Tampilkan postingan dengan label SINGAPURA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SINGAPURA. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Agustus 2018

Singapura Uji Coba Pemindai Mata di Pintu Imigrasi


Singapura Uji Coba Pemindai Mata di Pintu Imigrasi
Uji coba pemindai mata hanya untuk warga singapura dan penduduk tetap negara itu sementara bandara Changi mempertimbangkan uji coba teknologi pengenalam wajah. (AFP/Toh Ting Wei)


Jakarta, CB -- Singapura mulai melakukan uji coba memindai mata pengunjung ke negara itu di sejumlah pintu masuk imigrasi yang akan menggantikan verifikasi sidik jari, Senin (6/8).

Uji coba dengan teknologi mahal ini merupakan salah satu inisiatif teknologi tinggi di Singapura yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan keamanan di tengah peningkatan militansi di kawasan.

Namun, upaya ini menimbulkan kekhawatiran terkait privasi warga di kalangan pegiat hak asasi manusia.


Para pakar mengatakan teknologi pemindaian mata, yang telah digunakan di Amerika Serikat dan Inggris dengan tingkat keberhasilan berbeda, ini lima kali lebih mahal dari teknologi pemindaian sidik jari yang sudah umum diterapkan.



"Uji coba ini akan membantu kami mempertimbangkan apakah teknologi ini akan bisa diterapkan di pintu masuk imigrasi," ujar juru bicara Otoritas Pemeriksaan, ICA, seperti dikutip koran Straits Times.

Langkah ini akan diterapkan di dua pintu masuk imigrasi di perbatasan dengan Malaysia dan satu di terminal kapal feri yang merupakan pintu masuk dari Pulau Batam.

Uji coba ini hanya akan dikenakan pada warga negara Singapura dan pemegang izin tinggal tetap dan ICA telah mengumpulkan data mata sejak Januari tahun lalu ketika warga membuat kartu tanda identifikasi atau paspor.


Ketika dihubungi oleh kantor berita Reuters, ICA membenarkan laporan media ini namun tidak memberi komenter terkait rincian skema tersebut.

Bandar udara Changi juga mempertimbangkan pengunaan teknologi sistem pengenalan wajah untuk menemukan penumpang yang terlambat. Singapura juga berencana menggunakan teknologi tersebut dalam proyek penempatan kamera dan sensor di 100 ribu tiang lampu jalan.

Pemerintah Singapura mengatakan langkah-langkah ini merupakan upaya pragmatis untuk meningkatkan keamanan masyarakat dan berjanji akan memperhatikan privasi warga.

Singapura mengatakan  negeri itu telah menjadi sasaran serangan militan dalam beberapa tahun terakhir. Disebutkan bahwa sebagian dari ancaman terorisme itu berasal dari negara-negara tetangga sehingga serangan militan tinggal menunggu waktu saja.



Credit  cnnindonesia.com




Senin, 06 Agustus 2018

Mendagri Singapura Selamat dari Gempa Lombok, Terjebak di Bandara



Ratusan pasien dilarikan keluar rumah sakit setelah gempa berkekuatan 7 SR yang berpusat di Lombok di Denpasar, Bali, 5 Agustus 2018. REUTERS/Johannes P. Christo
Ratusan pasien dilarikan keluar rumah sakit setelah gempa berkekuatan 7 SR yang berpusat di Lombok di Denpasar, Bali, 5 Agustus 2018. REUTERS/Johannes P. Christo

CB, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Singapura, K. Shanmugam, mengatakan dirinya dan delegasi Singapura selamat dari gempa Lombok. Dia dan delegasi Singapura sedang menunggu penerbangan keluar dari Lombok setelah dilanda gempa berkekuatan 6,9 SR.
Dilaporkan Channel News Asia, 6 Agustus 2018, Shanmugam mengunggah foto ke Facebook bahwa dia berada di kamar hotel yang terkena dampak gempa.

"Akhirnya kami pergi ke bandara dan menunggu di pos polisi bandara. Para petugas polisi di sana baik hati," kata Shanmugam."Tadi malam kami hanya mengambil barang-barang yang paling penting sebelum keluar. Saya sendiri mengamankan laptop saya dengan email resmi saya," lanjut Shanmugam.

Dilansir Strait Times, Shanmugam meninggalkan kamar hotel dan berjalan menuruni tangga sementara gedung masih berguncang.
Delegasi yang terdiri dari 11 anggota, berada di Lombok untuk pertemuan kontra-terorisme sub-regional yang diselenggarakan bersama oleh Indonesia dan Australia.
Negara-negara lain yang terlibat dalam pertemuan itu termasuk Malaysia, Brunei, dan Selandia Baru. Konferensi selesai pada Senin 6 Agustus. Dia menyatakan delegasi Singapura dalam kondisi aman, namun ia melihat ada tamu hotel terluka.

Sementara Menteri Dalam Negeri Australia, Peter Dutton, yang berada di Lombok untuk pertemuan, mengatakan gempa tersebut cukup kuat untuk menjatuhkannya."Kami berada di lantai 12, lampu padam, namun kami bisa mengungsi. Saya pikir kami cukup beruntung," kata Dutton.
Dutton dan delegasinya, bersama dengan rekannya dari Selandia Baru, telah dievakuasi dari hotel mereka dan bersiap untuk dievakuasi ke Bali.
Shanmugam menyarankan warga Singapura di Lombok untuk menghubungi kedutaan Singapura di Jakarta melalui nomor + 62-(811)-863-348.
"Kami berharap tidak ada cedera serius dan semua orang akan baik-baik saja," kata Shanmugam.

Warga berkumpul di luar ruangan setelah terjadi gempa berkekuatan 7 SR di perempatan Eks Bandara Selaparang, Rembiga, Mataram, NTB, Ahad, 5 Agustus 2018. Gempa itu terasa hingga ke Bali. ANTARA/Ahmad Subaidi
Gempa terjadi pada kedalaman 15 kilometer di lepas pantai utara Lombok, yang memicu peringatan tsunami hingga dicabut pada pukul 8.25 malam waktu setempat.
Badan Lingkungan Nasional Singapura mengatakan tidak ada laporan tentang gempa di Singapura dan Singapura tidak mungkin terpengaruh oleh tsunami yang mungkin dihasilkan.
Sementara Singapore Airlines mengatakan penerbangan Singapore Airlines ke Bali dan penerbangan SilkAir ke Lombok saat ini dijadwalkan akan beroperasi sesuai jadwal.
"Karena situasi masih bisa berubah, pelanggan disarankan untuk memeriksa status penerbangan mereka di situs web kami," kata juru bicara Singapore Airlines.

Seorang juru bicara Jetstar mengatakan maskapai masih memantau situasi pascagempa dengan seksama dan penerbangannya dari dan ke Denpasar beroperasi sesuai jadwal. Pihak bandara Changi juga mengatakan mereka sedang memantau situasi terkini pasca-gempa Lombok.



Credit  tempo.co




Kamis, 26 Juli 2018

Cegah Serangan Siber, Singapura Putuskan Internet di Rumah Sakit


Serangan Cyber Masih Memburu Data Konsumen
Serangan Cyber Masih Memburu Data Konsumen

CB, Jakarta - Singapura memutuskan sambungan internet pada sejumlah komputer di kantor pusat kesehatan masyarakat Singapura. Keputusan ini diambil menyusul serangan siber di SingHealth pekan lalu dan untuk mencegah serangan siber yang mengincar data pribadi ratusan pasien, termasuk data kesehatan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong.
Wakil Perdana Menteri Singapura, Teo Chee Hean, pada Selasa, 24 Juli 2018 mengatakan, pihaknya telah mengambil tindakan untuk memutuskan sambungan internet komputer staf di pusat perawatan kesehatan untuk cegah terjadinya kembali serangan siber.

"Kami harus menerapkan pemisahan internet dalam sistem perawatan kesehatan publik, seperti yang dilaksanakan di sektor publik kita. Ini pada gilirannya dapat mengganggu jaringan peretas di dunia maya dan mengurangi area yang rentan terhadap serangan siber. Tindakan ini telah kami lakukan," kata Chee Hean, seperti dilansir Independent pada Rabu, 25 Juli 2018.

Chee Hean tidak menjelaskan mengapa langkah itu tidak dilakukan sebelumnya.
Mitos Para Peretas Rusia
Singapura sebelumnya mulai memblokir akses situs web untuk para PNS pada 2016. Langkah ini ditujukan untuk melindungi mereka dari serangan siber. Sayang, langkah ini tidak diterapkan di lembaga kesehatan masyarakat. Petugas medis dengan leluasa berselancar di dunia maya komputer pribadi atau perangkat yang disediakan lembaga.
Dalam serangan terakhir 21 Juli lalu, peretas mencuri informasi pribadi lebih dari 1,5 juta pasien, termasuk resep obat Perdana Menteri Lee Hsien Loong. Singapura menyebut tindakan ini adalah serangan dunia maya yang disengaja, ditargetkan, dan direncanakan. Sampai berita ini ditulis pada 25 Juli 2018, Singapura belum mengungkapkan siapa para penyerang.  Sedangkan para analis serangan siber mengatakan, masih terlalu dini untuk mengidentifikasi pelakunya.




Credit  tempo.co



Senin, 02 Juli 2018

Singapura Siap Ganti F-16 Uzur, Jet Tempur F-35 dan Sukhoi Dilirik


Singapura Siap Ganti F-16 Uzur, Jet Tempur F-35 dan Sukhoi Dilirik
Pesawat-pesawat jet tempur F-16 Angkatan Udara Singapura. Foto/Straits Times/File Photo
SINGAPURA - Dalam beberapa bulan ke depan Singapura akan mengumumkan rencananya untuk mengganti armada jet tempur F-16 miliknya yang sudah uzur. Sejumlah jet tempur tercanggih, termasuk F-35, Sukhoi, Typhoon hingga jet tempur siluman China dilirik sebagai opsi pengganti.

Menteri Pertahanan Ng Eng Hen mengatakan sejumlah pabrikan jet tempur akan diberikan kesempatan untuk menawarkan diri untuk membuat kesepakatan yang nilainya akan mencapai miliaran dolar.

Singapura memiliki 60 unit jet tempur F-16 yang saat ini mendekati usia tua untuk layanan militer. Eng Eng Hen kepada wartawan mengatakan keputusan untuk mengganti jet-jet tempur yang sudah uzur ini harus segera diputuskan karena pelatihan pilot dan fasilitas bangunan untuk model jet tempur baru bisa memakan waktu hingga 10 tahun.

