WASHINGTON
- Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi terhadap pembantu utama
Pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-un, bersama dua pejabat lainnya.
Ketiganya dijatuhkan sanksi atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia
dan penyensoran yang serius.
Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi kepada Ryong Hae-choe, seorang pembantu dekat Jong-un yang memimpin Partai Pekerja dan Departemen Bimbingan Organisasi Korut; Menteri Keamanan Negara Kyong Thaek-jong; dan Kepala Departemen Propaganda dan Agitasi, Kwang Ho-pak.
Tidak diketahui apakah keputusan untuk menjatuhkan sanksi terhadap ketiga orang itu terkait dengan diplomasi nuklir AS-Korut, yang telah membuat sedikit kemajuan sejak Pemimpin Korut Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump bertemu di Singapura pada Juni lalu.
Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi itu saat merilis laporan enam bulanan tentang pelanggaran Korut. Sanksi itu akan membekukan aset apa pun yang dimiliki oleh ketiganya yang berada di wilayah yuridiksi AS dan secara umum melarang mereka bertransaksi dengan siapa pun di AS.
"Pelanggaran hak asasi manusia di Korea Utara masih termasuk yang terburuk di dunia dan termasuk pembunuhan di luar hukum, kerja paksa, penyiksaan, penahanan sewenang-wenang yang berkepanjangan, pemerkosaan, aborsi paksa, dan kekerasan seksual lainnya," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Robert Palladino dalam sebuah pernyataan yang menyertai laporan itu seperti dikutip dari Reuters, Selasa (11/12/2018).
Korut telah berulang kali menolak tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dan menyalahkan sanksi untuk situasi kemanusiaan yang mengerikan. Pyongyang telah berada di bawah sanksi PBB sejak tahun 2006 karena rudal balistik dan program nuklirnya.
Dalam sebuah pernyataan terpisah, Departemen Keuangan mengatakan sanksi itu menyorotkan perlakuan tercela Korut terhadap orang-orang di negara itu, dan berfungsi sebagai pengingat perlakuan brutal Korut terhadap warga negara AS, Otto Warmbier.
Warmbier adalah seorang mahasiswa AS yang meninggal pada Juni 2017 setelah 17 bulan ditahan di Korut, yang berkontribusi memicu eskalasi Pyongyang dan Washington yang memang sudah tegang, terutama atas program pengembangan nuklir Korut.
Jelang pertemuan puncak bersejarak Trump-Jong-un pada bulan Juni, Korut membebaskan tiga tahanan asal AS, meskipun pembicaraan antara kedua negara telah terhenti. Bulan lalu, Korut mengatakan akan mendeportasi warga negara AS lainnya yang ditahan.
Sebelumnya pembicaraan yang telah direncanakan pada 8 November lalu antara Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan pejabat senior Korut Kim Yong-chol dan bertujuan untuk membuka jalan bagi pertemuan kedua Trump-Jong-un dibatalkan dengan pemberitahuan 24 jam.
Trump mengatakan ia dan Jong-un kemungkinan akan bertemu untuk kedua kalinya pada Januari atau Februari, dengan tiga lokasi untuk pertemuan puncak sedang dipertimbangkan.
Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi kepada Ryong Hae-choe, seorang pembantu dekat Jong-un yang memimpin Partai Pekerja dan Departemen Bimbingan Organisasi Korut; Menteri Keamanan Negara Kyong Thaek-jong; dan Kepala Departemen Propaganda dan Agitasi, Kwang Ho-pak.
Tidak diketahui apakah keputusan untuk menjatuhkan sanksi terhadap ketiga orang itu terkait dengan diplomasi nuklir AS-Korut, yang telah membuat sedikit kemajuan sejak Pemimpin Korut Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump bertemu di Singapura pada Juni lalu.
Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi itu saat merilis laporan enam bulanan tentang pelanggaran Korut. Sanksi itu akan membekukan aset apa pun yang dimiliki oleh ketiganya yang berada di wilayah yuridiksi AS dan secara umum melarang mereka bertransaksi dengan siapa pun di AS.
"Pelanggaran hak asasi manusia di Korea Utara masih termasuk yang terburuk di dunia dan termasuk pembunuhan di luar hukum, kerja paksa, penyiksaan, penahanan sewenang-wenang yang berkepanjangan, pemerkosaan, aborsi paksa, dan kekerasan seksual lainnya," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Robert Palladino dalam sebuah pernyataan yang menyertai laporan itu seperti dikutip dari Reuters, Selasa (11/12/2018).
Korut telah berulang kali menolak tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dan menyalahkan sanksi untuk situasi kemanusiaan yang mengerikan. Pyongyang telah berada di bawah sanksi PBB sejak tahun 2006 karena rudal balistik dan program nuklirnya.
Dalam sebuah pernyataan terpisah, Departemen Keuangan mengatakan sanksi itu menyorotkan perlakuan tercela Korut terhadap orang-orang di negara itu, dan berfungsi sebagai pengingat perlakuan brutal Korut terhadap warga negara AS, Otto Warmbier.
Warmbier adalah seorang mahasiswa AS yang meninggal pada Juni 2017 setelah 17 bulan ditahan di Korut, yang berkontribusi memicu eskalasi Pyongyang dan Washington yang memang sudah tegang, terutama atas program pengembangan nuklir Korut.
Jelang pertemuan puncak bersejarak Trump-Jong-un pada bulan Juni, Korut membebaskan tiga tahanan asal AS, meskipun pembicaraan antara kedua negara telah terhenti. Bulan lalu, Korut mengatakan akan mendeportasi warga negara AS lainnya yang ditahan.
Sebelumnya pembicaraan yang telah direncanakan pada 8 November lalu antara Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan pejabat senior Korut Kim Yong-chol dan bertujuan untuk membuka jalan bagi pertemuan kedua Trump-Jong-un dibatalkan dengan pemberitahuan 24 jam.
Trump mengatakan ia dan Jong-un kemungkinan akan bertemu untuk kedua kalinya pada Januari atau Februari, dengan tiga lokasi untuk pertemuan puncak sedang dipertimbangkan.
Credit sindonews.com