Satu keluarga Rohingya di New Delhi, yang menurut rencana pemerintah India, akan dideportasi.
Rencana India untuk
mendeportasi pengungsi Muslim Rohingya tampaknya merupakan upaya dalam
menarik simpati dari Myanmar, yang mayoritas penduduknya beragama
Buddha.
Pengumuman rencana itu ditempuh menjelang kunjungan
Perdana Menteri India, Narendra Modi, yang tiba di Myanmar, Selasa
(05/09), setelah menghadiri KTT BRICS di Xiamen, Cina. Tiga hari sebelum pengumuman, gerilyawan Rohingya menyerang sekitar 20 pos polisi di negara bagian Rakhine, Myanmar, menewaskan 12 orang dan memicu operasi militer besar-besaran yang mendorong krisis pengungsi Rohingya saat ini.
Menurut Menteri Muda Dalam Negeri Inggris, Kiren Rijiju, India akan memulangkan semua Muslim Rohingya yang diperkirakan berjumlah sekitar 40.000 jiwa.
PM India Narendra Modi (kanan) disambut oleh Presiden Myanmar, Htin Kyaw (kiri) saat tiba di ibu kota Naypyitaw.
Mereka yang akan dipulangkan itu, tambah Rijiju, mencakup 16.000 Rohingya yang terdaftar sebagai pengungsi oleh PBB. "Pendaftaran UNHCR tidak ada artinya. Bagi kami mereka semua adalah pendatang gelap."
Setelah serangan gerilyawan Rohingya pada 25 Agustus, Kementerian Luar Negeri India juga mengeluarkan pernyataan keras dengan janji berdiri bersama Myanmar dalam 'perang melawan terorisme'.
Kedua pernyataan yang tampaknya dimaksudkan untuk 'mengatur' kunjungan PM Nodi ke Myanmar.
Mengisi Cina 'yang diam'
Operasi militer di negara bagian Rakhine sejauh ini menyebabkan lebih dari 120.000 orang Rohingya mengungsi ke Bangladesh namun 'diamnya' Cina membantu India untuk mengambil posisi senada dengan opini mayoritas rakyat Burma.Tidak jelas apakah rencana India tersebut menyangkut pemulangan orang Rohingya ke Myanmar atau Bangladesh, mengingat mereka tidak memiliki kewarganegaraan karena pemerintah Myanmar menganggap mereka bukan warganya.
Sementara Bangladesh -yang menampung gelombang baru warga Rohingya- juga sudah mengusir sebagian orang Rohingya ke luar dari perbatasannya.
Rencana pemulangan itu juga sudah ditentang oleh Mahkamah Agung India, yang pada hari Senin (05/09) meminta pemerintah untuk memberi tanggapan.
Namun maksud terselubung dari pengumuman tersebut tampaknya adalah ingin 'tersambung' dengan opini kubu nasionalis di Myanmar.
Terdapat sekitar 40.000 orang Rohingya di India dan 16.000 terdaftar sebagai pengungsi oleh PBB.
"Kelompok nasionalis Burma dan kaum garis keras Buddha melihat Modi dan BJP (partai beraliran Hindu yang berkuasa di India) berada dalam spektrum politik yang lebih dekat dengan mereka ketika berkaitan dengan Muslim," jelas Jiten Nongthaubam, pimpinan Pusat Studi Myanmar di Universitas Manipur, India, kepada BBC.
Hal itu sejalan dengan rencana India untuk melatih tentara Myanmar dalam operasi khusus, yang ditafsirkan oleh beberapa orang sebagai dukungan India atas operasi militer Myanmar terhadap militan Rohingya.
Berbagai proyek di Myanmar
India memang aktif untuk menjalin hubungan dengan Myanmar dan para perwira militernya berharap dapat pula meminta bantuan mereka dalam menghadapi militan di sebelah timur laut India yang banyak bermarkas di hutan Sagaing, Myanmar.
Sebagai pertanda hubungan yang membaik, India saat ini sedang membangun satu pelabuhan dan proyek saluran air di Rakhine.
Pembangunan jalan juga akan segera dimulai untuk menghubungkan Sittwe di Rakhine dengan Zirinpui di negara bagian Mizoram, India.
"Proyek ini akan membantu daratan utama kami terhubung dengan timur laut India namun kami memberinya ke Myanmar. Kami ingin menciptakan akses umum ke Myanmar, bukan sebagai aset komersial untuk memfasilitasi bisnis seperti yang dilakukan oleh sejumlah negara," jelas Duta Besar India untuk Myanmar, Vikram Misri, kepada sebuah penerbitan di Myanmar.
Misri agaknya merujuk ke Cina saat menyebut 'bukan sebagai aset komersial'.
India tidak menjelaskan negara tujuan bagi pemulangan umat Muslim Rohingya.
Dalam konteks yang lebih luas, India sedang mengupayakan proyek-proyek prasarana untuk mendukung keberhasilan kebijakan 'bertindak timur', yang diumumkan Menteri Luar Negeri, Sushma Swaraj, tahun 2014.
Berdasarkan kebijakan itu, India bertujuan meningkatkan pengaruhnya di negara-negara Asia Tenggara dan mengimbangi keberadaan Cina di kawasan sekaligus menjamin perbatasannya di sebelah timur laut.
Dalam kunjungan dua hari ke Myanmar, PM Modi akan berkunjung ke Bagan -tempat India berperan besar dalam restorasi pagoda kuno yang hancur karena gempa- dan pagoda Shwedagon yang penting, serta menggelar pertemuan umum di sebuah stadion.
Agenda PM Modi tampaknya ingin 'menyambungkan' para pendatang India di Myanmar dengan kubu nasionalis melalui kombinasi pendekatan agama dan pengaturan politik.
"Jelas bukan kebetulan jika Modi meminta Rijiju melepas tembakan pertama ketika dia berjanji bahwa Rohingya akan dikeluarkan. Rijiju adalah pemeluk Buddha dan juga menemani Dalai Lama ketika pemimpin spiritual Tibet itu mengunjungi Arunachal Pradesh (yang menjadi sengketa antara India dan Cina)," jelas pengamat Myanmar, Binoda Mishra, kepada BBC.
"Pemulangan mungkin tidak akan dilaksanakan karena memutuskan negara untuk pengiriman Rohingya itu tidak akan mudah, namun membantu dalam menciptakan getaran politik menjelang kunjungan Modi," tambah Anita Sengupta, seorang peneliti tentang Rohingya di India.
Credit bbc.com