Portal Berita Tentang Sains, Teknologi, Seni, Sosial, Budaya, Hankam dan Hal Menarik Lainnya
Jumat, 21 Desember 2018
Penampakan Pangkalan Militer di Natuna, Siap Jaga Wilayah NKRI dari Caplokan Negara Asing
Apel pasukan gabungan TNI saat peresmian Pangkalan TNI Terpadu Natuna, Selasa (18/12/2018)
CB - Pemerintah
Indonesia tak ingin Natuna dicaplok negara lain, setelah
melakukan latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) dan mengubah
nama Laut China Selatan jadi Laut Natuna Utara, kali ini pemerintah
meresmikan pangkalan militer di Natuna, Selasa (18/12/2018).
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto didampingi KSAD Jenderal TNI
Andika Perkasa, KSAL Laksamana TNI Siwi Sukma Adji, dan KSAU Marsekal
TNI Yuyu Sutisna, meresmikan Satuan TNI Terintegrasi Natuna di Pelabuhan
Faslabuh TNI AL, Selat Lampa, Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Peresmian Satuan TNI Terintegrasi Natuna yang juga Pangkalan Militer Terpadu Natuna ini dipublikasikan media terbesar Hong Kong South China Morning Posrt (SCMP) berjudul: Indonesia opens military base on edge of South China Sea to ‘deter security threats’
Melansir situs resmi TNI, tni.mil.id, dalam sambutannya, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto
menyampaikan bahwa peresmian Satuan TNI Terintegrasi Natuna ini
merupakan langkah finalisasi, salah satu program perencanaan strategis
jangka menengah, untuk membangun kekuatan TNI yang diharapkan mampu
memberikan daya tangkal (detterence effect) terhadap ancaman khususnya
di perbatasan.
“Peresmian Satuan TNI Terintegrasi Natuna ini, juga merupakan
perwujudan kontinuitas gagasan, dimana perencanaannya melibatkan para
Perwira-Perwira TNI lintas generasi, dari Mabes TNI maupun Mabes
Angkatan. Pembangunan Satuan TNI Terintegrasi akan terus dilanjutkan di
pulau-pulau strategis lainnya sesuai tahapan pembangunan di Renstra
berikutnya,” tuturnya.
Panglima TNI menjelaskan bahwa kedepan Satuan TNI Terintegrasi
direncanakan akan menjadi bagian dari Komando Gabungan Wilayah
Pertahanan yang akan segera dibentuk.
Satuan
TNI Terintegrasi saat ini masih berupa Embrio yang terdiri dari
satuan-satuan TNI AD yaitu Batalyon Komposit yang diperkuat oleh Kompi
Zeni Tempur, Baterai Rudal Artileri Pertahan Udara dan Baterai Artileri
Medan.
Sementara itu, dari Satuan TNI AL selain Pangkalan TNI AL juga
terdapat Kompi Komposit Marinir dan fasilitas pelabuhan untuk mendukung
operasional Kapal Perang TNI AL, yang beroperasi disekitar perairan
Natuna.
Sedangkan Pangkalan Udara TNI AU dilengkapi
berbagai fasilitas, seperti Hanggar Integratif dan Hanggar Skuadron
Unmanned Aerial Vehicle (UAV) untuk mendukung operasional Pesawat Udara
TNI.
“Selain itu juga dilengkapi dengan Mess dan Rumah Sakit Integratif,
untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi seluruh prajurit TNI di
Natuna,” kata Marsekal TNI Hadi Tjahjanto. Presiden Joko Widodo meninjau kawasan perairan Natuna dari
atas KRI Imam Bonjol, Kamis (23/6/2016). (PRESIDENTIAL PALACE/Agus
Suparto)
Lebih lanjut Panglima TNI mengatakan bahwa Satuan TNI Terintegrasi
Natuna masih akan terus berkembang, sesuai peningkatan eskalasi ancaman.
Menurutnya,
perencanaan ke depan dimungkinkan untuk menyempurnakan Satuan TNI
Terintegrasi menjadi organisasi permanen dan terintegrasi dalam satu
komando dan dilengkapi dengan sistem kendali operasi berbasis kemampuan
network centric warfare.
Sehari setelah peresmian Pangkalan TNI Terpadu Natuna, Calon presiden
petahana Joko Widodo bercerita pengalamannya sebagai Presiden RI
beberapa tahun lalu saat harus naik kapal perang ketika ada klaim
terkait Pulau Natuna.
"Waktu ada klaim Pulau Natuna itu masuk Laut China Selatan, saya
panas, saya bawa kapal perang ke Natuna," kata Jokowi saat berpidato
dalam acara Deklarasi Akbar Ulama Madura Bangkalan, Rabu (19/12/2018),
di Gedung Serba Guna Rato Ebuh, Bangkalan, Jatim.
Melansir kompas.com, Jokowi mengatakan, saat itu ia ingin menunjukkan Natuna merupakan wilayah teritorial Indonesia.
Terlebih bahwa sekitar 169.000 penduduk yang seluruhnya WNI menempati wilayah tersebut.
"Saya sampaikan Natuna itu di daerah teritorial Indonesia. Karena, penduduk Natuna itu 169.000 penduduk Indonesia," ungkapnya.
Ia menekankan, siapa pun yang menentang hal itu, Pemerintah RI siap menghadapinya.
"Kalau mau ajak berantem, ya kita ramai-ramai, kalau ada yang macam-macam," ucapnya.
Sebelumnya pada acara yang sama, Yenny Wahid menilai, Jokowi sebagai
sosok yang meskipun kurus, memiliki mental yang sangat kuat.