Dengan anggaran pertahanan terbesar di Asia Tenggara, negara kecil yang kaya ini menjadi hadiah utama bagi perusahaan senjata global karena ingin berinvestasi dalam teknologi baru dan meningkatkan peralatan tempurnya.

"Apakah itu Typhoon, apakah itu F-35, apakah itu Sukhoi, bahkan sekarang jet tempur siluman buatan China. Maksud saya itu adalah calon yang biasa Anda lihat," kata Ng yang dikutip Reuters, Sabtu (30/6/2018) malam.

Dia mengacu pada Eurofighter Typhoon yang dibangun oleh BAE Systems Inggris dan jet tempur siluman F-35 dari Lockheed Martin yang berbasis di Amerika Serikat (AS). Sedangkan Sukhoi adalah pabrikan Rusia dengan produk andalan terbarunya adalah jet tempur Su-35 dan Su-57.

Jet tempur modern harganya sekitar USD20 juta hingga USD100 juta, tergantung produsennya.

"Singapura harus membuat keputusan dalam beberapa bulan ke depan untuk memastikan bahwa kami dapat menggantikan F-16 milik kami pada waktunya," ujar Ng.

F-16 Singapura pertama kali memasuki layanan militer pada tahun 1998. Negara ini biasanya menggunakan pesawat buatan AS. Kemungkinan, varian F35 yang muncul di pameran dirgantara di negara itu bulan Februari lalu akan menjadi penggantinya.

Kepala bisnis internasional Lockheed Martin menyatakan pada bulan Februari lalu bahwa Singapura serius mengevaluasi pembelian jet F-35,  salah satu jet tempur paling maju di dunia.

F-35B dianggap sebagai varian jet tempur siluman generasi kelima AS yang cocok untuk Singapura. Pasalnya, varian jet tempur itu bisa lepas landas pada lingkungan terbatas yang lebih kecil.

Laporan media setempat menyatakan bahwa Singapura telah berniat membeli empat jet tempur F-35 pada sekitar 2022, dengan opsi akan membeli delapan unit lainnya.

Pelanggan F-35 untuk wilayah Asia selama ini adalah Australia, Jepang dan Korea Selatan. 


BAE Systems Inggris telah menawarkan tetangga Singapura yakni Malaysia, sebuah kesepakatan pembiayaan yang didukung pemerintah AS untuk menggantikan jet tempur negara itu dengan Eurofighter Typhoon.




Credit  sindonews.com




Selasa, 12 Juni 2018

Dokumen: Trump dan Kim Sepakat Denuklirisasi Utuh


Dokumen: Trump dan Kim Sepakat Denuklirisasi Utuh
Foto dokumen yang ditandatangani Trump mengindikasikan AS dan Korut sepakat mengupayakan denuklirisasi utuh. (REUTERS/Jonathan Ernst)


Jakarta, CB -- Foto dokumen yang yang ditandatangani oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengindikasikan dirinya dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un sepakat mengupayakan denuklirisasi utuh.

Hal itu dilaporkan CNN tak lama setelah keduanya menandatangani dokumen, Selasa (12/6). Menurut laporan tersebut, dokumen menunjukkan Kim dan Trump sepakat "bekerja sama menuju denuklirisasi utuh Semenanjung Korea."

Selain itu, dokumen juga mengindikasikan kedua pemimpin negara akan bekerja sama menuju "hubungan baru AS-Korut."


Denuklirisasi adalah isu utama dalam pertemuan yang digelar di Pulau Sentosa, Singapura. Kedua pihak berbeda pendapat soal interpretasi istilah tersebut.

AS menginginkan Korea Utara untuk melucuti penuh senjata nuklirnya. Sementara pihak Korut diyakini tak akan begitu saja menyerahkan hal yang dianggap sebagai jaminan keberlangsung rezim.

Dilaporkan sebelumnya, ketika ditanya apakah Kim Jong-un sepakat denuklirisasi, Trump mengatakan "kami memulai proses itu dengan sangat, sangat cepat. Tentu saja."

Trump dan Kim menandatangani dokumen "komprehensif" usai menjalani serangkaian pertemuan sejak pagi hari. Mereka tak menjelaskan apa isi dari dokumen itu.

"Kami menandatangani dokumen yang sangat penting, dokumen yang sangat komprehensif," kata Trump kepada wartawan, di samping Kim.

Dia mengatakan akan membahasnya panjang lebar dalam konferensi pers dalam waktu dekat dan mengindikasikan akan mempublikasikannya.

Sementara itu, Kim mengatakan terima kasih dan menyebut hari ini sebagai peristiwa bersejarah.

"Kami telah menjalani pertemuan bersejarah dan memutuskan untuk meninggalkan masa lalu, dan kami akan menandatangani dokumen bersejarah," kata Kim melalui penerjemah.

"Dunia akan melihat perubahan besar."




Credit  cnnindonesia.com



Mengintip Isi Perjanjian Trump dan Kim Jong-un

 
Mengintip Isi Perjanjian Trump dan Kim Jong-un
Foto dokumen yang ditandatangani Kim Jong-un dan Donald Trump menunjukkan isi kesepakatan antara kedua pemimpin negara. (Anthony Wallace/Pool via Reuters)


Jakarta, CB -- Foto dokumen yang ditunjukkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump usai menandatangani kesepakatan dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un memberikan bocoran soal poin-poin yang dibahas kedua pemimpin negara.

Pertemuan bersejarah yang digelar di Capella Hotel, Singapura, Selasa (12/6), kini telah selesai. Kim telah meninggalkan lokasi sementara Trump masih tinggal untuk menggelar konferensi pers yang akan segera dimulai.

Kedua pemimpin mengakhiri pertemuan dengan menandatangani sebuah perjanjian yang disebut Trump sebagai "dokumen yang sangat komprehensif."



Meski begitu Trump tak langsung menjelaskan isi kesepakatan setelah menandatanganinya bersama Kim. Dia mengatakan akan memberikan penjelasan kepada awak media terkait perjanjiannya dengan Kim.

Namun, awak media di lokasi sudah bisa melihat isi perjanjian melalui foto yang diambil saat Trump menunjukkan dokumen perjanjian kepada para wartawan.
Foto dokumen yang ditunjukkan Trump menunjukkan isi kesepakatan.
Foto dokumen yang ditunjukkan Trump menunjukkan isi kesepakatan. (REUTERS/Jonathan Ernst)
Berikut isi lengkap perjanjian Trump-Kim berdasarkan foto tersebut:

Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Tertinggi Komisi Urusan Negara Korea Utara Kim Jong-un menggelar pertemuan perdana dan bersejarah pada 12 Juni 2018 di Singapura.

Presiden Trump dan Pemimpin Kim bertukar pendapat secara mendalam, komprehensif, dan tulus, terkait penetapan hubungan baru Amerika Serikat dan Korea Utara, serta membangun rezim perdamaian yang abadi di Semenanjung Korea.
Presiden Trump berkomitmen memberikan jaminan keamanan bagi Korea Utara, sementara Pemimpin Kim menegaskan komitmennya yang tegas dan tak tergoyahkan untuk melucuti senjata nuklir secara utuh di Semenanjung Korea.

Kami yakin bahwa pembentukan hubungan baru AS-Korut akan berkontribusi terhadap perdamaian dan kemakmuran di Semenanjung Korea, serta dunia, dan mengakui bahwa membangun kepercayaan antara sesama bisa mendorong denuklirisasi di Semenanjung Korea.

Presiden Trump dan Pemimpin Kim menyatakan pernyataan sebagai berikut:

1. Amerika Serikat dan Korea Utara berkomitmen menjalin hubungan baru sesuai dengan keinginan serta kepentingan masyarakat kedua negara untuk perdamaian dan kemakmuran.
2. Amerika Serikat dan Korut berkomitmen bekerja sama menuju denuklirisasi utuh Semenanjung Korea.

3. Menegaskan kembali Deklarasi Panmunjom 27 April 2018, Korut berkomitmen bekerja sama menuju ke arah pelucutan senjata nuklir sepenuhnya di Semenanjung Korea.

4. Amerika Serikat dan Korea Utara berkomitmen mengembalikan tahanan dan orang hilang (POW/MIA) yang masih ada, termasuk merepatriasi segera orang-orang tersebut yang telah teridentifikasi.

Menyadari bahwa KTT AS-Korut-yang pertama dan bersejarah-adalah peristiwa penting yang sangat signifikan untuk mengatasi ketegangan permusuhan selama puluhan tahun antara kedua negara, Presiden Trump dan Pemimpin Kim Jong-un berkomitmen menerapkan ketentuan dalam pernyataan bersama ini secara penuh dan cepat.

Amerika Serikat dan Korea Utara berkomitmen mengadakan negosiasi lanjutan yang dipimpin oleh Menlu AS Mike Pompeo dan pejabat tingkat tinggi Korut yang setingkat, untuk melaksanakan hasil KTT AS-Korut.

Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Tertinggi Komisi Urusan Negara Korea Utara Kim Jong-un telah berkomitmen untukbekerja sama mengembangan hubungan AS-Korut yang baru demi mendukung perdamaian, kesejahteraan, dan keamanan di Semenanjung Korea.

12 Juni 2018

Pulau Sentosa




Credit  cnnindonesia.com


Pernyataan bersama Donald Trump dan Kim Jong Un


Pernyataan bersama Donald Trump dan Kim Jong Un
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un berjabat tangan di Hotel Capella, Pulau Sentosa, Singapura, pada 12 Juni 2018, dalam pertemuan bersejarah yang menghasilkan kesepakatan denuklirisasi menyeluruh dengan segera di Semenanjung Korea. (Anthony Wallace/Pool via Reuters)



Singapura (CB) - Mengakhiri pertemuan bersejarah mereka di Pulau Sentosa, Singapura, Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengeluarkan pernyataan bersama menyangkut pertemuan mereka pada 12 Juni 2018 ini.

Berikut pernyataan selengkapnya kedua pemimpin seperti disiarkan Reuters:


Pernyataan Bersama Presiden Donald J. Trump dari Amerika Serikat dan Ketua Kim Jong Un dari Republik Rakyat Demokratik Korea pada Pertemuan Singapura.

Presiden Donald J. Trump dan Ketua Kim Jong Un telah menggelar pertemuan pertama yang bersejarah di Singapura pada 12 Juni 2018.

Presiden Trump dan Ketua Kim Jong Un telah bertukar pendapat secara komprehensif, mendalam dan jujur mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan pembentukan hubungan baru AS-DPRK (Korea Utara) dan membangun rezim perdamaian yang kekal dan kuat di Semenanjung Korea.

Presiden Trump telah bertekad untuk memberikan jaminan keamanan kepada DPRK, dan Ketua Kim Jong Un telah menegaskan kembali komitmen tegas dan teguhnya dalam menuntaskan denuklirisasi Semenanjung Korea.

Untuk meyakinkan bahwa pembentukan hubungan baru AS-DPRK akan memberikan sumbangan kepada perdamaian dan kemakmuran di Semenanjung Korea dan dunia, dan menyadari bahwa pembangunan kesalingpercayaan dapat memajukan denuklirisasi Semenanjung Korea, maka Presiden Trump dan Ketua Kim Jong Un mengeluarkan pernyataan berikut:

1. Amerika Serikat dan DPRK bertekad membangun hubungan baru AS-DPRK sesuai dengan hasrat rakyat kedua negara kepada perdamaian dan kemakmuran.

2. Amerika Serikat dan DPRK akan bersama-sama berusaha menciptakan rezim perdamaian yang langgeng dan kuat di Semenanjung Korea.

3. Menegaskan lagi Deklarasi Panmunjom pada 27 April 2018, DPRK bertekad untuk bekerja ke arah denuklirisasi menyeluruh di Semenanjung Korea.

4. Amerika Serikat dan DPRK bertekad menyelesaikan masalah POW/MIA (tawanan perang), termasuk repatriasi mereka yang sudah teridentifikasi.

Menyadarai bahwa pertemuan AS-DPRK --yang pertama dalam sejarah-- sebagai peristiwa sangat langka dengan signifikansinya yang besar dan demi mengakhiri berpuluh tahun ketegangan dan permusuhan di antara kedua negara dan demi membuka sebuah masa depan yang baru, Presiden Trump dan Ketua Kim Jong Un bertekad untuk mengimplementasikan secara menyeluruh dan segera ketetapan-ketetapan dalam pernyataan bersama ini. Amerika Serikat dan DPRK bertekad untuk menyelenggarakan negosiasi-negosiasi berikutnya yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, dan pekabat tinggi DPRK yang relevan, dalam tempo sesingkat-singkatnya, untuk mengimplementasikan hasil-hasil pertemuan AS-DPRK.

Presiden Donald J. Trump dari Amerika Serikat dan Ketua Kim Jong Un dari Komisi Hubungan Luar Negeri Republik Rakyat Demokratik Korea telah bertekan untuk bekerja sama bagi penciptaan hubungan baru AS-DPRK dan untuk pemajuan perdamaian, kemakmuran, dan keamanan Semenanjung Korea dan dunia.

12 Juni 2018

Pulau Sentosa

Singapura




Credit  antaranews.com



Trump dan Kim Jong-un Teken Dokumen Bersejarah


Trump dan Kim Jong-un Teken Dokumen Bersejarah
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un (kiri) menandatangani dokumen bersejarah dengan Presiden AS Donald Trump (kanan). (REUTERS/Jonathan Ernst)



Jakarta, CB -- Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menandatangani sebuah dokumen usai menjalani serangkaian pertemuan di Pulau Sentosa, Singapura, Selasa (12/6).

Trump tak menjelaskan lebih lanjut apa yang ada pada dokumen itu. Dia mengatakan hal tersebut akan dijelaskan lebih lanjut dalam konferensi pers.

Presiden AS hanya mengatakan dokumen itu "sangat komprehensif."

Sementara itu, Kim menyatakan sangat berterima kasih kepada Trump atas pertemuan ini.



"Kami menjalani pertemuan yang sangat bersejarah dan kami akan menandatangani dokumen bersejarah," kata Kim.

"Dunia akan melihat perubahan."

Penandatanganan dilakukan di atas salah satu furnitur antik yang dibuat oleh pengrajin lokal pada 1939. Meja itu pernah digunakan oleh Mahkamah Agung Singapura dan sengaja dipinjam oleh kedutaan besar AS untuk pertemuan Trump dan Kim.
Pertemuan Kim dan Trump menandai pertama kalinya dalam sejarah ada pemimpin dari Korut dan AS yang bertatap muka secara langsung.

Hubungan Korut dan AS sempat memanas sepanjang 2017 lalu, ketika Korut terus melakukan uji coba rudal dan nuklirnya. Kim dan Trump kerap silih melontarkan hinaan hingga ancaman perang.

Di saat yang sama, Korea Selatan dipimpin Presiden Moon Jae-in yang lebih mengedepankan pendekatan lunak terhadap negara tetangganya. Secara resmi, dua Korea masih berstatus musuh perang.

Keinginan Moon disambut perubahan mendadak Kim yang pada pidato akhir tahunnya menyatakan ingin memperbaiki hubungan dengan Korsel. Setelah itu, kedua negara sepakat memulai proses damai dan berdialog dengan pihak AS.





Credit  cnnindonesia.com



Akhiri pertemuan bersejarah, Kim dan Trump teken sebuah dokumen

Akhiri pertemuan bersejarah, Kim dan Trump teken sebuah dokumen
Presiden Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menandatangani sebuah dokumen "komprehensif" menyusul pertemuan bersejarah untuk denuklirisasi Semenanjung Korea. (Reuters)



Singapura (CB) - Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menandatangani sebuah dokumen menyeluruh menyusul pertemuan bersejarah yang bertujuan menciptakan denuklirisasi di Semenanjung Korea.

Kantor berita Reuters melaporkan bahwa sampai saat ini media massa belum mengetahui isi dokumen tersebut.

Menurut Reuters, sekalipun terobosan yang dibuat pada pertemuan ini hanya awal untuk sebuah proses diplomasi, namun proses ini dapat membawa ke perubahan yang langgeng pada lanskap keamanan Asia Timur Laut seperti saat mantan presiden Amerika Serikat Richard Nixon menunjungi Beijing pada 1972 yang mengantarkan kepada transformasi Tiongkok.


Sebelum menandatangani dokumen yang disebut Trump sebagai "surat komprehensif" itu, Kim menyatakan kedua pemimpin telah mengadakan sebuah pertemuan bersejarah dan "telah memutuskan untuk meninggalkan masa lalu. Dunia akan menyaksikan perubahan besar."

Trump menyatakan proses denuklirisasi akan terjadi amat sangat cepat dan menambahkan bahwa dia telah menciptakan "ikatan khusus" dengan Kim dan hubungan dengan Korea Utara akan sangat berbeda (dibandingkan dengan sebelum ini).

"Ini akan mengantarkan kepada hal yang lebih, lebih dan lebih lagi," kata Trump.





Credit  antaranews.com




Sisi Gelap Pulau Sentosa, Lokasi Pertemuan Trump-Kim Jong-un


Sisi Gelap Pulau Sentosa, Lokasi Pertemuan Trump-Kim Jong-un
Pulau Sentosa, lokasi pertemuan Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un itu memiliki sisi kelam selama masa Perang Dunia. (Capella Singapore/Handout via Reuters)


Jakarta, CB -- Sempat dikabarkan bertemu di pusat kota Singapura, pertemuan Presiden Donald Trump dan pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-un akhirnya diputuskan berlangsung di Pulau Sentosa.

Melalui Twitter, juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders, mengumumkan bahwa pertemuan bersejarah antara Trump dan Kim itu akan digelar di Capella Hotel, Pulau Sentosa.

Sejumlah sumber yang terlibat dalam persiapan acara mengatakan para diplomat AS dan Korut sepakat memilih Pulau Sentosa menjadi lokasi pertemuan puncak Trump dan Kim Jong-un karena relatif terisolir dari keramaian kota.


Pulau Sentosa hanya memiliki satu jembatan yang menghubungkan wilayah itu dengan pulau utama Singapura sehingga bisa mudah dikontrol aparat keamanan.



Pulau di selatan Singapura itu merupakan salah satu destinasi wisata mewah bagi para borjuis yang ingin menghabiskan uang untuk bersenang-senang.

Pulau lokasi pertemuan Trump dan Kim itu dikelilingi pantai-pantai indah, belasan hotel mewah kelas dunia, fasilitas hiburan, dan olahraga mulai dari kasino hingga lapangan golf. Taman hiburan Universal Studio juga berlokasi di pulau ini.
Di wilayah seluas 4 kilometer persegi ini terdapat vila-vila serta perumahan elit yang dihuni oleh orang-orang terkaya di Singapura, dengan harga rata-rata rumah sekitar US$29 juta atau Rp410 miliar.

Namun, siapa sangka dibalik kemewahannya, Pulau Sentosa dulu memiliki cerita gelap.

Sebelum berubah nama menjadi Sentosa, pulau lokasi pertemuan Trump dan Kim itu dikenal sebagai Pulau Belakang Mati. Saat Perang Dunia II, pulau tersebut menjadi markas militer Inggris dan Australia.



Pasukan Inggris sempat membangun benteng pertahanan besar dilengkapi dengan senjata kaliber besar yang dipasang di berbagai titik di sepanjang pulau itu demi membendung invasi Jepang.

Namun, pasukan sekutu tetap tak sanggup membendung Jepang hingga akhirnya pulau itu direbut oleh pasukan nipon. Setelah menyerahnya sekutu sekitar Februari 1942, pulau tersebut menjadi kamp tawanan pasukan Jepang yang menampung tahanan Australia dan Inggris.

Pulau yang menjadi tempat pertemuan Kim dan Trump itu juga menjadi saksi ketika Jepang membunuh orang-orang China di situ yang dicurigai terlibat dalam gerakan anti-Jepang. Sedikitnya 300 mayat terdampar di pulau tersebut hingga akhirnya dimakamkan oleh tahanan Inggris di sana.

Singkat cerita, pemerintah Singapura mengubah nama pulau itu menjadi Sentosa yang memiliki makna damai serta tenang pada 1972 lalu. Perubahan nama itu dilakukan sebagai salah satu upaya pemerintah membangun pulau yang bakal menjadi sorotan dunia karena menjadi lokasi pertemuan Trump dan Kim itu.


Sejak itu, sedikitnya modal US$420 juta dari kantong swasta dan kantong pemerintah sebesar US$500 juta telah diinvestasikan mengembangkan pulau itu.

Hotel Capella mengalahkan sejumlah lokasi lain seperti Hotel Shang-ri La dan Istana Kepresidenan Singapura, yang sempat digadang-gadang menjadi lokasi pertemuan Trump dan Kim Jong-un.

Terletak di lahan seluas 30 hektar, Hotel Capella memiliki 112 kamar. Tidak seperti Hotel Shang-ri La di pusat kota, Hotel Capella belum pernah digunakan pertemuan penting atau kenegaraan sebelumnya.

Dikutip The Guardian, hotel bertema kolonial Inggris ini pernah ditinggali selebritas dunia seperti Madonna dan Lady Gaga. Harga per kamar standar di hotel ini pun mencapai sedikitnya 663 dolar Singapura atau setara Rp6 juta per malamnya. Sementara itu, untuk kamar jenis presidential suits, harga bisa dibandrol hingga 10.000 dolar Singapura atau setara Rp104 juta.
Pada akhir Mei lalu, Direktur Komisioner Kesekretariatan Urusan Negara Korut, Kim Chang Son, telah bertemu dengan Wakil Kepala Staf Gedung Putih, Joe Hagin, di hotel tersebut untuk mempersiapkan logistik dan keamanan pertemuan.

Sejak dinyatakan sebagai lokasi pertemuan Trump dan Kim Jong-un, pengamanan Hotel Capella semakin diperketat. Akses masuk ke penginapan itu pun semakin terbatas.

Demi memaksimalkan keamanan guna menyukseskan pertemuan Trump dan Kim, otoritas Singapura juga telah membentuk sejumlah zona pengamanan khusus termasuk di Pulau Sentosa.






Credit  cnnindonesia.com





Singapura Kerahkan Polisi Gurkha untuk Pertemuan Kim dan Trump


Pasukan Gurkha berjaga di dekat Hotel Shangri-La di Singapura, 1 Juni 2018. Gurkha berasal dari wilayah pegunungan Gorkha, salah satu dari 75 distrik Nepal modern. Nama itu juga dipakai oleh sebuah kerajaan pada abad ke-18. REUTERS/Edgar Su
Pasukan Gurkha berjaga di dekat Hotel Shangri-La di Singapura, 1 Juni 2018. Gurkha berasal dari wilayah pegunungan Gorkha, salah satu dari 75 distrik Nepal modern. Nama itu juga dipakai oleh sebuah kerajaan pada abad ke-18. REUTERS/Edgar Su

CB, Jakarta - Untuk menjaga keamanan peristiwa diplomatik bersejarah abad ini, Singapura telah meminta bantuan para pejuang Nepal Gurkha yang menakutkan, dengan pisau melengkungnya yang besar, dan sesuai tradisi harus "mencicipi darah" kapan pun mereka ditarik.
Dengan mengenakan baret coklat dan dilengkapi dengan pelindung tubuh dan senapan serbu, polisi elit Gurkha adalah bagian yang mencolok dari pasukan keamanan Singapura yang dikerahkan untuk pertemuan puncak antara Presiden Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.

Pertemuan penting ini membuat Singapura mesti menyiapkan keamanan yang lebih. Trump dan Kim telah membawa personil keamanan pribadi mereka sendiri dan limusin berat berlapis baja. Pengawal Kim Jong Un terlihat berjalan dalam formasi bersama Mercedesnya.

Pasukan Gurkha berjaga di pos pemeriksaan Hotel Shangri-La di Singapura, 1 Juni 2018. Guna ikut mengamankan pertemuan antara Presiden Donald Trump dan Kim Jong Un, Singapura mengutus pasukan Gurkha untuk berjaga di sejumlah titik. REUTERS/Edgar Su
Dipilih di antara pria muda dari Nepal yang miskin, Gurkha telah menjadi bagian dari kepolisian Singapura sejak 1949. Dilaporkan sekitar 1.800 perwira Gurkha di Singapura, dan mereka hadir secara teratur di acara-acara keamanan tinggi. Pada hari Senin, mereka terlihat berjaga-jaga di St. Regis Singapore, di mana Kim tiba Minggu sore.
"Ini adalah momen kebanggaan untuk melihat Gurkha bertanggung jawab untuk menjaga peristiwa penting seperti itu," kata Krishna Kumar Ale, yang mengabdi selama 37 tahun di tentara Inggris sebelum kembali ke rumah di Nepal. "Itu menunjukkan bahwa kami Gurkha telah mencapai titik di mana kami dipercaya dengan keamanan dua orang paling penting di dunia," ujar Krishna, seperti dilaporkan Associated Press, 11 Juni 2018.

Pada tahun 2015, selama Dialog Shangri-la, KTT Singapura yang dihadiri menteri pertahanan dan pejabat keamanan tingkat tinggi dari seluruh dunia, seorang perwira Gurkha menembak dan membunuh seorang pengemudi setelah mobilnya menerobos serangkaian penghadang jalan di luar tempat KTT. Meskipun insiden itu ternyata terkait dengan narkoba, bukan serangan terhadap acara.

Pasukan Gurkha berjaga di dekat Hotel Shangri-La di Singapura, 10 Juni 2018. Gurkha merupakan pasukan yang selalu membawa pisau Kurki. Bila pisau tersebut terhunus, wajib ada darah yang tumpah. (AP Photo/Yong Teck Lim)
Ketika ditanya tentang skala operasi keamanan untuk KTT tersebut, Menteri Hukum dan Dalam Negeri Singapura, K. Shanmugam, mengatakan lebih dari 5.000 polisi telah dikerahkan. The Gurkha Contingent adalah unit polisi khusus di dalam pasukan.
Singapura bukan merupakan tempat baru untuk menyelenggarakan acara-acara penting, termasuk Dana Moneter Internasional dan pertemuan Kelompok Bank Dunia, serta pertemuan Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara pada tahun 2007 dan 2018. Inilah yang menjadikan otoritas Singapura memprioritaskan keamanannya dengan mengerahkan Gurkha.

Gurkha, yang direkrut oleh polisi Singapura dari perbukitan Nepal, dilengkapi dengan pelindung tubuh, senapan serbu tempur FN SCAR buatan Belgia dan pistol di sarung kaki selama konferensi, seperti dilansir Reuters.
Gurkha, yang namanya berasal dari kota bukit Gorkha di Nepal, telah dikerahkan dalam berbagai konflik besar dan perang sejak menjadi bagian dari tentara Inggris pada abad ke-19. Lebih dari 200.000 Gurkha bertempur di dua perang dunia, di mana mereka dikagumi karena keterampilan tempur dan keberanian mereka, hidup sesuai dengan semboyan tradisional mereka "Lebih baik mati daripada menjadi pengecut." Gurkha juga bertempur dalam konflik Falklands, Perang Teluk, Bosnia, Kosovo, dan Afghanistan.

Pasukan Gurkha berasal dari Nepal namun bertempur untuk Inggris, pernah mengalahkan TNI saat konflik Dwikora. 2nd Gurkha Rifles berhasil menyerang Batalyon 428 Raiders dari Divisi Diponegoro, di Gunung Tepoi, Kalimantan pada tanggal 21 November 1965. Serangan tersebut menewaskan 24 prajurit TNI, Gurkha kehilangan 3 personil dalam serangan itu. Dailymail.co.uk

Inggris sendiri mengalami keganasan Gurkha secara langsung setelah mengalami kerugian besar selama invasi mereka ke Nepal. Kesepakatan damai yang ditandatangani oleh British East India Company pada tahun 1815 memungkinkan Inggris untuk merekrut pasukan dari Nepal.
Setelah kemerdekaan India pada tahun 1947, Inggris, Nepal dan India mencapai kesepakatan untuk mentransfer empat resimen Gurkha kepada tentara India. Mantan koloni Inggris Singapura dan Malaysia juga telah mempekerjakan Gurkha untuk polisi dan tentara mereka masing-masing. Menurut laporan Angkatan Darat Nepal, lebih dari 10.000 pelamar mencoba setiap tahun untuk 260 tempat di unit Gurkha tentara Inggris.
Meskipun sudah ada senjata modern yang melengkapi persenjataan mereka selama menjaga keamanan pertemuan Trump dan Kim di Singapura, Gurkha masih membawa "kukri" tradisional, pisau panjang melengkung yang menurut tradisi disebut "ragat khaikana" atau mengecap rasa darah begitu pisau ini ditarik.






Credit  tempo.co






Air China Pembawa Kim Jong Un Ternyata Pesawat PM Cina Li Keqiang


Air China. Staralliance.com
Air China. Staralliance.com

CB, Jakarta - Pesawat Air China Boeing 747 yang membawa pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, menuju Singapura pada Minggu adalah jet pribadi dari Perdana Menteri Cina, Li Keqiang, seperti dilaporkan Korea Herald mengutip Hong Kong Apple Daily, pada Senin 11 Juni 2018.

Moda transportasi yang biasa digunakan Kim adalah pesawat terbangnya sendiri, Chammae 1, tetapi Kim Jong Un meminta bantuan dari Cina karena alasan keamanan terkait kondisi jet-nya. Chammae 1 adalah Ilyushin Il-62 yang direkonstruksi, pesawat jet jarak jauh Soviet yang telah berhenti produksi pada 1995.

Meskipun pesawat jet jarak jauh Il-62 dapat terbang hingga 10.000 kilometer dan mampu menempuh jarak 4.600 kilometer antara Pyongyang dan Singapura, usia jet itu dapat menghalangi pemimpin Korea Utara untuk perjalanan luar negerinya selain Cina.
Kim Jong Un dikabarkan mendapat pinjaman pesawat oleh Presiden Cina Xi Jinping selama kunjungannya ke Dalian, China, pada Mei lalu. Dilaporkan sebelumnya oleh Korea Times, Cina menawarkan penerbangan untuk Kim Jong Un. Pesawat Air China tiba di Pyongyang pada Minggu pagi sebelum kembali ke Beijing dua jam setelahnya. Namun tiba-tiba rute berubah langsung ke Bandara Changi, Singapura.


Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, tiba di Bandara Internasional Changi, Singapura, Ahad, 10 Juni 2018. Kedatangan Kim untuk menghadiri pertemuan puncak dengan Presiden AS Donald Trump. Kementerian Komunikasi dan Informasi Singapura/AP
Empat pesawat Boeing yang digunakan oleh pemimpin politik Cina yakni B-2443, B-2445, B-2447, B-2472. Pesawat Xi Jinping adalah B-2472, sedangkan pesawat perdana menteri Li Keqiang adalah B-2447, sama dengan yang ditumpangi Kim Jong Un.

