan Fatah di Yerussalem.
Hamas dan Fatah resmi melakukan rekonsiliasi yang dimediasi Pemerintah Mesir di Kairo.
Setelah rekonsiliasi terbentuk secara resmi Hamas mengakui kepemimpinan Mahmud Abbas dari fraksi Fatah untuk terbentuknya negara bersatu .
Credit tempo.co