CB, Jakarta - Kongres Filipina menyetujui perpanjangan 12 bulan undang-undang darurat militer di wilayah Mindanao.
Keputusan ini menyusul pernyataan Presiden Rodrigo Duterte untuk mempertahankan langkah-langkah keamanan yang ketat untuk menghentikan ekstremis Muslim di Filipina.
Reuters melaporkan, 12 Desember 2018, rapat legislatif gabungan memilih 235 berbanding 28 suara untuk mempertahankan darurat militer di Mindanao hingga akhir 2019. Dengan keputusan ini, maka menjadi darurat militer paling lama sejak era 1970-an dari diktator Ferdinand Marcos.
Sebagian besar wilayah Muslim Mindanao selama beberapa dekade telah
dirundung oleh pembajakan dan pemberontakan bersenjata oleh milisi
separatis dan komunis, beberapa di antaranya telah diredam dengan
kesepakatan gencatan senjata dan desentralisasi.
Kelompok teroris pendukung ISIS, Maute yang didukung Abu Sayyaf berusaha menguasai daerah yang memiliki penduduk mayoritas Islam di Marawi, Filipina bagian selatan. Kelompok teroris Maute ingin mengubah kota Marawi menjadi pusat kekuataan ISIS di Asia Tenggara. (Jes Aznar/Getty Images)
Namun pada Mei tahun lalu, konflik kembali muncul setelah sebuah aliansi ekstremis yang berusaha menciptakan ISIS di Filipina, menyerang dan merebut Kota Marawi selama lima bulan, yang dibalas oleh serangan udara dan darat pemerintah.
"Terlepas dari perolehan substansial yang dicapai selama masa darurat militer, kami tidak dapat menutup mata terhadap kenyataan bahwa Mindanao berada di tengah-tengah pemberontakan," tulis Duterte dalam sebuah surat kepada Kongres.
Tentara pemerintah beristirahat di depan sebuah bangunan yang rusak di jalan Sultan Omar Dianalan di distrik Mapandi di kota Marawi, Filipina selatan, 13 September 2017. REUTERS
Juru bicara Duterte dan militer berterima kasih kepada para anggota parlemen setelah pemungutan suara, dan mengatakan hak-hak dan kebebasan sipil akan dijaga di bawah darurat militer yang dimaksudkan untuk mencegah kelompok-kelompok radikal berkembang di Mindanao.
Anggota parlemen oposisi mengatakan perpanjangan itu tidak adil karena tidak ada lagi pemberontakan yang mesti dipadamkan.
"Ini membuat saya bertanya-tanya, apakah ini normal?" kata Senator Franklin Drilon mengatakan selama sesi.
Legislator Edcel Lagman mengatakan apa yang tersisa dari pemberontak ISIS di Mindanao adalah milisi yang tidak mampu melakukan kembali pemberontakan atau menciptakan serangan baru usai darurat militer Filipina sebelumnya.
Keputusan ini menyusul pernyataan Presiden Rodrigo Duterte untuk mempertahankan langkah-langkah keamanan yang ketat untuk menghentikan ekstremis Muslim di Filipina.
Reuters melaporkan, 12 Desember 2018, rapat legislatif gabungan memilih 235 berbanding 28 suara untuk mempertahankan darurat militer di Mindanao hingga akhir 2019. Dengan keputusan ini, maka menjadi darurat militer paling lama sejak era 1970-an dari diktator Ferdinand Marcos.
Kelompok teroris pendukung ISIS, Maute yang didukung Abu Sayyaf berusaha menguasai daerah yang memiliki penduduk mayoritas Islam di Marawi, Filipina bagian selatan. Kelompok teroris Maute ingin mengubah kota Marawi menjadi pusat kekuataan ISIS di Asia Tenggara. (Jes Aznar/Getty Images)
Namun pada Mei tahun lalu, konflik kembali muncul setelah sebuah aliansi ekstremis yang berusaha menciptakan ISIS di Filipina, menyerang dan merebut Kota Marawi selama lima bulan, yang dibalas oleh serangan udara dan darat pemerintah.
"Terlepas dari perolehan substansial yang dicapai selama masa darurat militer, kami tidak dapat menutup mata terhadap kenyataan bahwa Mindanao berada di tengah-tengah pemberontakan," tulis Duterte dalam sebuah surat kepada Kongres.
Tentara pemerintah beristirahat di depan sebuah bangunan yang rusak di jalan Sultan Omar Dianalan di distrik Mapandi di kota Marawi, Filipina selatan, 13 September 2017. REUTERS
Juru bicara Duterte dan militer berterima kasih kepada para anggota parlemen setelah pemungutan suara, dan mengatakan hak-hak dan kebebasan sipil akan dijaga di bawah darurat militer yang dimaksudkan untuk mencegah kelompok-kelompok radikal berkembang di Mindanao.
Anggota parlemen oposisi mengatakan perpanjangan itu tidak adil karena tidak ada lagi pemberontakan yang mesti dipadamkan.
"Ini membuat saya bertanya-tanya, apakah ini normal?" kata Senator Franklin Drilon mengatakan selama sesi.
Legislator Edcel Lagman mengatakan apa yang tersisa dari pemberontak ISIS di Mindanao adalah milisi yang tidak mampu melakukan kembali pemberontakan atau menciptakan serangan baru usai darurat militer Filipina sebelumnya.
Credit tempo.co