CB, Jakarta - Militer Amerika Serikat menggandeng Microsoft
dengan kontrak US$ 479 juta atau Rp 6,8 triliun untuk memasok prototipe
Augmented Reality kacamata Hololens yang akan mendukung tentara selama
pelatihan dan misi pertempuran. Namun kesepakatan ini menjadi
kontroversial karena karyawan Microsoft menolak kerja sama teknologi
untuk militer.
"Teknologi Augmented Reality akan memberikan pasukan dengan informasi yang lebih banyak dan lebih baik untuk membuat keputusan," kata juru bicara Microsoft, dilaporkan Dailymail.co.uk, 4 Desember 2018.
Kontrak menghasilkan pembelian militer untuk 100 ribu lebih unit headset. Headset kacamata Hololens, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan efek tembak, kemampuan deteksi dan tempur sebelum menembak musuh," menurut laporan pemerintah.
NASA menggunakan Hololens untuk misi luar angkasa.[NASA via Sputniknews]
Perangkat Hololens termasuk headset, perangkat untuk berinteraksi dengan aplikasi, tas pembawa, bantalan hidung dan tali overhead.
Headset ini dirancang dengan beberapa sensor pengenalan lingkungan dan didukung oleh Microsoft Holographic Processing Unit (HPU) yang dibuat khusus dan chipset Intel 32-bit.
Bobot perangkat hanya sekitar 500 gram dan terdiri dari 64GB memori Flash dan 2GB RAM. Baterai tahan selama sekitar dua hingga tiga jam, dengan hingga dua minggu waktu siaga, kata Microsoft.
Hololens memiliki lensa holografik tembus pandang yang menggunakan sistem proyeksi optik untuk menciptakan hologram multi-dimensi warna-warni.
Tentara Israel dan AS sudah menggunakan perangkat Hololens untuk latihan. Namun Microsoft melangkah lebih jauh dengan menyediakan teknologi untuk pertempuran sungguhan, meskipun karyawan menolak teknologi kecerdasan buatan ini digunakan di lapangan karena perangkat secara otonomi bisa membunuh orang.
Hololens yang dikembangkan Microsoft.[The Verge]
Pemimpin Microsoft Brad Smith dan CEO Microsoft Satya Nadella telah membahas kekhawatiran karyawan tentang masalah ini dalam pertemuan Kamis, dan mengakui tidak semua karyawan puas.
"Kita ingin orang-orang di negara ini dan terutama mereka yang mengabdi pada negara ini tahu kalau kita di Microsoft mendukung mereka," tulis Brad."Mereka bisa mengakses teknologi terbaik yang kita ciptakan."
Brad Smith menyampaikan tiga alasan terkait kontrak. Brad mengatakan ingin orang-orang yang mengabdi kepada AS dan mereka yang membela negara AS, memiliki teknologi terbaik AS termasuk Microsoft. Meskipun isu etis untuk membuat teknologi tempur sebagai suatu yang mesti dipertimbangkan, namun Brad menekankan bahwa hal tersebut termasuk proses sipil dan demokrasi. Ia juga tidak akan memaksa karyawan yang enggan ikut dalam program untuk terlibat.
Keputusan Google yang tidak menyepakati kontrak, meninggalkan beberapa raksasa teknologi lainnya termasuk Amazon dan Microsoft dalam menjalankan kontrak Joint Enterprise Defence Infrastructure (JEDI) yang bertujuan memodernisasi sistem komputasi militer AS.
"Teknologi Augmented Reality akan memberikan pasukan dengan informasi yang lebih banyak dan lebih baik untuk membuat keputusan," kata juru bicara Microsoft, dilaporkan Dailymail.co.uk, 4 Desember 2018.
Kontrak menghasilkan pembelian militer untuk 100 ribu lebih unit headset. Headset kacamata Hololens, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan efek tembak, kemampuan deteksi dan tempur sebelum menembak musuh," menurut laporan pemerintah.
NASA menggunakan Hololens untuk misi luar angkasa.[NASA via Sputniknews]
Perangkat Hololens termasuk headset, perangkat untuk berinteraksi dengan aplikasi, tas pembawa, bantalan hidung dan tali overhead.
Headset ini dirancang dengan beberapa sensor pengenalan lingkungan dan didukung oleh Microsoft Holographic Processing Unit (HPU) yang dibuat khusus dan chipset Intel 32-bit.
Bobot perangkat hanya sekitar 500 gram dan terdiri dari 64GB memori Flash dan 2GB RAM. Baterai tahan selama sekitar dua hingga tiga jam, dengan hingga dua minggu waktu siaga, kata Microsoft.
Hololens memiliki lensa holografik tembus pandang yang menggunakan sistem proyeksi optik untuk menciptakan hologram multi-dimensi warna-warni.
Tentara Israel dan AS sudah menggunakan perangkat Hololens untuk latihan. Namun Microsoft melangkah lebih jauh dengan menyediakan teknologi untuk pertempuran sungguhan, meskipun karyawan menolak teknologi kecerdasan buatan ini digunakan di lapangan karena perangkat secara otonomi bisa membunuh orang.
Hololens yang dikembangkan Microsoft.[The Verge]
Pemimpin Microsoft Brad Smith dan CEO Microsoft Satya Nadella telah membahas kekhawatiran karyawan tentang masalah ini dalam pertemuan Kamis, dan mengakui tidak semua karyawan puas.
"Kita ingin orang-orang di negara ini dan terutama mereka yang mengabdi pada negara ini tahu kalau kita di Microsoft mendukung mereka," tulis Brad."Mereka bisa mengakses teknologi terbaik yang kita ciptakan."
Brad Smith menyampaikan tiga alasan terkait kontrak. Brad mengatakan ingin orang-orang yang mengabdi kepada AS dan mereka yang membela negara AS, memiliki teknologi terbaik AS termasuk Microsoft. Meskipun isu etis untuk membuat teknologi tempur sebagai suatu yang mesti dipertimbangkan, namun Brad menekankan bahwa hal tersebut termasuk proses sipil dan demokrasi. Ia juga tidak akan memaksa karyawan yang enggan ikut dalam program untuk terlibat.
Keputusan Google yang tidak menyepakati kontrak, meninggalkan beberapa raksasa teknologi lainnya termasuk Amazon dan Microsoft dalam menjalankan kontrak Joint Enterprise Defence Infrastructure (JEDI) yang bertujuan memodernisasi sistem komputasi militer AS.
Credit tempo.co