B-2447 adalah pesawat berusia 23 tahun yang berfungsi sebagai pembawa penumpang sipil ketika tidak digunakan oleh Li. Setiap kali hendak digunakan sebagai jet pribadi, interior pesawat dimodifikasi menjadi pesawat pribadi, lengkap dengan kantor, ruang tunggu dan kamar tidur. Namun tidak seperti US Air Force One milik Amerika Serikat, B-2447 tidak dilengkapi dengan sistem pertahanan.

Presiden AS Donald Trump dan Kim Jong Un tiba di Singapura pada Minggu 10 Juni, menjelang pertemuan puncak yang dijadwalkan Selasa 12 Juni. Kim Jong Un tiba pada pukul 2:36 pm waktu setempat, sementara Donald Trump tiba melalui Air Force One pukul 8:22 pm waktu Singapura.



Credit  tempo.co







Lika Liku Pertemuan Donald Trump-Kim Jong-un



Lika Liku Pertemuan Donald Trump-Kim Jong-un
Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian

SINGAPURA - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memastikan bahwa ia akan bertemu dengan pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un pada bulan Juni mendatang di Singapura. Kepastian itu ditegaskan Trump setelah bertemu dengan tangan kanan Kim Jong-un, Kim Yong-chol, di Gedung Putih.

Rencana pertemuan bersejarah dua pemimpin yang sempat berseteru hebat itu bukan tanpa hambatan. Pertemuan bahkan terancam gagal setelah Trump secara mendadak membatalkan pertemuan itu sebelum sehari kemudian menariknya kembali.

Berikut sejumlah kejadian penting, perkembangan dan lika liku diplomatik yang menyelimuti pertemuan Trump dengan Kim Jong-un yang dirangkum Sindonews.

1 Januari 2018: Pemimpin Korut Kim Jong-un membuka kemungkinan terjadinya dialog dalam pidato Tahun Barunya dengan Korea Selatan (Korsel).

9 Januari 2018: Para pejabat dua Korea bertemu di Panmunjom dan menyepakati Korut akan mengirim atlet dan delegasi ke Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang, Korsel.

Adik dari pemimpin Korut, Kim Yo-jong, menyambangi Korsel. Selain menghadiri upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin, Yo-jong juga melakukan pertemuan dengan Presiden Korsel Moon Jae-in. Dalam pertemuan itu, Yo-jong menyampaikan surat dari kakaknya Kim Jong-un yang berisi ingin bertemu dengan Moon Jae-in.

5 Maret 2018: Dua pejabat senior Korsel Kepala Keamanan Nasional Korsel Chung Eui-yong, yang memiliki kontak dekat di Amerika Serikat (AS), dan Kepala Badan Intelijen Nasional Suh Hoon, yang dikenal sebagai juru runding utama Korsel, menyambangi Pyongyang dan bertemu dengan Pemimpin Korut Kim Jong-un.

7 Maret 2018: Setelah bertemu dengan Kim Jong-un, Chung Eui-yong terbang ke Amerika Serikat (AS) untuk melaporkan hasil pertemuannya dengan Kim Jong-un kepada Presiden Donald Trump. Ia mengatakan Diktator Muda Korut itu bersedia membahas program nuklirnya dengan AS. Kim Jong-un bahkan berjanji akan menangguhkan uji coba nuklir.

9 Maret 2018: Trump menerima undangan Kim Jong-un untuk bertemu setelah melakukan pembicaraan dengan pejabat Korsel.

27 Maret 2018: Kim Jong-un melakukan kunjungan mendadak ke Beijing untuk bertemu dengan Presiden China Xi Jinping.

18 April 2018: Trump mengonfirmasi bahwa Mike Pompeo, yang saat itu masih menjadi kepala CIA, telah mengunjungi Korut dan bertemu dengan Kim Jong-un.

21 April 2018: Kim Jong-un mengumumkan penangguhan uji coba nuklir Korut.

27 April 2018: Sejarah tercipta. Pemimpin Korut Kim Jong-un bertemu dengan Presiden Korsel Moon Jae-in. Kim Jong-un menjadi presiden pertama yang menyebrang ke Korsel. Dalam pertemuan itu, keduanya sepakat untuk bekerja sama menuju denuklirisasi sepenuhnya Semenanjung Korea. 

7 Mei 2018: Kim Jong-un kembali bertemu dengan Presiden China Xi Jinping.

9 Mei 2018: Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, kembali melakukan kunjungan ke Korsel untuk membahas persiapan pertemuan Kim Jong-un dengan Trump. Disaat bersamaan, rezim Kim Jong-un membebaskan tiga warga AS keturunan Korea dan menyerahkannya kepada Pompeo.

10 Mei 2018: Presiden AS Donald Trump mengumumkan ia akan bertemu dengan Kim Jong-un di Singapura pada tanggal 12 Juni.

12 Mei 2018: Korut mengumumkan akan membongkar tempat uji coba nuklirnya Punggye-ri pada 23 dan 25 Mei. Korut akan mengundang wartawan luar negeri untuk menyaksikan peristiwa tersebut.

16 Mei 2018: Korut membatalkan pembicaraan dengan Korsel dan mengancam akan membatalkan pertemuan bersejarah Trum-Kim Jong-un. Tindakan ini sebagai aksi protes atas latihan militer AS-Korsel dan menyatakan tidak bisa ditekan secara sepihak untuk melepaskan program nuklirnya.

22 Mei 2018: Presiden AS Donald Trump bertemu dengan Presiden Korsel Moon Jae-in.

23 Mei 2018: Wakil Presiden AS Mike Pence menyatakan bahwa opsi militer terhadap Korut masih terbuka. Menurutnya Washington sampai saat ini belum menarik opsi militer dari atas meja untuk menghadapi Korut.

24 Mei 2018: Wakil Menteri Luar Negeri Korut, Choe Son-hui, mengecam pernyataan Pence dan menyebutnya sebagai "Boneka Politik". Ia bahkan mengatakan terserah kepada AS akan bertemu dengan Korut di meja perundingan atau medan tempur nuklir.

Lewat sepucuk surat, Trump membatalkan pertemuannya dengan Kim Jong-un. Ini tidak lepas dari reaksi yang ditunjukkan Korut kepada pernyataan Wakil Presiden Mike Pence.

25 Mei 2018: Korut menghancurkan situs uji coba nuklir Punggye Ri. Korut juga mengatakan pintu dialog dengan Trump masih terbuka.

Presiden AS, Donald Trump, mengatakan bahwa pemerintahannya kembali berhubungan dengan Korut dan kedua belah pihak dapat menjadwal ulang pertemuannya dengan Kim Jong-un. Pertemuan ini mungkin bisa terjadi sesuai jadwal.

26 Mei 2018: Dua pemimpin Korea, Kim Jong-un dan Moon Jae-in, menggelar pertemuan mendadak di desa gencatan senjata Panmunjom. Pertemuan mendadak ini dilakukan dalam upaya untuk memastikan pertemuan tingkat tinggi antara Kim Jong-un dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berlangsung dengan sukses. Dalam pertemuan tersebut, Kim Jong-un juga menegaskan komitmennya melakukan denuklirisasi dan siap untuk bertemu Trump.

28 Mei 2018: Para pejabat AS dan Korut bertemu sebagai persiapan untuk kemungkinan pertemuan puncak Presiden Donald Trump dan Kim Jong-un. Pertemuan antara pejabat Washington dengan Pyongyang itu terjadi di perbatasan Korut dengan Korea Selatan

Selang beberapa jam kemudian, Presiden AS Donald Trump mengatakan tim AS telah tiba di Korut untuk mempersiapkan konferensi tingkat tinggi (KTT) yang diusulkan antara dirinya dan Kim Jong-un.

31 Mei 2018: Menlu AS Mike Pompeo akan bertemu dengan tangan kanan pemimpin Korut Kim Jong-un, Kim Yong-chol di New York. Pertemuan ini untuk membicarakan persiapan konferensi tingkat tinggi (KTT) antara Presiden Donald Trump dan Kim Jong-un.

1 Juni 2018: Tangan kanan pemimpin Korut Kim Jong-un, Kim Yong-chol, dijadwalkan akan bertemu dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih untuk menyampaikan surat dari Kim Jong-un.

2 Juni 2018: Setelah bertemu dengan Kim Yong-chol dan menerima surat dari Kim Jong-un, Trump memastikan jika pertemuan puncak dengan pemimpin Korut itu tetap dilaksanakan pada 12 Juni.

3 Juni 2018: Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Jim Mattis angkat bicara mengenai sanksi AS terhadap Korea Utara (Korut). Mattis menuturkan, pihaknya akan mencabut sanski tersebut jika proses denuklirisasi telah dilakukan.

Sementara Menteri Pertahanan Singapura, Ng Eng Hen menyatakan, pihaknya berusaha untuk memastikan bahwa pertemuan antara pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-un dan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump berlangsung aman dan berhasil.

6 Juni 2018: Juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders menyatakan, pertemuan bersejarah antara Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dengan pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-un akan digelar di salah hotel mewah yang berada di satu resort terbesar di Singapura, yakni di Pulau Sentosa.

Pemerintah Singapura menyatakan Menteri Luar Negeri Vivian Balakrishnan akan mengunjungi Korea Utara (Korut) dari Kamis hingga Jumat. Kunjungan itu dilakukan beberapa hari sebelum negara itu menjadi tuan rumah bagi pertemuan bersejarah pemimpin Korut dan Amerika Serikat (AS).

8 Juni 2018: Trump menyatakan pertemuan dengan Kim Jong-un siap digelar. Ia juga menyatakan perjanjian damai Semenanjung Korea mungkin bisa dicapai saat dia melakukan pertemuan dengan pemimpin Kim Jong-un.

10 Juni 2018: Pemimpin Korut Kim Jong-un tiba di Singapura untuk pertemuan puncak dengan Presiden AS Donald Trump. Selang beberapa jam kemudian, pesawat Air Force One yang membawa Presiden AS Donald Trump mendarat di bandara Singapura.




