Foto: detikBandung
Bandung - Pesawat N219 yang dibuat PT Dirgantara Indonesia (PTDI)
yang dikembangkan bersama LAPAN diklaim lebih unggul dibanding pesawat
sekelasnya seperti DHC-6 Twin Otter dari Kanada. Mulai dari sisi desain
hingga harga jual yang lebih murah.
"Kelebihan dengan Twin
Otter, desain (N219) lebih baru. Twin Otter desainnya tahun 80-an.
Paling penting juga pesawat ini memiliki kemampuan
low speed maneuverability.
Dengan kecepatan rendah pesawat ini masih bisa melakukan manuver," ucap
Direktur Produksi PT DI Arie Wibowo saat ditemui usai pelaksanaan uji
terban ke dua Pesawat N219, di Landasan Pacu Bandara Husein
Sastranegara, Kota Bandung, Rabu (22/8/2017).
Selain itu, Arie mengungkapkan Pesawat N219 tidak membutuhkan landasan pacu yang panjang untuk melakukan
take off maupun
landing hanya sekitar 300 meter saja. Sementara Twin Otter membutuhkan landasan pacu sepanjang kurang lebih 600 meter.
"Pesawat ini cocok untuk di Indonesia Timur. Yang mampu memang Twin Otter. Tapi kita bikin yang lebih mampu lagi," kata Arie.
Dalam
segi mesin, meski hampir serupa namun teknologi avionik yang
dikembangkan PT DI lebih modern. Garmin G-1000 dengan Flight Managemen
System yang ada di dalamnya sudah terdapat Global Positioning System
(GPS), sistem autopilot, dan sistem tanda bahaya.
Untuk harga,
Arie menyebut harga satu unit Pesawat N219 rencananya akan dibanderol
sebesar US$ 6 juta atau setara Rp 83 miliar. Harga ini jauh lebih murah
dibanding Pesawat Twin Otter yang harganya mencapai US$ 7-8 juta.
"Kita bikin harganya lebih murah dikit dari Twin Otter," ujarnya.
Namun
sebelum diproduksi secara masal, Pesawat N219 masih harus melakukan
serangkaian uji kelayakan hingga mendapat Type Certificate. Type
Certificate ini adalah sertifikasi kelaikan udara dari desain manufaktur
pesawat yang dikeluarkan DKPPU Kementrian Perhubungan.
"Harapannya kita 2019 sudah masuk dan memasarkan," tandasnya.
Untuk
diketahui, Pesawat N219 dirancang menerbangi daerah terpencil dengan
kapasitas penumpang 19 orang. Pesawat karya anak bangsa ini juga bisa
digunakan untuk mengangkut penumpang sipil, militer, barang, evakuasi
medis hingga bantuan saat bencana alam.
Pesawat ini mampu
mengangkut beban hingga 7.030 kg saat take off dan 6.940 kg saat
mendarat. Kecepatan pesawat N219 bisa mencapai 210 knot dengan kecepatan
ekonomisnya 190 knot.
Dapur pacu pesawat ini dilengkapi dengan
dua mesin Pratt dan Whitney Aircraft of Canada Limited PT6A-42
masing-masing bertenaga 850 SHP dilengkapi dengan Hartzell 4-Blade Metal
Propeller.
Credit
finance.detik.com
PTDI Siap Produksi 24 Pesawat N219 Tiap Tahun
Foto: Wisma Putra
Bandung - PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menargetkan bisa
memproduksi pesawat N219 sampai 24 unit per tahun. Namun untuk mencapai
target tersebut sejumlah proses dan tahapan yang perlu dilalui.
Direktur
Utama PT DI Budi Santoso menuturkan setelah melakukan serangkaian uji
terbang diharapkan pesawat N219 sudah bisa diproduksi di akhir 2018.
Sehingga pada 2019, diharapkan sudah berhasil memproduksi sebanyak 6
unit pesawat.
Di tahun berikutnya, kata Budi, jumlah produksi
tersebut akan terus ditingkatkan sebanyak 12 unit pesawat sampai 24
pesawat setiap tahunnya. Dengan jumlah produksi tersebut biaya produksi
akan semakin ekonomis dan bisa menguntungkan bagi perusahaan.
"Kita
selesaikan akhir tahun depan (uji terbang). Kita produksi (akhir) 2018,
2019 mulai terbang tapi itu paling produksinya 6 pesawat. Terus naik
jadi 12 pesawat. Target kami ini naik 24 pesawat per tahun produksinya,"
kata Budi, ditemui usai
flight test ke dua, di Landasan Pacu Bandara Husein Sastranegara, Kota Bandung, Rabu (23/8/2017).
Menurut
dia, untuk memproduksi secara pesawat hasil pengembangan bersama LAPAN
pihaknya tidak perlu melakukan penambahan investasi baik dari alat dan
juga aset. Saat ini saja, kata dia, kemampuan produksinya bisa mencapai
12 unit per tahun.
