WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) mengancam akan memperkenalkan sanksi terhadap Turki jika nekat membeli sistem rudal pertahanan udara S-400 Rusia.
Washington merasa sulit memulihkan hubungan dengan Ankara jika
pemerintah Presiden Tayyip Erdogan membeli sistem rudal canggih Moskow
tersebut.
Ancaman itu disampaikan Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Eropa dan Eurasia, Wess Mitchell, pada Selasa waktu Washington.
"Kami menegaskan bahwa (jika) Turki membeli S-400 akan ada konsekuensinya. Kami akan memperkenalkan sanksi dalam Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA)," kata Mitchell kepada Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS.
Senat AS telah mengesahkan rancangan undang-undang yang mengamanatkan pemerintah Donald Trump untuk memblokir pasokan pesawat jet tempur siluman F-35 ke Turki dengan alasan masalah keamanan nasional karena Ankara memutuskan untuk membeli S-400 Rusia.
RUU yang disahkan itu belum berkekuatan hukum tetap, sehingga produsen F-35; Lockheed Martin, menyerahkan dua jet tempur itu kepada perwakilan militer Turki di AS untuk latihan. Meski sudah diserahkan, kedua jet tempur itu akan ditahan Washington.
"Kami percaya bahwa kami memiliki otoritas hukum yang ada yang akan memungkinkan kami menahan transfer dalam keadaan tertentu, termasuk masalah keamanan nasional," kata Mitchell, seperti dikutip Sputnik, Rabu (27/6/2018).
Pada bulan April lalu, eksportir senjata negara Rusia, Rosoboronexport, mengatakan bahwa Moskow telah mulai memproduksi sistem rudal pertahanan S-400 untuk Turki.
Menurut Mitchell, Turki merupakan mitra yang teguh dalam upaya memerangi ISIS atau Daesh serta jadi komponen kekuatan yang dibutuhkan dalam mengimbangi Iran. "Kami berharap dapat bekerja sama dengan Presiden terpilih Erdogan mengenai tantangan-tantangan ini, juga memperjelas bahwa isu-isu dalam hubungan bilateral kita perlu diselesaikan," ujarnya.
Selain menentang pembelian S-400 Rusia, AS juga menuntut pemerintah Erdogan untuk membebaskan pastor Amerika, Andrew Craig Brunson. Pastor itu ditahan atas tuduhan spionase dan terlibat terorisme karena membantu kelompok Kurdi PKK dan Gülenist Terror Group (FETÖ).
"Kami juga mendorong Presiden Erdogan untuk segera menerapkan janji terbarunya untuk mecabut keadaan darurat Turki yang sedang berlangsung," kata Mitchell.
Seperti diberitakan sebelumnya, Erdogan dan partainya, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) menang pemilu presiden dan parlemen yang digelar hari Minggu. Dalam pemilu presiden, Erdogan meraih 52,6 persen suara.
Salah satu janji kampanye Erdogan adalah mencabut keadaan darurat yang diberlakukan setelah upaya kudeta 15 Juli 2016 gagal. Erdogan menuduh FETÖ dan pemimpinnya; Fethullah Gülen, ulama Turki yang tinggal di AS sebagai dalang dari upaya kudeta. Namun Gulen telah membantah tuduhan itu dan curiga upaya kudeta adalah rekayasa kubu Erdogan.
Credit sindonews.com