Credit  sindonews.com


Donald Trump dan Kim Jong Un akhirnya berjabat tangan


Donald Trump dan Kim Jong Un akhirnya berjabat tangan
Presiden Amerika Serikat Donald Trump berjabat tangan dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Hotel Capella di Pulau Sentosa, Singapura, pada 12 Juni 2018. (REUTERS/JONATHAN ERNST)



Singapura (CB) - Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un saling berjabat tangan dan saling bertukar senyuman ketika mereka mengawali pertemuan bersejarah di Singapura, padahal beberapa bulan lalu keduanya saling mengancam meletuskan perang nuklir.

Untuk kedua tokoh ini, pertemuanyang merupakan pertama kali terjadi seorang pemimpin Korea Utara bertemu dengan seorang pemimpin Amerika Serikat, pertemuan tersebut adalah momen paling berarti dalam karir mereka.

Setahun lalu pertemuan ini tidak pernah terlintas sedikit pun dari pikiran orang setelah ketegangan memuncak akibat rangkaian uji coba program nuklir dan peluru kendali Utara di mana Pyongyang berhasil mengembangkan rudal jarak jauh berhulu ledak nuklir yang bisa mencapai daratan AS, demikian Reuters.



Credit  antaranews.com



Tiba di tempat sekitar 07.30 WIB, Trump dan Kim akhirnya bertemu

Tiba di tempat sekitar 07.30 WIB, Trump dan Kim akhirnya bertemu
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang beberapa bulan lalu saling umpat dan saling ancam akhirnya bertemu di Singapura, pukul 09,00 waktu Singapura atau 08.00 WIB, 12 Juni 2018. (Reuters)


Singapura (CB - Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump sudah berada di venue pertemuan bersejarah di antara nmereka di Singapura, hari ini, setelah kedua belah pihak berupaya menyempitkan perbedaan di antara mereka mengenai cara mengakhiri perselisihan nuklir. Beberapa menit kemudian mereka menggelar pertemuan empat mata.

Trump optimistis terhadap prospek hasil positif dari pertemuan pertama antara seorang presiden Amerika dengan seorang pemimpin Korea Utara, namun Menteri Luar Negeri Mike Pompeo tetap mempertannyakan kejujuran Kim mengenai niatnya untuk denuklirisasi.

Para pejabat kedua belah pihak telah bertemu selama beberapa menit untuk menyusun landasan bagi pertemuan puncak hari ini. Pertemuan ini nyaris tak terbayangkan oleh siapa pun karena beberapa bulan Trump dan Kim saling mengeluarkan ancaman sehingga menimbulkan kekhawatiran pecahnya perang.

KTT ini dijadwalkan mulai pukul 9.00 waktu setempat atau pukul 08.00 WIB ini.

Trump adalah pihak pertama yang tiba di Hotel Capella di Pulay Sentosa, yang merupakan pulau liburan di lepas pantai Singapura yang dipenuhi hotel-hotel mewah, taman tema Universal Studios dan pantai-pantai buatan manusia.


Tayangan televisi menunjukkan iring-iringan pembawa Kim tiba di situs itu setelah Trump.

Kim dijadwalkan kembali ke Korea Utara sore nanti.

Pemimpin jebolan Swiss yang berusia 34 tahun itu tidak pernah meninggalkan negaranya sejak berkuasa pada 2011, selain dua kali ke Tiongkok dan sekali ke Korea Selatan untuk bertemu dengan Presiden Moon Jae-in.

Kim terus mengumbar senyum selama di Singapura yang seolah memupus gambaran beberapa bulan sebulannya sebagai pemimpin bengis yang memerintahkan eksekusi pamannya sendiri, abang tirinya dan beberapa pejabat Korea Utara yang dianggap tidak loyal, demikian Reuters.






Credit  antaranews.com






Senin, 11 Juni 2018

Trump dan Kim Jong-un: Dari Saling Hina Hingga Mau Bertemu


Presiden AS Donald Trump kerap melontarkan pernyataan keras terhadap Korut maupun pemimpinnya, Kim Jong-un, dan dibalas dengan nada yang tak kalah tinggi. (REUTERS/Kevin Lamarque and Korea Summit Press Pool)


Jakarta, CB -- Rasanya baru kemarin Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong-un saling hina hingga silih ancam perang.

Tapi kini, kedua pemimpin negara yang memiliki riwayat bermusuhan itu memutuskan berdialog untuk pertama kalinya. Trump dan Kim Jong-un dijadwalkan tetap bertemu di Singapura pada 12 Juni mendatang meski drama sempat mewarnai rencana pertemuan mereka beberapa pekan sebelum hari H.

Politik detente kedua pemimpin juga boleh dibilang terjadi begitu cepat. Padahal selama 2017 lalu, Washington dan Pyongyang terus bersitegang hingga membuat situasi di Semenanjung Korea berada di titik terburuk dalam beberapa tahun terakhir.



Ketegangan di Semenanjung Korea bermula saat Kim meluncurkan uji coba rudal pada 14 Februari 2017, beberapa pekan setelah Trump dilantik sebagai Presiden AS ke-45.

"Jelas bahwa Korut merupakan masalah besar dan kita akan berurusan dengan itu dengan sangat keras," kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih saat itu.

Pada awal Juli 2017, Korut kembali meluncurkan uji coba rudalnya dan kembali memicu amarah Trump. Trump pun menyindir Kim Jong-un dengan menganggapnya tak memiliki kegiatan lain selain menembakkan rudal-rudalnya.

"Korea Utara baru meluncurkan rudal lagi. Apakah pria ini [Kim] punya sesuatu yang lebih baik lagi untuk dikerjakan dalam hidupnya," kicau Trump melalui Twitternya.

"Sulit dipercaya bahwa Korea Selatan dan Jepang harus menghadapi ancaman ini terus. Mungkin China bisa lebih menekan Korut dan akhiri ketidakmasukan akal ini!" lanjutnya.





Credit  cnnindonesia.com



Trump -- Kim Bertemu, PM Singapura Lee Rogoh Kocek Rp 208 Miliar


Presiden Singapura yang baru Halimah Yacob (kiri) berjalan bersama Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, dan Ketua Hakim Sundaresh Menon saat memasuki ruangan untuk ikuti upacara peresmian menjadi Presiden Singapura di Istana Kepresidenan di Singapura, 14 September 2017. Halimah Yacob menjadi Presiden Singapura yang kedelapan. REUTERS
Presiden Singapura yang baru Halimah Yacob (kiri) berjalan bersama Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, dan Ketua Hakim Sundaresh Menon saat memasuki ruangan untuk ikuti upacara peresmian menjadi Presiden Singapura di Istana Kepresidenan di Singapura, 14 September 2017. Halimah Yacob menjadi Presiden Singapura yang kedelapan. REUTERS

CBSingapura – Pemerintah Singapura merogoh kocek sekitar $20 juta dolar Singapura atau sekitar Rp207,8 miliar untuk menyelenggarakan pertemuan puncak Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un.
Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, mengatakan ini merupakan bentuk kontribusi nyata untuk kepentingan dunia internasional.


“Ini merupakan biaya yang kami siap untuk tanggung,” kata Lee kepada media, Ahad, 10 Juni 2018 seperti dilansir Straits Times.
Trump dan Kim, seperti dilansir Yonhap, bakal bertemu di Capella Hotel di Pulau Sentosa, yang terletak di selatan Singapura pada Selasa, 12 Juni 2018. Ini merupakan pertemuan bersejarah pemimpin kedua negara, yang akan bertemu untuk pertama kalinya.

Kim dan Trump bakal membahas soal perdamaian yaitu berakhirnya Perang Korea, yang berlangsung pada 1950 – 1953, namun selama ini baru dinyatakan berhenti lewat gencatan senjata. Trump dan Kim bakal membahas kesepakatan denuklirisasi Korea Utara.

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un (tengah), disambut oleh Menteri Luar Negeri Singapura Dr. Vivian Balakrishnan di Bandara Internasional Changi, Singapura, Ahad, 10 Juni 2018. Trump dan Kim bakal bertemu di Capella Hotel di Pulau Sentosa, Singapura, pada Selasa, 12 Juni 2018. AP
Pada Ahad pagi, Lee telah mengunjungi kegiatan pengerahan tentara Singapura di Pulau Sentosa. Dia juga mengunjungi Markas Komando Polisi. “Para petugas telah bekerja dengan baik di bidangnya masing-masing dan mau bekerja sama. Mereka siap bertugas untuk beberapa hari mendatang.”
Lee juga mengatakan, seperti dilansir Channel News Asia, bahwa menjadi tuan rumah dari perhelatan internasional ini memberikan keuntungan langsung bagi Singapura. “Ini memberi kita publisitas,” kata dia.
Lee menambahkan Singapura tidak meminta untuk menjadi lokasi pertemuan. “Faktanya kita dipilih kedua belah pihak menunjukkan hubungan baik dengan berbagai pihak dan posisi kita di komunitas internasional.”
Lee mengatakan ketika AS dan Korea Utara meminta Singapura menjadi lokasi pertemuan maka tidak bisa menolak. “Kita harus menunjukkan kemampuan dan kita bisa. Kita mampu melakukan ini. Kita telah mengerahkan sumber daya dan kita bisa melakukan tugas yang baik. Pertemuan Trump dan Kim Jong Un sempat batal meski kemudian dilanjutkan. 




Credit  tempo.co







Pertemuan Trump dan Kim, Delegasi Korea Utara sekitar 100 Orang


Burger Trump Kim hasil kreasi chef Abraham Tan dari Restoran Carousel, Royal Plaza on Scotts, Singapura, 7 Juni 2018. Burger ini dibuat guna menyambut KTT Donald Trump dan Kim Jong Un, yang akan digelar di Pulau Sentosa pada 12 Juni nanti. REUTERS/Edgar Su
Burger Trump Kim hasil kreasi chef Abraham Tan dari Restoran Carousel, Royal Plaza on Scotts, Singapura, 7 Juni 2018. Burger ini dibuat guna menyambut KTT Donald Trump dan Kim Jong Un, yang akan digelar di Pulau Sentosa pada 12 Juni nanti. REUTERS/Edgar Su

CBSingapura – Delegasi pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, dikabarkan mencapai 100 orang saat tiba di Singapura untuk pertemuan puncak dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada Selasa, 12 Juni 2018. Ini termasuk tim pengamanan untuk berjaga selama pertemuan yang akan berlangsung di Capella Hotel, Selasa, 12 Juni 2018.
“Sebuah tim penduluan (Korea Utara) telah tiba lebih dulu di Singapura pada Sabtu sore dengan menumpang pesawat jet Air Cina,” begitu dilansir media Straits Times, Ahad, 10 Juni 2018.


Sekitar dua jam setelah pesawat mendarat di Bandara Internasional Changi pada Sabtu kemarin, sebuah mobil Mercedez Benz berwarna hitam dan sebuah van berwarna sama keluar dari bandara dan tiba di Hotel St. Regis serta langsung menuju tempat parkir.

Menteri Singapura, Vivan Balakrishnan, menyambut pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, yang baru tiba di Bandara Changi, Ahad, 10 Juni 2018. Channel News Asia
Belum diketahui siapa penumpang mobil Mercedez Benz itu namun mobil ini sama dengan mobil yang ditumpangi kepala staf pemerintah Korea Utara yaitu Kim Chang Son ketika dia tiba di Singapura pada pekan lalu. Kim Jong Un bakal menginap di St Regis Hotel selama pertemuan berlangsung.


Sebuah pesawat kargo buatan Rusia juga tiba membawa berbagai keperluan logistik delegasi Korea Utara. Ini termasuk makanan, kendaraan dan sejumlah senjata yang telah diberikan izin oleh pemerintah Singapura terkait pengamanan Kim.
Seperti diberitakan Channel News Asia, pesawat maskapai Air China dengan pesawat Boeing 747 tiba di Bandara Changi pada sekitar pukul dua siang pada Ahad, 10 Juni 2018.
Pesawat ini ditumpangi Kim Jong Un beserta sejumlah anggota delegasi.
Setelah pesawat Boeing 747 tiba, sebuah pesawat Ilyushin Il-62 mendarat di Bandara Changi. Pesawat ini mirip dengan pesawat yang pernah ditumpangi saudara perempuan Kim Jong Un yaitu Kim Yo Jong saat menghadiri acara Olimpiade Musim Dingin di Korea Selatan pada awal tahun ini.
Trump dikabarkan akan tiba di Singapura pada Ahad malam ini dan diiringi 50 kendaraan, yang termasuk kendaraan poisi. Trump akan menumpangi mobil resmi bernama “The Beast” dan sebuah mobil tiruan, yang dapat menghadapi serangan ledakan dan kimia. Ini merupakan pertemuan pertama Trump dengan Kim Jong Un.





Credit  tempo.co







'Kekalahan' Indonesia di Balik Pertemuan Trump dan Kim


'Kekalahan' Indonesia di Balik Pertemuan Trump dan Kim
Indonesia memiliki beberapa kriteria untuk menjadi lokasi pertemuan Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un. (Ist/KBRI Pyongyang)


Jakarta, CB -- Setelah banyak spekulasi beredar, Presiden Amerika Serikat Donald Trump akhirnya memutuskan Singapura sebagai tempat pertemuannya dengan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un pada 12 Juni besok.

Sebelumnya, beberapa tempat seperti Swedia, Swiss, Mongolia, China, hingga Malaysia sempat disebut-sebut masuk dalam daftar pertimbangan Trump. Beberapa negara seperti Thailand dan Indonesia, seperti disampaikan Presiden Joko Widodo, juga menawarkan diri memfasilitasi pertemuan bersejarah itu.

Pengamat politik internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, mengatakan terpilihnya Singapura sebagai tuan rumah bisa dibilang sebagai 'kekalahan' bagi Indonesia.



Menurut Rezasyah, kegagalan Indonesia untuk dipilih menjadi lokasi pertemuan Trump dan Kim Jong-un semata karena pemerintah RI dianggap lebih fokus pada masalah dalam negeri.

Padahal, Presiden Jokowi sudah punya bekal banyak untuk meyakinkan dunia bahwa Indonesia pantas menghelat salah satu pertemuan paling bersejarah itu.




"Sebenarnya dua tahun lalu delegasi Korut sudah datang ke Indonesia meminta agar pemerintah mau fasilitasi dialog dengan Korsel, tapi itu tidak dijaga dan dikembangkan oleh Indonesia. Tampaknya energi pemerintah masih terkuras banyak menangani masalah dalam negeri saat ini seperti pemilihan presiden tahun depan hingga isu keamanan seperti terorisme," kata Rezasyah.
Menurut Rezasyah, Indonesia memiliki beberapa kriteria yang jauh lebih masuk akal untuk menjamu pertemuan kedua pemimpin itu.

"Indonesia sebenarnya kehilangan kesempatan yang berhasil direbut Singapura," kata Rezasyah saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (7/6).

Kriteria-kriteria itu antara lain, pertama, Indonesia memiliki sejarah hubungan baik dengan AS maupun Korut.



"Indonesia punya persyaratan ideologis, konstitusional yang jauh di atas Singapura soal ini," kata Rezasyah. "Indonesia juga mempertahankan hubungan baik dengan AS dan Korut."

AS merupakan salah satu negara pertama yang menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia setelah merdeka, tepatnya pada 1949 silam. Hingga kini,hubungan bilateral, bisnis, hingga people to people contact antara Indonesia-AS terus terjalin dalam bentuk kemitraan strategis yang berlangsung sejak 2015 lalu.

Adapun hubungan diplomatik Indonesia dan Korea Utara telah terjalin sejak 1961. Empat tahun kemudian, pendiri Korut sekaligus kakek Kim Jong-un, Kim Il-sung, berkunjung ke Jakarta.

Mendiang Presiden Soekarno dan Kim Il-sung, dikenal memiliki riwayat hubungan yang cukup dekat. Soekarno bahkan pernah menghadiahkan bunga anggrek yang ditanam di Istana Bogor untuk Kim Il-sung. Bunga itu diberi nama Kim Il-sung yang ditujukan sebagai simbol persahabatan kedua negara.


Hingga kini, bunga hadiah Soekarno itu kerap dipamerkan setiap tahunnya dalam Festival Kimilsungia sebagai salah satu perayaan Hari Matahari atau hari kelahiran Kim Il-sung.

Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri juga pernah berkunjung ke Pyongyang beberapa kali yakni pada 2002 dan 2001 silam.

Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia juga pernah diminta Pyongyang untuk memfasilitasi pertemuan Korut dan Korsel sebagai upaya meredakan ketegangan di Semenanjung Korea saat itu.

Dua pejabat tinggi Korut yakni wakil pemimpin Komite Pusat Partai Buruh Ri Su Yong dan Presiden Presidium Majelis Tertinggi Partai Buruh Kim Yong-nam juga sempat berkunjung ke Jakarta.


Pemimpin Korut Kim Jong-un dan Presiden Korsel Moon Jae-in
Foto: The Presidential Blue House /Handout via REUTERS
Pemimpin Korut Kim Jong-un dan Presiden Korsel Moon Jae-in


Presiden SBY sempat mengundang ayah Kim Jong-un, Kim Jong-il ke Istana Merdeka pada 2006 lalu, meski lawatan itu tidak pernah terjadi.

Presiden Joko Widodo juga sempat melakukan pertemuan bilateral dengan Kim Yong-nam di sela Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika pada 2015 lalu.

Alasan kedua, papar Rezasyah, netralitas Jakarta juga bisa dijamin meski memiliki hubungan baik dengan Washington dan Pyongyang. Tidak seperti Singapura, Indonesia tidak memiliki kerja sama aliansi pertahanan dengan Amerika.

Rezasyah menuturkan dengan politik luar negeri bebas aktif juga membuat Indonesia tidak pernah condong mengarah ke Barat atau bahkan Komunis.

Menurut Rezasyah, gelaran pertemuan Kim-Trump sama dengan mendukung perdamaian dunia. Dan hal itu, paparnya, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai salah satu tugas Indonesia.



"Itu semua sebenarnya modal besar Indonesia untuk menjadi tuan rumah pertemuan Trump dan Kim. Singapura tidak punya modal sejarah, politik, apalagi konstitusional. Indonesia juga lebih netral, tidak punya perjanjian militer aliansi dengan negara AS atau China," kata kakak Duta Besar RI untuk Kanada, Teuku Faizasyah itu.

Rezasyah masih berharap Indonesia masih bisa mempersiapkan untuk memfasilitasi pertemuan-pertemuan besar lainnya di masa depan, termasuk pertemuan lanjutan Korut-AS jika memang ada.

"Saya harap akan ada KTT AS-Korut selanjutnya, tidak cuman di Singapura nanti. Nah mungkin Indonesia bisa mempersiapkan diri untuk menawarkan diri lebih serius lagi untuk menggelar KTT itu selanjutnya."

Adapun Singapura dipilih karena dianggap lebih berpengalaman. Pada 2015 lalu, Singapura pernah memfasilitasi pertemuan antara Presiden China Xi Jinping dan Presiden Taiwan Ma Ying-jeou. Pertemuan itu merupakan yang pertama sejak tujuh dekade kedua pemimpin berselisih.



Negara berpenduduk 5,6 juta orang itu juga menjadi tuan rumah berbagai konferensi internasional tahunan seperti Shang-ri La Dialogue yang kerap didatangi pejabat tinggi negara seperti AS, China, dan negara lainnya.

Dari segi keamanan, Singapura juga menjadi negara di Asia Tenggara yang hingga kini bebas dari serangan teror.

"Kami tidak meminta, tapi kami diminta. Pihak AS lah yang pertama kali menawarkan ini. Saya pikir warga Singapura harus berbangga diri. Bangga bahwa negara ini telah dipercaya dan diandalkan untuk menggelar pertemuan tinggi ini," ucap Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan, seperti dikutip CNBC.




Credit  cnnindonesia.com




Pakar: denuklirisasi Korea bukan fokus utama Jepang


Pakar: denuklirisasi Korea bukan fokus utama Jepang

Terowongan ketiga lokasi uji nuklir Punggye-ri sebelum diledakkan saat proses pembongkaran di Punggye-ri, provinsi Hamgyong Utara, Korea Utara, Kamis (24/5/2018). (News1/Pool via REUTER)




Jakarta (CB) - Pakar Hubungan Internasional UGM Yogyakarta Siti Daulah Khoiriati berpendapat denuklirisasi atau pelucutan nuklir Semenanjung Korea tidak menjadi fokus utama Jepang pada KTT antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un di Singapura.

"Jepang tidak menganggap persoalan denuklirisasi sebagai hal utama karena ada tiga persoalan utama dengan Korea Utara," tutur Siti saat dihubungi Antara di Jakarta, Minggu.

Pertama, Jepang belum melakukan normalisasi hubungan dengan Korea Utara sejak Perang Dunia II, berbeda dengan Korea Selatan yang telah menjalin hubungan diplomatik.

Menurut pakar Kajian Wilayah Jepang ini, Jepang ingin terlebih dahulu menormalisasi hubungan dengan Korea Utara untuk menyelesaikan masalah di masa perang sebelum meminta denuklirisasi.

"Belum tercapai perjanjian perdamaian pada kedua negara, apalagi hubungan diplomatik resmi," tutur Siti.

Kedua, terkait kasus penculikan warga negara Jepang oleh pemerintah Korea Utara yang belum terselesaikan hingga sekarang.

Kasus tersebut menjadi perhatian yang sangat serius karena ada tekanan domestik yang sangat besar.

"Setiap kali ada persoalan menyangkut Korea Utara pasti yang muncul di media Jepang adalah soal penculikan. Tuntutan masyarakat kepada pemerintah sangat besar," kata Siti.

Sedangkan yang ketiga, baru menyangkut persoalan nuklir, katanya.


Bagi Jepang, ketiga persoalan tersebut merupakan satu paket yang tidak bisa dipisahkan.

Oleh sebab itu, jika nantinya pertemuan antara Presiden Trump dan Kim Jong-Un berjalan sukses namun tidak memberikan dampak positif bagi Jepang maka hal itu kurang bermanfaat.

"Jepang sepertinya menyambut dingin dengan pertemuan itu. Masyarakatnya juga lebih peduli dengan soal penculikan daripada rudal Korea Utara karena rudalnya tidak diarahkan ke Jepang, tapi Amerika," katanya.

Bahkan sejumlah pejabat tinggi di Jepang melihat bahwa sebetulnya tingkat ancaman Korea Utara kepada Jepang tidak terlalu tinggi karena Utara hanya memproduksi rudal jarak jauh.

"Kecuali jika kelak Korea Utara memproduksi rudal jarak dekat atau menengah yang bisa mencapai Jepang, baru akan ada kekhawatiran yang mendesak terkait denuklirisasi," katanya menambahkan, dilaporkan Reuters.




Credit  antaranews.com




Pakar: Posisi Jepang terkait Korea terbagi dua


Pakar: Posisi Jepang terkait Korea terbagi dua
Grafis lokasi pengembangan fasilitas nuklir Korea Utara (Reuters)




Jakarta (CB) - Pakar Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Siti Daulah Khoiriati berpendapat bahwa saat ini, opini pemerintah Jepang terbagi ke dalam dua kelompok terkait sikap atas masalah keamanan di Semenanjung Korea.

"Yang pertama ialah konservatif, yang meletakkan keputusan keamanan pada Amerika Serikat, sementara kubu lain menginginkan sikap lebih mandiri, harus bereaksi tanpa bergantung pada AS," kata Siti saat dihubungi Antara di Jakarta, Minggu.

Dalam menghadapi ancaman nuklir dari Korea Utara, kubu konservatif tetap pada pendirian untuk berlindung pada payung nuklir AS, sebagaimana perjanjian kedua negara itu pasca-Perang Dunia II.

Kubu itu meyakini bahwa jika Jepang terancam, AS akan segera bertindak untuk membela Jepang.

Sementara itu, kubu oposisi menginginkan sikap lebih mandiri, yaitu dengan mengembangkan senjata nuklir sendiri.

"Tapi pilihan itu selalu jadi perdebatan, apalagi Jepang sudah terikat dengan kesepakatan anti-nuklir internasional. Akhirnya, kebijakan Jepang dalam bidang pertahanan tidak selalu berjalan lurus, selalu berubah mengikuti perkembangan," katanya menjelaskan.

Selain itu, perbedaan orientasi dalam KTT AS dengan Korea Utara juga menjadi perhatian Jepang.

Menurut dia, jika AS hanya menekankan tujuannya pada pelucutan nuklir Korea Utara maka hal tersebut tidak mengakomodasi secara penuh keinginan Jepang lainnya seperti pengembalian warga negara Jepang yang diculik Utara serta pemulihan hubungan diplomatik secara resmi.

"Jepang memang berserah pada kebijakan AS, namun waktu menyerahkan ini kadang-kadang juga tidak 100 persen untuk kepentingan Jepang," kata Siti.

Oleh sebab itu, jika nantinya pertemuan antara Presiden Trump dan Kim Jong-Un berjalan sukses namun tidak memberikan dampak positif bagi Jepang maka hal itu kurang bermanfaat.

Jepang pun dinilai menyambut dingin pertemuan itu, dengan masyarakatnya lebih peduli pada soal penculikan daripada peluru kendali Korea Utara, karena senjata tersebut tidak diarahkan ke Jepang, melainkan AS.

Bahkan, sejumlah pejabat tinggi di Jepang melihat bahwa sebetulnya tingkat ancaman Korea Utara kepada Jepang tidak terlalu tinggi, karena Utara hanya memproduksi rudal jarak jauh.

Kecuali, jika kelak Korea Utara membuat peluru kendali jarak dekat atau menengah, yang bisa mencapai Jepang, baru akan ada kekhawatiran mendesak terkait pelucutan nuklir, katanya menambahkan.





Credit  antaranews.com




Rabu, 06 Juni 2018

Trump dan Kim Jong-un Bertemu di Pulau Sentosa


Trump dan Kim Jong-un Bertemu di Pulau Sentosa
Donald Trump (kiri) akan bertemu dengan Kim Jong-un (kanan) di Pulau Sentosa, Singapura, Senin ini. (Reuters/Kevin Lamarque and Korea Summit Press Pool/File Photos)



Jakarta, CB -- Pihak Amerika Serikat dan Korea Utara telah menentukan tempat pertemuan yang akan digunakan Presiden Donald Trump dan pemimpin negara terisolasi tersebut, Kim Jong-un.

Menurut juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders, keduanya akan bertemu untuk pertama kali di Capella Hotel di Pulau Sentosa, Singapura, pada 12 Juni. Hal itu ia umumkan melalui Twitter pada Selasa malam (5/6).


"Kami berterima kasih pada tuan rumah Singapura atas sambutannya," kata Sanders dalam kicauannya.

Delegasi dari AS dan Korut bertemu empat kali pekan lalu di Capella Hotel untuk mengatur logistik pertemuan, berfokus pada persiapan lokasi yang pantas untuk pertemuan bersejarah kelak.

Sanders mengatakan pertemuan pada Senin akan dimulai pada 9.00 waktu setempat.

Bergaya kolonial dengan atap merah, Capella merupakan salah satu hotel bintang lima yang berada di Santosa Island, kawasan dengan sejumlah resor, hotel, dua lapangan golf dan satu tempat hiburan.

Para pejabat AS dan Korut sempat mempertimbangkan hotel lain sebagai lokasi potensial untuk menggelar pertemuan tersebut.

Lokasi yang jadi opsi teratas sejak awal adalah hotel Shangri-La, bangunan besar dekat Orchard Road yang bisa mendapatkan pengamanan ketat sembari mempertahankan latar belakang penuh hiasan. Hotel itu digunakan dalam pertemuan bersejarah antara Presiden China Xi Jinping dan pemimpin Taiwan Ma Ying-jeou 2015 lalu.

Delegasi AS, dipimpin oleh Joe Hagin, wakil kepala staf Gedung Putih bidang operasi, bernegosiasi dengan delegasi Korea Utara untuk menentukan lokasi dan waktu pertemuan Trump dan Kim Jong-un, pekan lalu. Sejumlah sumber mengatakan kepada CNN bahwa pihak Korut sangat mengkhawatirkan masalah keamanan.

Pertemuan kerap berlangsung dengan sangat lambat. Para pejabat Korut "sensitif pada perintah," kata salah seorang sumber, dan tim Hagin kesulitan untuk bekerja sama mempresentasikan ide-ide untuk pertemuan kedua pemimpin negara.

"Bahkan jika Anda membawa kuda ke air, Anda harus melakukannya dengan bekerja sama," kata sumber tersebut.

Para pejabat Korut di Singapura juga mesti mendapatkan persetujuan para petinggi di Pyongyang untuk hampir setiap detailnya. Hal ini mengakibatkan jeda satu hingga dua hari sebelum mereka bisa mencapai kesepakatan untuk masalah logistik sederhana sekalipun, kata sumber.








Credit  cnnindonesia.com





Medali Peringatan Pertemuan Kim-Trump Dijual Rp19 Juta


 
Medali Peringatan Pertemuan Kim-Trump Dijual Rp19 Juta
Singapura menjual medali peringatan pertemuan Donald Trump dan Kim Jong-un dengan harga beragam, hingga mencapai US$1.380 atau setara Rp19 juta. (The Singapore Mint/Handout via Reuters)


Jakarta, CB -- Sebagai tuan rumah, Singapura menjual medali peringatan pertemuan Presiden Donald Trump dan Kim Jong-un dengan rentang harga beragam, hingga ada yang mencapai US$1.380 atau setara Rp19 juta.

Penjualan itu diumumkan hanya berselang sepekan sebelum pertemuan tersebut digelar di Singapura pada 12 Juni mendatang, melalui situs resmi perusahaan pencetak uang negara, Singapore Mint.

Dalam pernyataan pada Selasa (5/6), Singapore Mint menjabarkan bahwa medali itu akan dihiasi ukiran gambar tangan Kim dan Trump berlatar bendera kedua negara dengan pilihan bahan dasar emas, perak, dan logam nikel.


Di balik medali itu, terukir gambar merpati dan bunga dengan tulisan "World Peace" atau "Perdamaian Dunia".



Singapore Mint menyatakan bahwa medali ini dirilis untuk memeringati "langkah bersejarah menuju perdamaian dunia," dan peran Singapura sebagai "tuan rumah yang netral dan gerbang keamanan dan perekonomian antara Timur dan Barat."

Untuk medali emas, Singapore Mint hanya mencetak 1.000 keping dengan harga satuan US$1.380 atau setara Rp19 juta.


Sementara itu, medali perak dengan gambar bendera berwarna dapat dipesan seharga US$118 atau setara Rp1,6 juta. Singapore Mint hanya menyediakan 10.000 keping untuk seluruh dunia dan 2.000 khusus Singapura.

Untuk medali logam nikel, Singapore Mint mematok harga US$36 atau setara Rp49.950 dan akan diproduksi sesuai jumlah pesanan.

Sementara itu, AS juga menjual cenderamata berupa koin bergambar wajah Trump dan Kim yang dapat dibeli di situs Gedung Putih.



Credit  cnnindonesia.com