Pasalnya, Budi menjelaskan, sistem produksi
pesawat (zig) untuk pembuatan purwarupa pesawat N219 bisa digunakan
untuk melakukan produksi. Sehingga tidak perlu melakukan penambahan
investasi.
"(Produksi) sampai 12 unit per tahun (fasilitas) yang
ada sekarang cukup. Meski mesin zig dibuat untuk produksi prototipe,
tapi mampu untuk produksi. Ini beda ketika dulu kami memproduksi N250,
zig prototipe dan produksi berbeda," ujarnya.
Sementara agar mampu memproduksi sebanyak 24 unit pesawat per tahun memang perlu menambah kawasan
assembly atau perakitan. Namun hal itu bisa disiasati dengan memanfaatkan sejumlah hanggar kosong. Sehingga tidak perlu ada
cost yang dikeluarkan terlalu besar.
"Untuk
24 unit per tahun memang perlu ada penambahan. Tapi ada hanggar kosong
yang bisa dimanfaatkan. Jadi tidak terlalu besar investasinya," ujarnya.
Sejauh ini, dia menambahkan telah banyak perusahaan yang
berminat membeli pesawat N219. Bahkan ada satu perusahaan asal dalam
negeri yang ingin memesan 50 unit pesawat N219.
Tapi pihaknya,
belum berani melakukan kontrak karena pesawat tersebut masih perlu
melewati serangkaian pengujian untuk mendapat Type Certificate dari
Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU)
Kementerian Perhubungan.
"Memang banyak yang sudah mau beli. Tapi
kita belum berani lakukan kontrak. Karena kita harus yakin (terlebih
dahulu) pesawatnya sesuai apa yang akan saya
deliver nantinya. Ini kan masih perlu tes-tes untuk perbaikan," ujarnya.
Untuk
diketahui, pesawat N219 dirancang menerbangi daerah terpencil dengan
kapasitas penumpang 19 orang. Pesawat karya anak bangsa ini juga bisa
digunakan untuk mengangkut penumpang sipil, militer, barang, evakuasi
medis hingga bantuan saat bencana alam.
Pesawat ini mampu mengangkut beban hingga 7.030 kg saat
take off dan 6.940 kg saat mendarat. Kecepatan pesawat N219 bisa mencapai 210 knot dengan kecepatan ekonomisnya 190 knot.
Dapur
pacu pesawat ini dilengkapi dengan dua mesin Pratt dan Whitney Aircraft
of Canada Limited PT6A-42 masing-masing bertenaga 850 SHP dilengkapi
dengan Hartzell 4-Blade Metal Propeller.
Credit
finance.detik.com
Sudah Ada Perusahaan Berniat Mau Borong 50 Unit Pesawat N219
Foto: detikBandung
Bandung - Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) yang
dikembangkan bersama LAPAN sukses menjalani uji terbang keduanya.
Pesawat karya anak bangsa ini sudah diminati banyak pembeli khususnya
pasar dalam negeri.
Bahkan Direktur Utama PTDI Budi Santoso
mengungkapkan telah ada salah satu perusahaan dalam negeri yang berniat
membeli 50 unit pesawat N219. Namun dia belum mau menyebut nama
perusahaan tersebut.
"Beberapa
airline sudah menelpon saya ingin menjadi costumer pertama. Menurut saya, saya perlu kan
launching costumer
yang mau sekitar 50 buah (pesawat) dan ini sudah ada yang mau. Tapi
enggak boleh disebut karena masih negosiasi," kata Budi, ditemui usai
flight test kedua, di Landasan Pacu Bandara Husein Sastranegara, Kota
Bandung, Rabu (22/8/2017).
Selain itu, pihaknya juga belum berani
untuk melakukan kontrak atau melakukan penjualan karena Pesawat N219
masih perlu melewati serangkaian pengujian untuk mendpat Type
Certificate dari Direktorar Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat
Udara (DKPPU) Kementerian Perhubungan.
Type Certificate ini
adalah sertifikasi kelaikan udara dari desain manufaktur pesawat yang
dikeluarkan DKPPU Kementrian Perhubungan. Targetnya Type Certificate ini
didapat 2018 mendatang sehingga bisa segera melakukan produksi secara
masal.
"Memang banyak yang sudah mau beli. Tapi kita belum berani
lakukan kontrak. Karena kita harus yakin (terlebih dahulu) pesawatnya
sesuai apa yang akan saya
deliver nantinya. Ini kan masih perlu tes-tes untuk perbaikan," ujarnya.
Untuk
pangsa pasarnya sendiri, Budi menyatakan untuk sementara pihaknya
melirik pasar dalam negeri terlebih dulu. Karena kebutuhan dalam negeri
cukup besar. Setelah itu pihaknya akan mulai melirik pasar luar negeri.
Credit
finance.detik.com