Andrey Sushentsov, Managing Partner Lembaga Analisis Politik Luar Negeri
Rusia tidak harus menanggapi keputusan para menteri luar negeri negara anggota NATO. Pertama, ancaman-ancaman yang diserukan (seperti pengerahan pasukan gerak cepat NATO) tidaklah nyata.  Kedua, kekuatan yang dimiliki oleh Rusia saat ini sudah cukup untuk mengantisipasi ancaman-ancaman yang bersifat tidak nyata tersebut, jika karena suatu dan lain hal berubah menjadi nyata. Dan ketiga, tanggapan dari Rusia akan meningkatkan ketegangan situasi yang tidak menguntungkan Moskow saat ini.

Negara-negara NATO sendiri berusaha melakukan eskalasi terbatas terhadap konflik tersebut. Di satu sisi, mereka menilai perlu untuk menjawab Rusia atas segala tindakannya terhadap Ukraina, namun di sisi lain mereka tidak ingin menghadapi konflik global jangka panjang.

Salah satu masalah utama dalam hubungan antara Rusia dan NATO terletak pada kesalahpahaman kedua belah pihak. Para pemimpin aliansi (NATO) berusaha menekan Moskow karena merasa bahwa mereka hanya bisa berbicara menggunakan ‘bahasa kekerasan’ dengan Rusia. Hal tersebut benar-benar kesesatan yang membahayakan. Sedangkan Rusia—yang menghadapi tekanan tersebut ketika sedang mengerahkan usaha untuk stabilisasi Ukraina secara nyata, justru mengambil sikap dan keputusannya sendiri.
Oleh karena itu, para pemimpin Rusia menolak keputusan-keputusan kompromis dan mengambil sikap berdasarkan logika konflik. Untuk menghentikan lingkaran setan ini, NATO dan Rusia perlu berusaha untuk membuat peraturan hidup berdampingan satu sama lain.
Timofey Bordachev, Direktur Pusat Penelitian Eropa dan Internasional dari Sekolah Tinggi Ekonomi
Ketika para peserta pertemuan di Wales membicarakan perubahan kebijakan terhadap hubungan dengan Rusia agar lebih berkualitas, mereka justru mengartikan hal tersebut dengan membentuk kelompok pasukan gerak cepat, pembangunan markas dekat perbatasan Rusia, dan pemberian bantuan kepada angkatan bersenjata Ukraina.

Namun, kelompok pasukan gerak cepat tersebut tidak akan digunakan di luar wilayah negara anggota NATO. Hal ini terkait dengan pemberian jaminan keamanan bagi para anggota NATO di Eropa Timur, seperti negara-negara Baltik.
Mengenai bantuan keuangan kepada Ukraina,sebesar 4,5 juta Euro, itu hanya seharga dua tank yang akan langsung terbakar pada pertempuran pertamanya di Donbass. Namun, ada kemungkinan besar AS, Inggris, dan Jerman sebagai tiga negara yang paling anti-Rusia di NATO akan memberi suntikan dana untuk modernisasi kekuatan bersenjata Ukraina.
Rusia akan menjawab strategi baru Pakta Pertahanan Atlantik Utara tersebut dengan meningkatkan kekuatan pertahanannya, yang saat ini sedang berlangsung. Maka, normalisasi hubungan antara Rusia dan NATO tidak perlu ditunggu lagi untuk tiga hingga lima tahun ke depan.

Fyodor Lukyanov, Ketua Dewan Kebijakan Eksternal dan Pertahanan Rusia
Hubungan Rusia dan NATO saat ini sudah benar-benar musnah. Ada kebangkitan retorika perselisihan dalam ketiadaan peluang untuk mengerahkan sumber daya ke dalam perselisihan tersebut. Mereka hanya tidak memiliki jumlah sumber daya yang cukup. Dari sisi NATO, itu terlihat jelas saat ini, sedangkan dari pihak Rusia akan terlihat jelas dalam waktu dekat, ketika sektor pertahanan negara mulai merasakan krisis ekonomi dan Rusia terpaksa mengulur waktu untuk memperkuat pertahanan negara dan realisasi program penambahan persenjataan.

NATO secara mental belum siap menghadapi perselisihan skala penuh dengan Rusia, meski ada kecenderungan untuk memanfaatkan situasi tersebut guna memberi napas kehidupan baru kepada pakta yang sudah bobrok karena tidak adanya tindak kerja nyata. Oleh karena itu, terdengungkan pernyataan bulat yang disertai dengan tindakan-tindakan yang lebih sederhana dan tidak berlebihan. Ada keinginan untuk menunjukan keteguhan, namun bukan memprovokasi. Akan tetapi, karena kemampuan penyeimbangan kekuatan yang pernah ada di masa Perang Dingin ini sudah mulai menumpul, maka terdapat fluktuasi tidak pasti dari satu sisi ke sisi yang lain.