"Ada seorang laki-laki kurus menaiki kapal perang, kapal itu
mengarungi Natuna. Apa yang dilakukan laki-laki itu? Dia mengambil air
wudhu di Samudera yang luas. Maknanya apa? Tekad dari pemimpin Indonesia
untuk menegakkan teritorial bangsa kita," paparnya.
Bahkan
ketika terjadi persengketaan dengan Tiongkok terkait klaim perairan
Natuna, ketika negara lain hanya mengirimkan "lawyer" ke pengadilan
internasional, kata Yenny, justru berbeda dengan yang dilakukan Jokowi.
"Tapi tidak, laki-laki kurus ini. Dia bermaklumat bahwa Indonesia itu negara berdaulat," kata Yenny.
Melansir SCMP, pangkalan militer ini diperkuat lebih dari 1.000
personel berada di ujung selatan Laut China Selatan yang disengketakan,
di mana klaim teritorial China dan beberapa negara lain saling tumpang
tindih.
Di militer Indonesia, satu batalion terdiri dari antara 825 hingga
1.000 personel, sementara satu korps terdiri dari sekitar 100 personel.
Foto-foto di Twitter resmi Pusat Informasi TNI, juga menunjukkan
upacara peresmian rumah sakit untuk melayani personel militer di
pangkalan tersebut.
Pangkalan tersebut terletak di Selat Lampa di Pulau Natuna
Besar—bagian dari Kepulauan Natuna—salah satu daerah terluar Indonesia
dan lebih dari 200 kilometer dari pulau Kalimantan.
Indonesia
bukan negara penggugat di Laut China Selatan, tetapi Jakarta dan
Beijing telah mengalami beberapa pertikaian maritim di daerah yang kaya
sumber daya tersebut, termasuk sengketa pada tahun 2016 ketika sebuah
kapal patroli Indonesia menangkap kapal ikan China seberat 300 ton.
Beberapa jam kemudian, sebuah kapal Penjaga
Pantai China menabrak kapal nelayan tersebut, sehingga pihak berwenang
Indonesia melepaskannya.
Pada upacara peresmian pangkalan tersebut, Panglima TNI Marsekal Hadi
Tjahjanto mengatakan bahwa pos terdepan itu dirancang untuk berfungsi
sebagai alat pencegah potensi ancaman keamanan, khususnya di daerah
perbatasan, menurut juru bicara militer Kolonel Sus Taibur Rahman.
Collin Koh Swee Lean—seorang analis di Sekolah Studi Internasional S
Rajaratnam di Singapura—mengatakan bahwa rencana untuk sebuah pusat
militer di Kepulauan Natuna telah dibuat selama bertahun-tahun.
“Peristiwa pada bulan Maret 2016 dengan China memberi lebih banyak dorongan untuk rencana tersebut,” kata Koh.
Aaron Connelly—seorang peneliti di International Institute for
Strategic Studies-menggambarkan komentar Jokowi “jelas-jelas adalah
retorika kampanye”.
Laut China Selatan adalah lokasi bagi beberapa jalur laut tersibuk di
dunia, dan China memiliki klaim wilayah yang tumpang tindih dengan
Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei, serta Taiwan.
Meskipun China mengakui kedaulatan Indonesia atas Kepulauan Natuna,
tapi China menegaskan bahwa kedua negara memiliki klaim yang tumpang
tindih terhadap hak-hak maritim dan kepentingan di wilayah tersebut yang
perlu diselesaikan—klaim yang ditolak oleh Indonesia.
Tahun lalu, pemerintah Indonesia mempresentasikan peta nasional yang
diperbarui, di mana zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di utara
Kepulauan Natuna berganti nama menjadi Laut Natuna Utara. Itu sebelumnya
digambarkan sebagai bagian dari Laut China Selatan.
Pada tahun 2002, Indonesia mengganti nama bagian dari Laut China
Selatan yang berada dalam ZEE Indonesia sebagai Laut Natuna, kecuali
perairan di utara Kepulauan Natuna. Dengan perubahan nama terbaru itu,
Laut China Selatan tidak lagi digunakan untuk wilayah perairan
Indonesia.
Sesaat setelah perubahan nama tersebut, China menyatakan menentang
langkah itu, dengan mengatakan bahwa itu akan menghasilkan komplikasi
dan perluasan perselisihan.
Mengubah nama yang diakui secara internasional juga akan mempengaruhi
perdamaian dan stabilitas, dan tidak kondusif bagi hubungan damai
antara Jakarta dan Beijing, katanya.
Namun, Indonesia membalas, bahwa Indonesia memiliki hak untuk memberi
nama perairan teritorialnya sendiri, dan bahwa Laut Natuna Utara jatuh
ke dalam wilayahnya.
Tetapi walau Indonesia fokus untuk melindungi kepentingannya sendiri
di sekitar Kepulauan Natuna, bukan berarti Indonesia ingin menentang
China, mengingat minat Jokowi dalam menarik investasi China untuk proyek
infrastruktur, menurut laporan oleh lembaga pemikir Australia, The Lowy
Institute.
“Terlepas dari retorika Jokowi yang tegas tentang hak-hak maritim,
Indonesia telah berusaha memastikan bahwa kampanye melawan penangkapan
ikan ilegal tidak menargetkan kapal-kapal China; dan dalam diplomasi
regional, pemerintahan Jokowi ingin memastikan untuk tidak menyinggung
Beijing,” kata Connelly.
Ini foto foto dan video peresmian Pangkalan TNI Terpadu Natuna: